BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemunculan lembaga negara yang
dalam pelaksanaan fungsinya tidak secara jelas memosisikan diri sebagai salah
satu dari tiga lembaga trias politica mengalami perkembangan pada tiga
dasawarsa terakhir abad ke-20 di negara-negara yang telah mapan berdemokrasi, seperti Amerika Serikat
dan Perancis. Banyak istilah untuk menyebut jenis lembaga-lembaga baru
tersebut, di antaranya adalah state auxiliary institutions atau stateauxiliary
organs yang apabila diterjemahkan secara harfiah ke dalam bahasa Indonesia
berarti institusi atau organ negara penunjang.
Kedudukan lembaga-lembaga ini tidak
berada dalam ranah cabang kekuasaan eksekutif, legislatif, maupun
yudikatif.Namun, tidak pula lembaga-lembaga tersebut dapat diperlakukan sebagai
organisasi swasta ataupun lembaga non-pemerintah karena berada di luar
struktur pemerintahan eksekutif.Akan tetapi, keberadaannya yangbersifat publik,
sumber pendanaan yang berasal dari publik, serta bertujuan untuk kepentingan
publik. Sebagian ahli tetap
mengelompokkan lembaga independensemacam ini dalam lingkup kekuasaaneksekutif,
namun terdapat pula beberapa sarjana yang menempatkannya secara tersendiri
sebagai cabang keempatdalam kekuasaan pemerintahan.
Dari uraian
permasalahan diatas , penulis ingin menulis makalah yang menguraiakan tentang
lembaga-lembaga independen yanag ada di Indonesia dengan judul “Lembaga-lembaga negara independent
di Indonesia”
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud lembaga hukum independet dan apa dasar hukumnya ?
2. Bagaimana struktur lembaga
hukum independent ?
3. Apa kewenangan dan tujuaan lembaga hukum independet
?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Lembaga
independen Negara
Negara
hukum yang demokratis diperlukan adanya pembagian kekuasaan yang bertujuan
untuk adanya konsentrasi kekuasaan negara demi menghindari potensi
penyelewengan profesionalitas penyelenggaraan negara yang ditujukan untuk
keadilan dan kesejahteraan rakyat. Pembagian kekuasaan, transparansi dan
akuntabilitas yang rasional dan sistemik merupakan cara untuk mewujudkan
demokrasi dalam proses-proses nyata penyelenggaraan negara yang bersih, efesien
dan efektif.
Maka seiring berjalannya waktu, di mulai dari era reformasi tahun 1998
Indonesia melakukan pergerakan yang sangat pesat khususnya di keorganisasian
yang berkaitan dengan kepentingan menjamin pembatasan kekuasaan dan
demokratisasi yang lebih efektif agar terjaminnya kesejahteraan warga Negara dari tindakan pemerintah yang
sewenang-wenang terhadap warga negaranya.
Untuk
menentukan institusi mana saja yang disebut sebagai lembaga negara bantu dalam
struktur ketatanegaraan RI terlebih dahulu harus dilakukan pemilahan terhadap
lembaga-lembaga negara berdasarkandasar pembentukannya. Pascaperubahan
konstitusi, Indonesia
membagi lembaga-lembaga negara ke dalam tiga kelompok.Pertama, lembaga negara
yang dibentuk berdasar atas perintah UUD Negara RI Tahun 1945
(constitutionallyentrusted power). Kedua, lembaga negara yang dibentuk berdasarkan perintah undang-undang (legislativelyentrusted
power). Dan ketiga,
lembaga negara yang dibentuk atas dasar perintah keputusan presiden.
Perkembangan
pembentukan lembaga independen pertama menurut Jimly Asshiddiqie pada
makalah berjudul struktur ketatanegaraan Indonesia setelah perubahan
keempat UUD Tahun 1995, yang di kutip oleh Ni’matul Huda yang sekarang
telah resmi menikmati kedudukan yang independen adalah organisasi Tentara
Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara (POLRI), dan Bank Indonesia sebagai
Bank Sentral, sedangkkan kejaksaan agung sampai sekarang belum ditingkatkan
kedudukannya menjadi lembaga yang independen[1]
Lembaga-lembaga
negara yang kewenangannya diberikan secara langsung oleh UUD Negara RI Tahun
1945, yaitu Presiden dan Wakil Presiden, MPR, DPR, DPD, BPK, MA, MK, dan
KY.Selain delapan lembaga tersebut, masih terdapat beberapa lembaga yang juga
disebut dalam UUD Negara RI Tahun 1945 namun kewenangannya tidak disebutkan
secara eksplisit oleh konstitusi. Lembagalembaga yang dimaksud adalah
Kementerian Negara, Pemerintah Daerah, komisi pemilihan umum, bank sentral, Tentara Nasional Indonesia
(TNI), Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), dan dewan pertimbangan
presiden. Satu hal yang perlu ditegaskan adalah kedelapan lembaga negara yang
sumber kewenangannya berasal langsung dari konstitusi tersebut merupakan
pelaksana kedaulatan rakyat dan berada dalam suasana yang setara, seimbang,
serta independen satu sama lain
Berikutnya,
berdasarkan catatan lembaga swadaya masyarakat Konsorsium Reformasi Hukum
Nasional (KRHN), paling tidak terdapat sepuluh lembaga negara yang dibentuk
atas dasar perintah undang-undang. Lembaga-lembaga tersebut adalah Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU),
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), Komisi Nasional Perlindungan Anak
Indonesia (Komnas Perlindungan Anak), Komisi Kepolisian Nasional, Komisi
Kejaksaan, Dewan Pers, dan Dewan Pendidikan12 .Jumlah ini kemungkinan dapat
bertambah atau berkurang mengingat lembaga negara dalam kelompok ini tidak
bersifat permanen melainkan bergantung pada kebutuhan negara.Misalnya, KPK
dibentuk karena dorongan kenyataan bahwa fungsi lembaga-lembaga yang sudah ada
sebelumnya, seperti kepolisian dan kejaksaan, dianggap tidak maksimal atau
tidak efektif dalam melakukan pemberantasan korupsi.Apabila kelak, korupsi
dapat diberantas dengan efektif oleh kepolisian dan kejaksaan, maka keberadaan
KPK dapat ditinjau kembali.
Sementara
itu, lembaga negara pada kelompok terakhir atau yang dibentuk berdasarkan
perintah dan kewenangannya diberikan oleh keputusan presiden antara lain adalah
Komisi Ombudsman Nasional (KON), Komisi Hukum Nasional (KHN), Komisi Nasional
Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Dewan Maritim Nasional (DMN), Dewan
Ekonomi Nasional (DEN), Dewan Pengembangan Usaha Nasional (DPUN), Dewan Riset
Nasional (DRN), Dewan Pembina Industri Strategis (DPIS), Dewan Buku Nasional
(DBN), serta lembaga-lembaga non-departemen14 .Sejalan dengan lembaga-lembaga
negara pada kelompok kedua, lembaga-lembaga negara dalam kelompok yang terakhir
ini pun bersifat sementara bergantung pada kebutuhan negara.
Komisi-komisi atau lembaga-lembaga yang telah disebutkan diatas ada yang
selalu diidentifikasikan bersifat independen atau bisa diartikan bebas, merdeka
atau berdiri sendiri, maka dari itu kelembagaan atau komisi tersebut juga di
beri kewenangan dalam melakukan tugasnya secara mandiri. Sedangkan menurut R.
Rhodes dalam bukunya Beyond Westminster and Whitehall: The Sub-Central
Government of Britain yang lembaga-lembaga seperti ini memiliki tiga peran
utama yaitu :
1.
Lembaga-lembaga tersebut mengelola tugas yang
diberikan pemerintah pusat dengan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan berbagai
lembaga lain.
2.
Melakukan pemantauan dan memfasilitasi
pelaksanaan berbagai kebijakan atau policies pemerintah pusat.
3.
Mewakili kepentingan daerah dalam berhadapan
dengan pusat.
Dalam
menjalankan fungsinya, lembaga-lembaga itu kadang-kadang disebut juga self
regulatory agencies, independent supervisory bodies, atau lembaga-lembaga yang
menjalankan fungsi campuran antara fungsi regulative, administrative, dan
fungsi penghukuman yang biasanya dipisahkan, tetapi justru dilakukan bersamaan
oleh lembaga-lembaga baru tersebut.[2]
B.
Struktur lemabaga independent Negara kewenangan
dan tujuan pembentukannya
Sebagaimana di jabarkan diatas terdapat lembaga-lembaga independent
Negara diantaranya :
Ø TENTARA
NASIONAL INDONESIA (TNI) DAN
KEPOLISIAN
UUD 1945 mengenai Tentera Nasional Indonesia (TNI)
dan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) sebagaimana tercantum dalam Pasal 30
ayat (3) dan ayat (4), dengan rumusan sebagai berikut :
1)
Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan
Darat, Angkatan Laut, Angkatan dan Angkatan Udara sebagai alat Negara bertugas
mempertahankan, melindungi, memelihara keturunan, dan kedaulatan Negara.
2)
Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai
alat keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi,
melayani masyarakat, serta menegakan hukum.
Ketentuan ini menegaskan adanya pemisahan antara TNI dan POLRI dalam menjalankan
tugas. Untuk bidan ketahana Negara dilakukan oleh TNI, dan bidang keamana dan
ketertiban masyarakat dilakukan oleh POLRI. Dalam hal pertahanan terdapat tiga
aspek didalamnya, yakni masalah keutuhan Negara, kedaulatan Negara, dan
keselamatan Negara. Diluar ketiga aspek tersebut masuk kedalam kategori
keamanan yang menjadi tugas kepolisian sebagai lembaga penegak hukum. Pembagian
tugas yang demikian itu diharapkan mampu meningkatkan profesionalisme TNI dan
Kepolisian.
Pengaturan dalam pasal 30 ayat 4, menampakan adanya semacam “dwifungsi”
tugas kepolisian, yaitu alat keamanan dan penegak hukum. Sebagai alat keamana,
kepolisian bertugas menjaga dan menjamin keamanan, ketertiban, dan ketentraman
umum. Sebagai penegak, hukum kepolisian bertugas menyelidiki dan menyidiki
tindak pidana sebagai bagian dari sistem penegak hukum pidana terpadu (integrated
criminal justice system). Dua tugas kepolisian tersebut sangat berbeda
satu sama lain.[3]
Sidang tahunan MPR RI 2000 juga telah menghasilkan ketetapan MPR yang
mendukung perubahan UUD 1945 Pasal 30 ayat (3) dan ayat (4), yakni Ketetapan
MPR RI No. VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan POLRI, Ketetapan MPR RI No.
VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran POLRI. Sebagai tindak lanjut pemisah
antara TNI dan POLRI, masing-masing Lembaga tersebut diatur dalam UU No. 2
Tahun 2000 tentang Kepolisian Negara dan UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara
Nasional Indonesia.
Menurut UU No. 2 Tahun 2002, Kepolisian Negara Republik Indonesia
merupakan alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, menegakan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan
pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam
negeri. Sesuai dengan karakteristik utamanya sebagai aparat penegak hukum,
POLRI memiliki wewenang yang cukup besar dalam menegakkan hukum. Jadi dapat di
simpulkan bahwa POLRI adalah kepolisian nasional indonesia/lembaga penegak
hukum.
Sistem kepolisian suatu negara tidak terlepas dari sejarah panjang
perjalanan suatu negara tersebut. Sebagaimana kita ketahui bahwa sejak
POLRI terpisah dari ABRI dan langsung kedudukannya di bawah Presiden, Polri
memiliki tugas dan kewenanangan yang cukup luas sekaligus tanggung jawab yang
besar dan berat,tertera pada UU No. 2 Tahun 2002.
Polri disusun secara berjenjang dari tingkat pusat sampai ke
kewilayahan. Organisasi Polri Tingkat Pusat disebut Markas Besar Kepolisian
Negara Republik Indonesia (Mabes Polri); sedang organisasi Polri Tingkat
Kewilayahan disebut Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda). Unsur
pimpinan Mabes Polri adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Kapolri). Kapolri adalah Pimpinan Polri yang berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Presiden. Kapolri dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh Wakil Kapolri
(Wakapolri). Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan
DPR.
Adapun Peran POLRI diantaranya :
a)
Polri berperan untuk mewujudkan keamanan dalam
negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib
dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung
tinggi hak asasi manusia.
b)
Polri merupakan alat negara yang berperan dalam
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta
memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
Tentara Negara Indonesia (TNI) adalah sebagai fungsi pertahanan negara
(National Defence) yang mencangkup, komponen
TNI terdiri dari prajurit TNI AD, prajurit TNI AL, prajurit
TNI AU. Dalam pasal 10 UUD 1945 menyatakan bahwa Presiden memegang
kekuasaan yang tertinggi atas AD,AL dan AU. TNI dipimpin oleh panglima.
Penglima diangkat dan diberhentikan oleh presiden setelah mendapat persetujuan
DPR.
Guna mewujudkan tujuan negara dalam melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia,diperlukan sebuah tugas Pertahanan yang
dijalankan dengan kekuatan Militer
Professional sehingga penyelenggaraan National Defence dapat berjalan dengan baik.Tugas Pertahanan
disini harus diartikan sebagai “Keamanan”. Keamanan untuk mempertahankan
kedaulatan negara. Sistem Militeristik harus tertanam dalam anggota TNI
mengingat ancaman yang datang adalah berupa gangguan karena perang,
pemberontakan, konflik, huru-hara, terorisme, dan bencana alam. Maka sangatlah
tepat ketika kita mendefinisikan “keamanan” dalam pengertian ini sebagai bagian
dari tugas,fungsi dan peranan TNI sebagai alat negara dibidang pertahanan guna
mewujudkan tujuan negara dalam melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia.
TNI sebagai alat negara di bidang Pertahanan yang dalam menjalankan
tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik Negara, misalnya :
a)
Operasi militer untuk perang
b)
Mengatasi gerakan separatis bersenjata
/pemberontakan bersenjata
c)
Mengatasi aksi terorisme
d)
Mengamankan wilayah perbatasan
e)
Mengamankan obyek vital nasional yang bersifat
strategi
f)
Melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai
dengan kebijakan politik luar negeri
g)
Mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta
keluargany
h)
Membantu tugas pemerintahan di daerah
i)
Membantu mengamankan tamu negara setingkat
kepala negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia
j)
Membantu menanggulangi akibat bencana alam,
pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan
k)
Membantu pencarian dan pertolongan dalam
kecelakaan (search and rescue)
l)
Membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran
dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan, dan penyelundupan
Sebagaiman tersebut tugas Pokok TNI Pasal 7 adalah menegakan kedaulatan
Negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan
gangguan terhadap keutuhan bangsadan Negara.[4]
Ø KOMNAS HAM
1)
Pengertian dan Landasan Hukum Komnas HAM
Berdasarkan ketentuan pasal 1 ayat (1) UU No.39 Tahun 1999 tentang hak
asasi manusia menyebutkan: “hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk tuhan yang maha Esa
dan merupakan anugrahnya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan di lindungi
oleh negara, hukum dan pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia”.
Sedangkan menurut B. Hestu Cipto Handoyo penegakkan hak asasi manusia
merupakan mata rantai yang tak terputus dari prinsip demokrasi, kedaulatan
rakyat dan Negara hukum. Tanpa ada penghargaan terhadap hak asasi manusia
mustahil pelaksanaan pemerintah yang demokratis dan berkedaulatan rakyat dapat
terwujud.
Kewajiban menghormati hak asasi manusia tercermin dalam Pembukaan UUD
1945 yang menjiwai keseluruhan pasal dalam batang tubuhnya, terutama berkaitan
dengan persamaan kedudukan warga Negara dalam hukum dan pemerintahan. MakaPada
bulan juni 1993, melalui Keppres No. 50, presiden Suharto mendirikan Komnas
HAM. Enam tahun kemudian DPR mengesahkan UU No. 39 tahun 1999 tentang hak asasi
manusia, yang mengubah struktur dasar dan menambah kewenangan Komnas. Yang
kemudian diatur atas dasar pasal diatas dalam UU No.39 tahun 1999 tentang hak
asasi manusia (lembaran Negara RI tahun 1999 No. 165). Di samping itu, UU ini
mengatur pembentukan komisi hak asasi manusia sebagai lembaga mandiri yang
mempunyai fungsi tugas wewenang dan tanggung jawab untuk melaksanakan
pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi tentang hak asasi
manusia, yang dulu pernah diatur dalam keputusan presiden No. 50 tahun 1993.
2)
Tujuan Komnas HAM
Menurut UU No. 39 Tahun 1999 pasal 75, Komnas HAM bertujuan :
a.
Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi
pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB
serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
b.
Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak
asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan
kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
Ø KOMISI
PEMILIHAN UMUM (KPU)
1)
Pengertian KPU
Komisi
pemilihan umum (KPU) adalah lembaga yg bersifat nasional, tetap dan mandiri
untuk menyelenggarakan pemilu.KPU yang ada sekarang merupakan KPU ketiga yang
dibentuk setelah Pemilu demokratis sejak reformasi 1998. sesuai UUD 195 pasal
22E ayat 5 berbunyi ‘pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi
pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri’ dan pasal
22E ayat 1 berbunyi “pemilihan umum dilaksanakn secara langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali”. Oleh sebab
itu menurut UUD 1945 penyelenggara pemilihan umum itu haruslah suatu komisi yag
bersifat: nasional, tetap dan mandiri atau independen.
Secara lengkap ketentuan mengenai pemilu dapat diatur dalam pasal 22E
UUD 1945, yang berbunyi sebagai berikut:
a)
pemilihan umum dilaksanakn secara
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
b)
Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilh
anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil
Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
c)
Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota
Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai
politik.
d)
Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota
Dewan Perwakilan Daerah adalah perorangan.
e)
Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi
pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
f)
Ketentuan lebih lanjut lebih lanjut tentang
pemilihan umum diatur dengan undang-undang.
Ketentuan lebih lanjut dari amanat pasal 22E UUD 1945 diatur didalam UU
No, 22 Tahun 2007 tentang penyelenggaraan pemilu.
2)
Visi dan Misi KPU
Visi KPU yaitu:
‘Terwujudnya Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara Pemilihan Umum
yang memiliki integritas, profesional, mandiri, transparan dan akuntabel, demi
terciptanya demokrasi Indonesia yang berkualitas berdasarkan Pancasila dan UUD
1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia’.
Misi dari KPU, yaitu:
a)
Membangun lembaga penyelenggara Pemilihan Umum yang memiliki kompetensi, kredibilitas dan kapabilitas dalam menyelenggarakan pemilihan umum.
b)
Menyelenggarakan Pemilihan Umum untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden serta Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil, akuntabel, edukatif dan beradab.
c)
Meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemilihan umum yang bersih, efisien dan efektif.
d)
Melayani dan memperlakukan setiap peserta Pemilihan Umum secara adil dan setara, serta menegakkan peraturan Pemilihan Umum secara konsisten sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
e)
Meningkatkan kesadaran politik rakyat untuk berpartisipasi aktif dalam pemilihan umum demi terwujudnya cita-cita masyarakat Indonesia yang demokratis.
3) Tugas dan
kewenangan KPU
Dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999
tentang Pemilihan Umum dan Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1999
tentang Pembentukan Komisi Pemilihan Umum dan Penetapan Organisasi dan Tata
Kerja Sekretariat Umum Komisi Pemilihan Umum, dijelaskan bahwa untuk
melaksanakan Pemilihan Umum, KPU mempunyai tugas kewenangan sebagai berikut :
a) merencanakan dan
mempersiapkan pelaksanaan Pemilihan Umum;
b) menerima,
meneliti dan menetapkan Partai-partai Politik yang berhak sebagai peserta
Pemilihan Umum;
c) membentuk Panitia Pemilihan
Indonesia yang selanjutnya disebut PPI dan mengkoordinasikan kegiatan Pemilihan
Umum mulai dari tingkat pusat sampai di Tempat Pemungutan Suara yang
selanjutnya disebut TPS;
d) menetapkan jumlah
kursi anggota DPR, DPRD I dan DPRD II untuk setiap daerah pemilihan;
e) menetapkan keseluruhan hasil
Pemilihan Umum di semua daerah pemilihan untuk DPR, DPRD I dan DPRD II;
f) mengumpulkan dan
mensistemasikan bahan-bahan serta data hasil Pemilihan Umum;
g) memimpin tahapan kegiatan
Pemilihan Umum.
Sedangkan dalam Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor
16 Tahun 1999 terdapat tambahan huruf : tugas dan kewenangan lainnya yang
ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum. Sedangkan
dalam Pasal 11 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tersebut juga ditambahkan,
bahwa selain tugas dan kewenangan KPU sebagai dimaksud dalam Pasal 10,
selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun setelah Pemilihan Umum dilaksanakan, KPU
mengevaluasi sistem Pemilihan Umum
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
pemabahasan diatas dapat disimpulkan bahwa
Negara hukum yang demokratis diperlukan adanya pembagian kekuasaan yang
bertujuan untuk adanya konsentrasi kekuasaan negara demi menghindari potensi
penyelewengan profesionalitas.
Maka
seiring berjalannya waktu, di mulai dari era reformasi tahun 1998 Indonesia
melakukan pergerakan yang sangat pesat khususnya di keorganisasian yang
berkaitan dengan kepentingan menjamin pembatasan kekuasaan dan demokratisasi
yang lebih efektif agar terjaminnya kesejahteraan warga Negara dari tindakan
pemerintah yang sewenang-wenang terhadap warga negaranya.
Untuk
menentukan institusi mana saja yang disebut sebagai lembaga negara bantu dalam
struktur ketatanegaraan RI terlebih dahulu harus dilakukan pemilahan terhadap
lembaga-lembaga negara berdasarkandasar pembentukannya. Pascaperubahan
konstitusi, Indonesia
membagi lembaga-lembaga negara ke dalam tiga kelompok.Pertama, lembaga negara
yang dibentuk berdasar atas perintah UUD Negara RI Tahun 1945
(constitutionallyentrusted power). Kedua, lembaga negara yang dibentuk berdasarkan perintah undang-undang (legislativelyentrusted
power). Dan ketiga,
lembaga negara yang dibentuk atas dasar perintah keputusan presiden.
Adapun lembaga-lemabaga Negara independent yang ada di Indonesia
meliputi :
1.
TNI dan KAPOLRI
2.
KOMNAS HAM
3.
KPU.
DAFTAR PUSTAKA
Mahdi Imam, Hukum Tata Negara Indonesia, Yogyakarta: Teras 2011.
asshiddiqie Jimly, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: Rajawali Pers,
2014.
Nimatul Huda, Hukum Tata Negara
Indonesia, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2006.
https://www.scribd.com/doc/75452834/lembaga-lembaga-independen. diakses senin, 8 oktober 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar