Minggu, 18 November 2018

SEJARAH BANGSA ARAB SEBELUM ISLAM


A.    Asal Usul Bangsa Arab
Bangsa Arab berasal dari ras Samiyah dan terbagi kepada dua suku. Pertama, suku Arab al-Baidah , yaitu bangsa Arab yang sudah punah seperti kaum ‘Ad dan Tsamud. Kedua, suku Arab al-Baqiyah, yaitu bangsa Arab yang masih hidup sampai sekarang, terdiri dari keturunan Qahthan dan Adnan.
Negeri asli keturunan Qahthan adalah Arabia Selatan, di antara mereka ada yang muncul menjadi Raja, seperti Raja Yaman, Raja Saba’ dan Raja Himyar. Tetapi semenjak bendungan Saba’ rusak, di antara mereka ada yang mengembara ke utara dan malahan dapat membentuk kerajaankerajaan, seperti Hirah dan Ghasasinah. Termasuk suku Aus dan Khazraj yang mendiami Madinah juga berasal dari suku Qahthan ini.
Adapun keturunan Adnan, mereka disebut juga Arab Musta’ribah artinya percampuran antara darah Arab asli yang mendiami Makkah dengan darah pendatang, yaitu Nabi Isma’il AS. Salah satu anaknya adalah Adnan yang menurunkan keturunan Quraisy, kemudian keturunan Abd al-Muthalib, kakek Nabi Muhammad  SAW yang lebih dikenal dengan keturunan bani Hasyim.  Itulah sebabnya silsilah Nabi Muhammad s.a.w. dapat ditelusuri sampai ke atas terus kepada Nabi Isma’il AS

B.     Agama dan Kepercayaan
Mayoritas penduduk Jazirah Arab di masa Jahiliyah menyembah berhala,  sedangkan minoritas di antara mereka ada orang Yahudi di Yatsrib, orang Kristen Najran di Arabia Selatan dan sedikit yang beragama Hanif di Makkah. Agama berhala dibawa pertama kali dari Syam ke Makkah oleh ‘Amru bin Luhay, dan diterima sebagai agama baru oleh Bani Khuza’ah, satu keturunan dengan ‘Amru, di saat itu pemegang kendali Ka’bah. Kemudian agama berhala ini berkembang pesat sehingga menjadi agama mayoritas penduduk kota Makkah.  Setiap kabilah mempunyai berhala sendiri. Jenis dan bentuk berhala bermacam-macam, tergantung pada persepsi mereka tentang tuhannya. Berhala-berhala tersebut dipusatkan mereka di Ka’bah. Di kalangan orang Badwi, mereka menyembah pohon, bulan dan bintang, sebab menurut mereka kehidupan mereka diatur oleh bulan dan bintang bukan matahari, bahkan matahari menurut mereka merusak tanaman dan ternak mereka.

C.    Pemerintahan
Terdapat dua Negara adi kuasa di masa Jahiliyah, yaitu kerajaan Bizantium Romawi di barat dan kerajaan Persia di timur. Selama zaman Jahiliyah, seluruh Simenanjung Arabia, menikmati kemerdekaan penuh, kecuali daerah utara (Palestina, Libanon, Yordania dan Syam) berada dibawah kekuasaan Bizantium dan Irak berada di bawah kekuasaan Persia. Mungkin karena kegersangannya, dua negara adi kuasa Bizantium dan Persia tidak tertarik menjajah Arab, kecuali daerah utara yang tunduk di bawah kekuasaan mereka.
Di kalangan orang Arab Badwi tidak ada pemerintahan. Kesatuan politik mereka bukanlah bangsa, tetapi suku yang dipimpin kepala suku yang disebut Syaikh. Mereka sangat menekankan hubungan kesukuan sehingga kesetiaan atau solidaritas kelompok menjadi sumber kekuatan bagi suatu kabilah atau suku. Bagi masing-masing suku terdapat seorang pemimpin (Syaikh). Dalam memilih pemimpin kriteria yang dipakai adalah pemberani, pemurah, cerdas, arief dan bijaksana. Karena tidak adanya pemerintahan pusat hubungan antar suku selalu dalam konflik. Peperangan antara suku sering terjadi.

D.    Ekonomi
Pada masa pemerintahan kerajaan Saba’ dan Himyar di Jazirah Arab selatan, kegiatan perdagangan orang Arab meliputi laut dan darat. Kegiatan perdagangan di laut mereka pergi ke India, Tiongkok dan Sumatera dan kegiatan perdagangan di darat ialah di Jazirah Arab.
 Akan tetapi setelah Yaman dijajah oleh bangsa Habsyi dan bangsa Persia, maka kaum penjajah itu menguasai kegiatan perdagangan di laut, sedangkan perdagangan di darat berpindah ke tangan orang Makkah. Ada beberapa faktor yang menyebabkan Makkah berkembang menjadi kota perdagangan. Pertama, orang Yaman banyak yang berpindah ke Yaman, sedang mereka telah berpengalaman dalam perdagangan. Kedua, di kota Makkah dibangun Ka’bah setiap tahun jama’ah-jama’ah berdatangan ke Makkah melakukan haji yang membuat Makkah semakin masyhur. Ketiga, letak Kota Makkah berada di tengah-tengah tanah Arab antara utara dengan selatan. Keempat, daerahnya yang gersang membuat penduduknya suka merantau untuk berdagang.
 Ada empat putera Abd al-Manaf yang selalu mengadakan perjalanan dagang ke empat tempat terpenting, yaitu Hasyim mengadakan perjalanan ke negeri Syam, Abd Syam ke Habsyi, Abd al-Muththalib ke Yaman dan Naufal ke Persia. Perdagangan-perdagangan orang Quraisy yang pergi ke negeri-negeri tersebut mendapat perlindungan dari keempat putera Abd al-Manaf itu, karena itu tidak ada seorangpun yang berani mengganggu mereka.
 Dengan demikian, terdapat empat tempat perdagangan orang Quraisy, yaitu ke utara dan selatan, mereka pergi ke Syam dan Yaman, kemudian ke barat dan timur, mereka pergi ke Habsyi dan Persia. Sedangkan pusat perdagangan mereka berada di Makkah.
Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushai adalah seorang negarawan yang cakap, dia melakukan usaha-usaha memperkembangkan pemerintahan Quraisy. Mengadakan persetujuan-persetujuan dagang dengan Negara-negara tetangga, seperti Ghassani dan Bizantium, juga membuka jalur perdagangan baru dan membentuk dua qabilah dagang yang dikirim, masing-masing ke Yaman pada musim dingin dan ke Syria pada musim panas.
Di Yaman, pada musim dingin kafilah dagang bangsa Arab membawa minyak wangi, kemenyan, kain sutera, kulit, senjata, rempah-rempah, cengkeh, palawija dan lain-lain. Di antara barang-barang tersebut ada yang dihasilkan di Yaman, ada pula yang di datangkan dari Indonesia, India dan Tiongkok.
 Di Syria atau Syam, kafilah-kafilah dagang tersebut di atas membawa barang-barang dagangan mereka ke Syam. Di waktu kembali, kafilah-kafilah itu membawa gandum, minyak zaitun, beras, jagung dan tekstil dari Syam. Abu Thalib, paman Nabi juga pernah membawa Muhammad berdagang ke Syam. Selain itu, Muhammad juga membawa barang dagangan Khadijah ke Syam yang ditemani oleh hamba sahayanya, Maisyarah.
Adapun barang-barang perdagangan terpenting dalam jalur perdagangan timur barat, kafilah-kafilah dagang Arab membawa rempah-rempah dari Habsyi untuk diperdagangkan di Persia, juga mereka berdagang mutiara di Persia yang dikeluarkan dari Selat Persia.

E.     Sosial Budaya
Kaum wanita dianggap sebagai benda mati yang tidak mempunyai hak apapun, termasuk hak untuk dihormati. Seseorang bisa mengawini wanita berapa pun dia suka, dan dapat menceraikannya kapan saja dia mau. Bila seorang ayah diberi tahu bahwa anaknya yang lahir seorang wanita, dia sedih bercampur marah. Kadang-kadang bayi wanita itu dikubur hidup-hidup. Kehidupan yang keras dan menantang mendorong mereka untuk memiliki anak laki-laki saja. Walaupun begitu, tidak semua perempuan mereka bunuh.
Wanita boleh menikah lebih dari seorang suami (poliandri). Sedang wanita bersuami memperbolehkan suaminya berhubungan dengan wanita lain untuk memperoleh keturunan. Ibu tiri kadangkadang dikawini anak tirinya. Saudara laki-laki terkadang mengawini saudari perempuannya. Gadis-gadis nakal terbiasa pergi ke daerah-daerah pinggiran untuk bersenang-senang dengan laki-laki lain.
Memiliki hamba sahaya menjadi salah satu ciri masyarakat Arab. Mereka memperlakukan hamba sahaya secara tidak manusiawi. Karena mereka memiliki hak penuh atas hidup matinya, fisik maupun mentalnya. Kehidupan jahiliyah sesungguhnya manifestasi dari kehidupan barbarisme, karena ketimpangan sosial, penganiayaan, meminum minuman keras, perjudian, pelacuran dan pembunuhan merupakan pemandangan yang biasa dalam kehidupan sosial mereka sehari-hari.
Dalam bidang budaya, bangsa Arab terkenal dengan kefasihan lidahnya. Ciri khas manusia ideal bangsa Arab, adalah “kefasihan lidah, pengetahuan tentang senjata dan kemahiran menunggang kuda”. Maka tidak mengherankan bila seni sastra, terutama puisi sangat berkembang pesat di kala itu.


1.      SEJARAH NABI MUHAMMAD SAW
A.    Periode Makkah
1)      Sebelum Diangkat Menjadi Rasul
Nabi Muhammad s.a.w lahir pada hari Senin tanggal 20 April 571 M tahun Gajah di suatu tempat yang tidak jauh dari Ka’bah, ia berasal dari kalangan bangsawan Quraisy dari Bani Hasyim, sementara masih ada bangsawan Quraisy yang lain, yaitu Bani Umaiyah. Tapi Bani Hasyim   lebih mulia dari Bani Umaiyah. Ayahnya Abdullah bin Abdul Muththalib dan ibunya Aminah binti Wahab. Garis nasab ayah dan ibunya bertemu pada Kilab bin Murrah. Apabila ditarik ke atas, silsilah keturunan beliau baik dari ayah maupun ibunya sampai kepada Nabi Isma’il AS dan Nabi Ibrahim AS.
Ketika ia masih tiga bulan dalam kandungan Ayahnya meninggal dunia pada saat pergi berniaga ke Yatsrib, sementara ibunya Aminah wafat di Abwa sewaktu pulang dari menziarahi makam Abdullah, ketika itu ia berusia 6 tahun. Kakeknya Abdul Muthalib mengasuhnya selama dua tahun, kemudian kakeknya itu pun meninggal dunia pula dalam usianya 8 tahun, dan ia diasuh oleh pamannya Abu Thalib. Dari kisah Nabi tersebut dapat diketahui bahwa tanggung jawab hak asuh anak apabila ayahnya meninggal berturut-turut dari ibu ke kakek,
 kemudian ke paman.
Ada dua jenis pekerjaan yang dilakukannya sebelum menjadi Rasul. Pertama, mengembala kambing ketika ia bersama ibu susuannya Halimahtus Sa’diyah tinggal di desa. Kedua, berdagang ketika ia tinggal bersama pamannya, ia mengikuti pemannya berdagang ke negeri Syam, sampai ia dewasa dan dapat berdiri sendiri.
Sebagai seorang pedagang, selainia berdagang dengan pamannya,ia juga melakukan kerjasama dagang dengan Khadijah, seorang janda kaya. Khadijah memberinya modal untuk berdagang ke negeri Syam, dan beliau memperoleh untung besar. Khadijah tertarik pada kejujuran dan akhlaknya yang baik, dan ingin menjadi suaminya, setelah sebelumnyaia berkali-kali menolak pinangan bangsawan Quraisy.
Dari dua pekerjaan yang dilakukan Nabi menjelang usiannya 25 tahun memberi modal kepadanya untuk dapat hidup lebih mandiri kelak. Mengembala kambing adalah pekerjaan yang memerlukan kesabaran kuat, sementara berdagang melatih kejujuran di saat sulitnya mencari orang yang jujur waktu itu. Dalam usia 25 tahun, Abu Thalib menawarkan keponakannya itu kepada Khadijah binti Khuwailid. Tawaran Abu Thalib diterima Khadijah. Pernikahan Nabi dengan Khadijah binti Khuwailid berlangsung ketika Muhammad berusia 25 tahun dan Khadijah 40 tahun dengan mahar 20 ekor unta.

2)      Diangkat Menjadi Rosul
Menjelang usia 40 tahun, selama satu bulan dalam setiap tahun Muhammad mengasingkan diri ke Gua Hira’ untuk merenungi alam dengan ciptaannya. Istrinya Khadijah memberi dukungan penuh terhadap keinginannya tersebut. Disediakannya makanan untuk dibawa suaminya Muhammad sebagai bekal ke Gua Hira’ itu.
Demikianlah dilakukan Muhammad setiap tahun. Ketika usianya 40 tahun, pada tanggal 17 Ramadhan 611 M, malaikat Jibril mendatanginya menyampaikan wahyu Allah yang pertama surat al-Alaq (ayat 1-5). Berarti secara simbolis Muhammad telah dilantik sebagai Nabi akhir zaman.

3)      Tahap-Tahap Dakwah
Rasulullah berdakwah melalui beberapa tahap. Pertama, secara diam-diam di lingkungan keluarga dan sahabat dekatnya. Diterima oleh istrinya Khadijah, anak pamannya Ali, anak angkatnya Zaid bin Hãritsah, serta sahabat dekatnya Abu Bakar. Melalui Abu Bakar, masuk Islam pula Utsman bin Affan, Zubeir bin Awwam, Saad bin Abi Waqqas, Abdurrahman bin Auf, Talhah bin Ubaidillah, Abu Ubaidah bin Jarrah, dan beberapa budak dan fakir miskin. Dakwah ini berlangsung selama tiga tahun.
Kedua, dakwah kepada keturunan Abdul Muthalib. Hal ini dilakukan setelah turunnya wahyu ketiga, sûrah AlSyu’ara’ (ayat 214). Nabi mengumpulkan dan mengajak mereka supaya beriman. Akan tetapi Abu Lahab beserta istrinya mengutuk Nabi, sehingga turun Sûrah al-Masad (ayat 1-5).
Ketiga, dakwah kepada semua orang setelah wahyu Allah sûrah al-Hijir (ayat 94). Pada tahap ini dakwah ditujukan kepada semua lapisan masyarakat, tidak terbatas hanya kepada penduduk Makkah saja, tetapi juga termasuk orangorang yang mengunjungi kota itu.

4)      Tantangan Kaum Quraisy
Kaum Quraisy menentang dakwah Nabi dengan bertahap. Pertama, membujuk, karena kekuatan Nabi terletak pada perlindungan Abu Thalib yang amat disegani itu. mereka meminta Abu Thalib memilih satu di antara dua: yaitu memerintahkan Muhammad agar berhenti dari dakwahnya atau menyerahkannya kepada mereka untuk dibunuh. Abu Thalib mengharapkan Muhammad agar menghentikan dakwahnya. Namun Nabi menolak dengan mengatakan “Demi Allah saya tidak akan berhenti memperjuangkan amanat Allah ini. Walaupun seluruh anggota keluarga dan sanak saudara mengucilkan saya”. Abu Thalib sangat terharu mendengarkan jawaban keponakannya itu, kemudian ia berkata “Teruskanlah, demi Allah aku akan terus membelamu”.
Merasa gagal dengan cara ini, kaum Quraisy kemudian mengutus Walid bin Mughirah dengan membawa Umarah bin Walid, seorang pemuda yang gagah dan tampan untuk dipertukarkan dengan Nabi Muhammad s.a.w. Walid bin Mughirah berkata kepada Abu Thalib “Ambillah dia menjadi anak saudara, tetapi serahkan Muhammad kepada kami untuk kami bunuh”. Usul ini langsung ditolak keras oleh Abu Thalib.

B.     Periode Madinah
1)      Hijrah ke Yatsrib
Setelah mendapat perintah hijrah dari Allah Swt. Rasulullah menemui sahabatnya Abu Bakar agar mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam perjalanan. Nabi juga menemui Ali dan meminta kepadanya agar tidur di kamarnya guna mengelabui musuh yang berencana membunuhnya. Senin malam Selasa itu, Nabi   ditemani Abu Bakar dalam perjalanan menuju Yatsrib. Keduanya singgah di Gua Tsur, arah selatan Makkah untuk menghindar dari pengejaran orang kafir Quraisy. Mereka bersembunyi di situ selama tiga malam.
Pada malam ketiga mereka keluar dari persembunyiannya dan melanjutkan perjalanan menuju Yatsrib bergerak ke arah barat menuju laut merah melawati jalan yang tidak biasa dilewati qabilah dagang ketika itu. Setelah tujuh hari dalam perjalanan Nabi Muhammad s.a.w, dan Abu Bakar sampai di Quba. Ketika tiba di  Quba, sebuah desa yang jaraknya sekitar 10 Km dari Yatsrib, Nabi istirahat beberapa hari lamanya. Ia menginap di rumah Kalsum bin Hindun.
Di halaman rumah ini Nabi membangun sebuah mesjid yang pertama kali dibangunnya yang dikenal dengan masjid Quba. Tak lama kemudian Ali Makkah, sementara itu penduduk Yatsrib menunggu-nunggu kedatangan mereka, akhirnya yang mereka tunggu itu datang mereka sambut dengan penuh sukacita.
Pada hari Jum’at 12 Rabiulawwal 13 Kenabian / 24 September 622 M, Nabi meninggalkan Quba, di tengah perjalanan di perkampungan Bani Salim, Nabi melaksanakan shalat Jum’at pertama di dalam sejarah Islam. Sesudah melaksanakan shalat Jum’at, Nabi melanjutkan perjalanan menuju Yatsrib dan disambut oleh Bani Najjar.

2)      Membangun Masyarakat Islam
Guna membina masyarakat yang baru itu, Nabi meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat di kalangan internal umat Islam. Pertama, pembangunan mesjid. Setiap kabilah sebelum Islam datang, mereka memiliki tempat pertemuan sendiri-sendiri. Nabi menginginkan agar seluruh umat Islam hanya memiliki satu tempat pertemuan.
Maka beliau membangun sebuah masjid yang diberi nama “Baitullah”. Di masjid ini, selain dijadikan  tempat shalat, juga belajar, tempat bermusyawarah merundingkan masalah-masalah yang dihadapi, bahkan juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan.
Kedua, Nabi mempersaudarakan antara golongan Muhajirin (muslim asal Makkah) dan kaum Ansar (muslim Madinah). Dengan demikian, setiap muslim terikat dalam suatu persaudaraan dan kekeluargaan. Abu Bakar, misalnya, dipersaudarakan Nabi dengan Kharijah bin Zaid, Ja’far bin Abi Thalib dengan Mu’az bin Jabal. Hal ini berarti Rasulullah menciptakan suatu bentuk persaudaraan yang baru, berdasarkan agama, menggantikan persaudaraan berdasarkan kesukuan, di zaman jahiliah.

3)      Mengadakan Perjanjian Dengan Non-Muslim/ Konstitusi Madinah
Penduduk Madinah di awal kedatangan Rasulullah terdiri dari tiga kelompok, yaitu bangsa Arab muslim, bangsa Arab non-muslim dan orang Yahudi. Untuk menyelaraskan hubungan antara tiga kelompok itu, Nabi mengadakan perjanjian dalam piagam yang disebut “Konstitusi Madinah”, yang isinya antara lain:
Pertama, Semua kelompok yang menandatangani piagam merupakan suatu bangsa.
Kedua,  Bila salah satu kelompok diserang  musuh, maka kelompok lain wajib untuk membelanya.
Ketiga,  Masing-masing kelompok tidak dibenarkan membuat perjanjian dalam bentuk apapun dengan orang Quraisy.
Keempat, Masing-masing kelompok bebas menjalankan ajaran agamanya tanpa campur tangan kelompok lain.
Kelima, Kewajiban penduduk Madinah, baik kaum Muslimin, non-Muslim, ataupun bangsa Yahudi, saling bantu membantu moril dan materiil.
Keenam, Nabi Muhammad adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah dan dia menyelesaikan masalah yang timbul antar kelompok.
Berdasarkan konstitusi di atas, dapat diketahui bahwa Nabi telah membentuk negara Islam di Madinah dan Rasulullah menjadi kepala pemerintahannya yang mempunyai otoritas untuk menyelesaikan segala masalah yang timbul berdasarkan konsitusi.

4)      Permusuhan Kafir Quraisy dengan  Nabi
Meskipun Nabi dan umat Islam telah meninggalkan Makkah, tetapi kafir Quraisy tidak menghentikan permusuhannya karena jika Islam berkembang di Madinah bukan hanya mengancam kepercayaan mereka tetapi juga ekonomi. Sebab letak Madinah berada di jalur dagang mereka ke Syam.
Maka tidak mengherankan jika terjadi peperangan antara umat Islam dengan kafir Quraisy selama 8 tahun dalam puluhan kali pertempuran. Yang terpenting di antaranya adalah: Perang Badar, Perang Uhud, Perang Ahzab, Perjainjian Hudaibiyah, Masa Gencatan Senjata, Penaklukan Kota Makkah.

5)      Permusuhan Yahudi dengan Nabi
Seperti telah disebutkan bahwa   pada mulanya orang Yahudi  termasuk di antara orang yang menantinantikan kedatangan Nabi Muhammad s.a.w., tetapi karena Nabi berasal dari bangsa Arab, mereka menolaknya. Sewaktu Rasulullah mengadakan konstitusi Madinah mereka termasuk yang ikut serta menandatangani perjanjian tersebut, tetapi tidak dengan hati yang jujur dan melanggarnya. Kedengkian mereka semakin bertambah kepada umat Islam setelah mereka menyaksikan pesatnya perkembangan Islam di Madinah.
Mereka memusuhi Islam dengan bertahap. Mula-mula bergabung dengan orang Quraisy, dengan tipu muslihat agar orang Arab sendiri yang menghancurkan orang Arab dengan pedang mereka. Kemudian mereka dengan terang-terangan memusuhi Islam.

6)      Nabi Wafat
Tiga bulan setelah Nabi kembali ke Madinah, beliau menderita sakit. Abu Bakar disuruh Nabi mengimami kaum muslimin dalam sholat sebanyak tiga kali, bila beliau tidak sanggup melakukannya. Sakit Nabi itu berlangsung selama 14 hari. Akhirnya beliau menghembuskan nafas terakhir pada hari Senin, 12 Rabiul Awwal 11 H, dalam usia 63 tahun di rumah istrinya ‘Aisyah.
Kaum muslimin yang diberitahukan atas wafatnya Nabi itu dicekam kebingungan, tetapi Abu Bakar tampil membacakan ayat al-Qur’an Surat Ali ‘Imran ayat 144, dan berpidato: “wahai manusia, barang siapa memuja Nabi Muhammad, maka Nabi Muhammad telah wafat. Tetapi barang siapa memuja Allah Swt. maka Allah Swt. hidup selama-lamanya.
Dari perjalanan sejarah Rasulullah di atas, dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad s.a.w. di Makkah hanya sebagai seorang Rasul. Sedang di Madinah selain sebagai Rasul pemimpin agama, Nabi juga seorang Kepala Negara, komandan perang, pemimpin politik dan adminstrator yang cakap, sehingga dalam waktu 10 tahun beliau berhasil mewujudkan penduduk sahara itu ke dalam kekuasaannya. Wa Allah A’lam.

2.      KHULAFA’ RASYIDUN

A.    Abu Bakar Siddiq (11-13 H / 632 – 634 M)

1)      Riwayat Singkat
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Utsman bin ‘Amir bin ‘Amr bin Ka’ab bin Sa’id bin Taim bin Murrah alTamimi, yang lebih dikenal dengan Abd al-Ka’bah di masa Jahiliyah. Dia dilahirkan di Makkah dua tahun beberapa bulan setelah tahun gajah, berarti beliau lebih muda dua tahun dari Rasulullah s.a.w. Dia terkenal sebagai seorang yang berprilaku terpuji, tidak pernah minum khamar dan selalu menjaga kehormatan diri.

2)      Diangkat Menjadi Khalifah
Abu Bakar mengusulkan agar pemimpin baru itu dijabat oleh orang Muhajirin dan wakilnya dari kaum Anshar, tetapi orang Anshar menolak usul itu. mereka mengusulkan agar diangkat dua orang pemimpin dari dua kelompok itu. Abu Bakar tidak menerima usul itu dengan alasan bisa membawa perpecahan. Kemudian Abu Bakar mengingatkan kaum Anshar terhadap hadits Nabi yang mengatakan “Pemimpin itu dari orang Quraisy”.
Oleh sebab itu beliau mengusulkan agar Umar bin Khaththab diangkat menjadi khalifah, usul itu tidak diterima Umar dan mengatakan jika Abu Bakar masih ada beliaulah yang paling pantas menjadi khalifah. Akhirnya Abu Bakar terpilih sebagai pemimpin atas usul Umar bin Khaththab, ketika itu usia Abu Bakar 61 tahun.
Rupanya, semangat keagamaan Abu Bakar mendapat penghargaan yang tinggi dari umat Islam. sehingga masingmasing pihak menerima dan
membai’atnya sebagai pemimpin umat Islam pengganti Rasulullah yang dalam perkembangan selanjutnya disebut “Khalifah” saja.

3)      Abu Bakar Wafat
Pada saat pasukan Islam sedang berada di luar kota Abu Bakar sakit selama satu minggu. Pada saat sakit itu, dia bermusyawarah dengan para sahabat terkemuka, yang berhasil menetapkan penggantinya Umar bin Khaththab sebagai khalifah kedua. Abu Bakar meninggal dunia dalam usia 63 tahun beberapa bulan, setelah memerintah selama dua tahun beberapa bulan.

B.     Umar Bin Khattab
1)      Riwayat Singkat
Nama lengkapnya adalah Umar bin Khaththab bin Nafil bin Abd al-Uzza bin Rabah bin Ka’ab bin Luay alQuraisy. Silsilah Umar bertemu dengan Rasulullah pada kakek ketujuh, sedangkan dari pihak ibunya pada kakek keenam.
Umar dilahirkan di Makkah empat tahun sebelum perang Fijar, tetapi menurut Ibn Atsir dia dilahirkan tiga belas tahun sesudah kelahiran Rasulullah s.a.w. Hal ini berarti beliau lebih muda tiga belas tahun dari Nabi Muhammad s.a.w. Dia fasih berbicara, tegas dalam menyatakan pendapat dan membela yang hak.

2)      Diangkat Menjadi Khalifah
Ketika Abu Bakar sakit, dia memperhatikan sahabatnya, siapa di antara mereka yang sesuai diangkat menjadi khalifah, “yang tegas tidak kejam dan yang lembut tidak lemah”. Dia mendapatkan kriteria pilihannya itu, di antara dua sahabat, yaitu antara Umar bin Khaththab dan Ali bin Abi Thalib. Tetapi kemudian pilihannya jatuh kepada Umar.
Kemudian Abu Bakar bermusyawarah dengan sahabat-sahabatnya untuk menuliskan bahwa Umar adalah pengganti dirinya menjadi khalifah nanti, berikut teks pernyataanya:
“Bismillahirrahmanirrahim. Ini adalah pernyataan Abu Bakar, Khalifah penerus kepemimpinan Muhammad – Rasulullah s.a.w., saat dia mengakhiri kehidupannya di dunia dan saat dia memulai kehidupannya di akhirat. Dalam keadaan dipercayai oleh orang kafir dan ditakuti oleh orang durhaka, sesungguhnya aku mengangkat Umar bin Kaththab, sebagai pemimpin kalian; bahwasanya dia adalah orang baik dan adil. Hal ini sejauh sepengetahuan dan penilaian diriku tentang dia. Bilamana ternyata dikemudian hari dia seorang pendurhaka dan zhalim, sungguh aku tidak pernah tahu akan hal yang bersifat ghaib. Sungguh aku bermaksud baik dan segala sesuatu tergantung atas apa yang dilakukan..”
Dengan demikian, Penetapan Umar sebagai khalifah ditulis pada suatu piagam pengangkatan. Pengangkatan Umar ini bermaksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam di kemudian hari. Kebijakan Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat dan mereka secara beramairamai membai’at Umar sebagai khalifah kedua dalam usia 53 tahun. Kemudian Umar memperkenalkan istilah “Amirul Mukminin” (komandan orang-orang yang beriman) bukan khalifah.

3)      Umar Bin Khattab Wafat
pribadi yang mengagumkan dan mempesona itu akhirnya terbunuh di tangan budak Persia, bernama Abu Lu’lu’ (Abd Mughiroh). Karena orang-orang Persia sangat merasa dendam kepada Umar yang menaklukkan dan telah menghancurkan negeri mereka, dan sebab itu mereka mempergunakan budak tersebut untuk membunuhnya. Umar meninggal dunia dalam usia 63 tahun, setelah memerintah selama sepuluh tahun.



C.    Utsman Bin Affan
1)      Riwayat Singkat
Nama lengkapnya Utsman bin Affan bin Abu al-Ash bin Umayah bin Abd al-Syams bin Abd al-Manaf bin Qushai. Lahir pada tahun kelima dari kelahiran Rasulullah s.a.w. Tapi ada yang mengatakan dia lahir pada tahun keenam sesudah tahun gajah.
Utsman masuk Islam melalui Abu Bakar dan dinikahkan Nabi dengan puterinya Rukaiyah bin Muhammad s.a.w. Utsman tercatat sebagai orang yang pertama memimpin hijrah bersama isterinya ke Habsyi untuk kemudian hijrah pula ke Madinah.
Perlu dicatat bahwa Utsman selalu ikut dalam berbagai perang, kecuali perang Badar, karena dia sibuk menemani dan merawat isterinya Rukaiyah yang sedang sakit sampai wafat dan dimakamkan pada hari kemengan kaum muslimin. Kemudian Utsman dinikahkan Rasulullah dengan puterinya Ummu Kalsum, itulah sebabnya dia digelari Dzunnurain.

2)      Diangkat Menjadi Khalifah
Para sahabat terkemuka meminta Umar agar menetapkan penggantinya sebagai khalifah bila dia meninggal dunia. Dia menolak karena orang yang dipandangnya cakap Abu Ubaidah bin Jarrah telah meninggal dunia. Ada usul agar anaknya Abdullah bin Umar dapat diangkat, itu pun ditolaknya juga. Akhirnya dia membentuk “Panitian Enam” (Ashab al-Sittah) dan diberi tugas untuk memilih penggantinya. Mereka itu adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, Zubeir bin Awwam, Abd. Rahman bin Auf, dan Saad bin Abi Waqqash.
Mereka bersidang sesudah Umar wafat. Dalam sidang itu mulai nampak persaingan antara Bani Hasyim dengan Bani Umayah. Dua keturunan yang juga bersaing di masa jahiliyah. Kedua keturunan itu kini terwakili dalam diri Ali dan Utsman yang merupakan calon terkuat. Berdasarkan hasil sidang dan pendapat di kalangan masyarakat, Abd. Rahman sebagai ketua sidang menetapkan Utsman sebagai khalifah ketiga dalam usia 70 tahun setelah empat hari Umar wafat, dengan tiga pertimbangan;
Pertama, dari segi senioritas bila Ali diangkat menjadi khalifah tidak ada lagi kesempatan buat Utsman sesudahnya.
Kedua, masyarakat telah jenuh dengan pola kepemimpinan Umar yang serba disiplin dan keras bila Ali diangkat akan terulang seperti itu.
Ketiga, menarik jabatan khalifah dari Ali sebagai keluarga Nabi jauh lebih sulit dibandingkan dengan Utsman. Ali bin Abi Thalib dengan pendukungnya turut memberikan bai’at mereka kepada Utsman.
Utsman melanjutkan perluasan wilayah yang dilakukan khalifah Umar. Di fron utara Armenia direbut dari orang-orang Bizantium. Demikian juga pulau Cyprus, pulau Rhodes di fron timur, Thabaristan, Khurasan, dan bagian yang tersisa dari Persia. Di fron barat Tunisia direbut dari Romawi. Sampai di sini ekspansi pertama dalam Islam terhenti, karena disibukkan menhadapi pergolakan dalam negeri pada masa pemerintahan Ali.

3)      Utsman Bin Affan Wafat
Para pemberontak mengepung rumah Utsman selama 40 hari, dalam pada itu salah seorang di antara mereka terkena panah yang datang dari kediaman khalifah. Mereka mendesak agar si pemanah diserahkan kepada mereka. Namun tidak juga dipenuhi khalifah. Akhirnya mereka menyerbu kediaman khalifah dan membunuhnya dalam usia sekitar 82 tahun.

D.    Ali Bin Abi Thallib
1)      Riwayat Singkat
Nama lengkapnya adalah Ali bin Abi Thalib bin Abd al-Muththalib bin Hasyim bin Abd al-Manaf bin Luay bin Kilab bin Qushai. Dia dilahirkan di Makkah sepuluh tahun sebelum kerasulan Nabi Muhammad s.a.w. Ibunya bernama Fathimah binti Asad bin Hasyim bin Abd al-Manaf.
Abu Thalib dikenal mempunyai banyak anak. Ketika Makkah dilanda paceklik, Rasulullah mengajak pamannya Abbas untuk bersama-sama meringankan beban Abu Thalib dengan mengasuh sebagian di antara anaknya. Mereka berdua mendatangi Abu Thalib untuk menawarkan bantuan kepadanya, tawaran tersebut diterima Abu Thalib. Abbas mengambil Ja’far dan Rasulullah mengambil Ali.
Ali adalah orang pertama yang masuk Islam dari kalangan anak-anak, pada saat itu umurnya belum genap berusia tiga belas tahun. Ali adalah orang yang tidur di tempat Nabi, waktu malam beliau hijrah dari Makkah ke Yatsrib dan menyusul Nabi ke Yatsrib setelah menunaikan segala amanah yang dipercayakan Nabi kepadanya.

2)      Diangkat Menjadi Khalifah
Kaum pemberontak menguasai Madinah dan orangorang Bani Umayyah banyak yang meninggalkan ibu kota itu, di antaranya Marwan bin Al-Hakam yang berhasil menyelundupkan baju Utsman yang berlumuran darah ke Makkah.
Kaum pemberontak mendesak Ali supaya bersedia diangkat menjadi khalifah, tetapi ditolaknya, dan dia menegaskan bahwa masalah itu bukanlah urusan mereka, tetapi urusan para pejuang perang Badr. Mana Thalhah, Zubeir, dan mana Sa’ad, tanya Ali kepada mereka. Karena ditolak Ali, mereka kemudian meminta kesediaan Sa’ad bin Abi Waqqash dan Abdurrahman bin Auf. Tetapi masingmasing dari mereka juga menolak.
Kaum pemberontak kembali mendesak Ali supaya bersedia diangkat menjadi khalifah. Ali akhirnya menerima jabatan itu dengan ketentuan dia diberi kesempatan memerintah sesuai dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul. Ia memangku jabatan khalifah itu mulai 24 Juni 656 M. atau tahun 35 H. dalam usia 58 tahun.

3)      Sayyiduna Ali Wafat
Peristiwa tahkim telah menimbulkan perpecahan di kalangan tentara Ali karena mereka tidak menerima hasil tahkim. Selain itu Ali pun tidak menerima hasil tahkim karena kedua hakam telah menyimpang dari Kitabullah dan Sunnah Rasul. Oleh karena itu Ali tetap merasa dirinya sebagai khalifah dan Muawiyah sebagai pembangkang.
Dengan sisa kekuatan yang ada, Ali bertekad memerangi Muawiyah sekali lagi. Untuk itu ia berhasil menggugah hati 65.000 orang berperang. Dalam perjalanan menuju Syam, ada berita dari Nahrawan bahwa orangorang Khawarij melakukan berbagai tindak kekerasan, yaitu penyiksaan dan pembunuhan. Ali terpaksa membatalkan perjalanan ke Syam dan dialihkan menuju Nahrawan. Di sini Ali kembali ditinggalkan sebagian besar tentaranya.
Tentara Ali yang masih tinggal, mengusulkan agar kembali dulu ke Kufah untuk menyiapkan persenjataan yang lebih baik. Ali menerima usul itu. akan tetapi upaya Ali mengumpulkan mereka kembali tidak mereka indahkan.
Keengganan mereka berperang bersama Ali karena beberapa sebab, antara lain. Ali hanya menghalalkan darah musuh, tetapi tidak boleh mengambil harta rampasan dari mereka. Kemungkinan lain, karena Ali tidak bisa memberikan finansial yang cukup bagi mereka. Suatu hal yang menjadi kelemahan Ali. Menurut riwayat, banyak prjurit Ali yang menderita akibat peperangan, namun Ali tidak dapat turun tangan untuk meringankan beban hidup mereka.
Secara militer, posisi Ali sudah lemah. Kesempatan itu digunakan Muawiyah merebut Mesir dan mengangkat Amr bin Ash menjadi gubernur di situ. Jabatan yang dulu pernah dipangkunya di masa Umar bin Khaththab. Sesudah itu, Muawiyah pun merebut Madinah dan Yaman, tetapi penduduk Makkah menolak mengakui Muawiyah.
Sementara itu kaum Khawarij berpendapat bahwa biang keladi perpecahan umat Islam adalah Ali, Muawiyah dan Amr bin al-Ash. Oleh sebab itu mereka sepakat membunuh ketiga tokoh itu pada waktu yang sama.
Abdurrahman bin Muljan berhasil menikam Ali dalam shalat subuh di mesjid Kufah. Barak bin Abdillah al-Tamimi berhasil menikam Muawiyah tetapi hanya terluka dan tidak membahayakannya. ‘Amr bin Bakr alTamimi tidak berhasil menikam ‘Amr karena sakit tidak keluar  pada waktu subuh itu. Orang yang terbunuh adalah yang menggantikannya sebagai imam shalat.
Peristiwa itu terjadi pada bulan Ramadhan 40 H (Januari 661 M). Dalam beberapa hari setelah penikaman itu, Ali meninggal dunia dalam usia enam puluh tiga tahun, setelah memerintah selama lima tahun. Dengan wafatnya khalifah keempat itu berakhirlah pemerintahan al-Khulafa’ al-Rasyidun.


Tidak ada komentar: