Makna sejarah peradaban Islam
Oleh : Afif Izam Taufik
A.
Pengertian Sejarah
Pengertian sejarah secara etimologi
berasal dari kata Arab syajarah artinya
“pohon”. Dalam bahasa Inggeris peristilahan sejarah disebut history yang berarti pengetahuan tentang
gejala-gejala alam, khususnya manusia yang bersifat kronologis. Sementara itu,
pengetahuan serupa yang tidak kronologis diistilahkan dengan science. Oleh
karena itu dapat dipahami bahwa sejarah itu adalah aktivitas manusia yang
berhubungan dengan kejadian-kejadian tertentu yang tersusun secara kronologis.
B.
Pengertian Peradaban
Kata peradaban adalah terjemahan
dari kata Arab alHadharah. Juga
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan Kebudayaan. Padahal istilah
peradaban dipakai untuk bagian-bagian dan unsur-unsur dari kebudayaan yang
halus dan indah. Peradaban sering juga dipakai untuk menyebut suatu kebudayaan
yang mempunyai sistem teknologi, seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan
dan ilmu pengetahuan yang maju dan kompleks
C.
Makna Islam
Islam yang diturunkan di Jazirah
Arab telah membawa bangsa Arab yang semula terkebelakang, bodoh, tidak dikenal
dan diabaikan oleh bangsa-bangsa lain, menjadi bangsa yang maju dan
berperadaban. Ia sangat cepat bergerak mengembangkan dunia membina suatu
kebudayaan dan peradaban yang sangat penting artinya dalam sejarah manusia
hingga sekarang. Bahkan kemajuan bangsa Barat pada mulanya bersumber dari
peradaban Islam yang masuk ke Eropa melalui Spanyol.
Islam memang berbeda dengan agama lain.
Islam bukan kebudayaan, akan tetapi menimbulkan kebudayaan. Kebudayaan yang
ditimbulkannya dinamakan kebudayaan atau peradaban Islam. Landasan “peradaban
Islam” adalah “kebudayaan Islam” terutama wujud idealnya, sementara landasan
“kebudayaan Islam”adalah agama Islam. Jadi agama Islam melahirkan kebudayaan.
Kalau kebudayaan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, maka agama Islam adalah
wahyu dari Tuhan.
Penulis Barat banyak yang
mengidentikkan “kebudayaan” dan “peradaban” Islam dengan “kebudayaan” dan “peradaban”
Arab. Untuk masa periode klasik, pendapat itu mungkin dapat dibenarkan. Karena,
pada masa itu pusat pemerintahan hanya satu dan untuk beberapa abad sangat
kuat. Peranan bangsa Arab di dalamnya sangat dominan. Semua wilayah kekuasaan
Islam mengunakan bahasa Arab sebagai bahasa administrasi.
Akan tetapi pada masa periode
pertengahan dan periode modern sudah terdapat “kebudayaan-kebudayaan” dan
“peradaban-peradaban” Islam non-Arab, seperti peradaban Persia, Turki, Urdu di
India. Peran Arab pada masa ini sudah jauh menurun. Bahkan tiga kerajaan besar
Islam pada periode pertengahan tidak satupun yang dikuasai oleh bangsa Arab.
Namun meskipun sejak periode pertengahan sudah terdapat “kebudayaan-kebudayaan”
dan “peradabanperadaban” Islam non-Arab, semuanya masih dipersatukan oleh Islam
yang menjadi landasannya. Oleh karena itu, dinamai “kebudayaan” dan “peradaban”
Islam, bukan “kebudayaan” Arab dan “peradaban” Arab.
D.
Periode Sejarah Peradaban Islam
Menurut Nourouzzaman Shiddiqy
Sejarah peradaaban Islam dibagi menjadi tiga
periode; pertama, periode klasik (+650–1258
M); kedua, periode pertengahan (jatuhnya Baghdad sampai ke penghujung abad
ke-17 M) dan periode modern (mulai abad
ke-18 sampai sekarang).
Sedangkan menurut Harun Nasution
Sejarah peradaaban Islam dibagi menjadi tiga
periode: pertama, periode klasik (650–1250 an); kedua, periode pertengahan
(1250 – 1800 an) dan periode modern (1800 sampai sekarang).
1)
Periode
Klasik
Periode Klasik merupakan masa kemajuan, keemasan dan kejayaan Islam
dan dibagi ke dalam dua fase. Pertama,
adalah fase ekspansi, integrasi dan pusat kemajuan (650 – 1000 M). Di masa
inilah daerah Islam meluas melalui Afrika utara sampai Di masa ini pulalah
berkembang dan memuncak ilmu pengetahuan, baik dalam bidang agama maupun umum
dan kebudayaan serta peradaban Islam.
Di masa inilah yang menghasilkan ulama-ulama besar, seperti Imam
Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i dan Imam Ibn Hambal dalam bidang Fiqh.
Imam al-Asya’ri, Imam al-Maturidi, Wasil ibn ‘Ata’ , Abu Huzail, Al-Nazzam dan
Al-Jubba’i dalam bidang Teologi. Zunnun al-Misri, Abu Yazid al-Bustami dan
alHallaj dalam bidang Tasawuf. Al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn Miskawaih
dalam bidang Falsafat. Ibn Hayyam, al-Khawarizmi, al-Mas’udi dan al-Razi dalam
bidang Ilmu Pengetahuan, dan lain-lainnya.
Kedua, fase disintegrasi (1000 – 1250 M). Di masa ini keutuhan umat
Islam dalam bidang politik mulai pecah. Kekuasaan khalifah menurun dan akhirnya
Baghdad dapat dirampas dan dihancurkan oleh Hulagu Khan di tahun 1258 M.
Khalifah sebagai lambang kesatuan politik umat Islam hilang.
2)
Periode Pertengahan
Periode pertengahan juga dibagi ke dalam dua fase. Pertama, fase kemunduran (1250 – 1500
M). Di masa ini desentralisasi dan disintegrasi bertambah meningkat. Perbedaan
antara Sunni dan Syi’ah dan juga antara Arab dan Persia bertambah nyata
kelihatan. Dunia Islam terbagi dua. Bagian Arab yang terdiri dari Arabia, Irak,
Suria, Palestina, Mesir dan Afrika utara berpusat di Mesir. Bagian Persia yang
terdiri dari Balkan, Asia kecil, Persia dan Asia tengah berpusat di Iran.
Kebudayaan Persia mendesak kebudayaan Arab. Pada fase ini, di kalangan umat
Islam semakin meluas pendapat bahwa pintu ijtihat tertutup. Demikian juga
tarekat dengan pengaruh negatifnya. Perhatian pada ilmu pengetahuan kurang
sekali. Umat Islam di Spanyol dipaksa masuk Kristen atau keluar dari daerah
itu.
Kedua,
fase tiga kerajaan besar (1500 – 1700 M) dan masa kemunduran (1700 – 1800 M).
Tiga kerajaan besar tersebut adalah kerajaan Usmani di Turki, kerajaan Safawi
di Persia dan kerajaan Mughal di India. Kejayaan Islam pada tiga kerajaan
besar ini terlihat dalam bentuk arsitek
sampai sekarang dapat dilihat di Istambul, Iran dan Delhi. Perhatian pada ilmu
pengetahuan kurang sekali. Masa kemunduran, Kerajaan Safawi dihancurkan oleh
serangan-serangan bangsa Afghan. Kerajaan Mughal diperkecil oleh
pukulan-pukulan raja-raja India. Kerajaan Usmani terpukul di Eropa. Umat Islam
semakin mundur dan statis. Dalam pada itu, Eropa bertambah kaya dan maju.
Penjajahan Barat dengan kekuatan yang dimilikinya meningkat ke dunia Islam.
Akhirnya Napoleon menduduki Mesir di tahun 1748 M. Saat itu Mesir adalah salah satu pusat peradaban Islam yang
terpenting.
3) Periode Modern
Periode modern (1800 – sekarang) merupakan zaman kebangkitan umat
Islam. Jatuhnya Mesir ke tangan Barat menginsafkan dunia Islam akan
kelemahannya dan menyadarkan umat Islam bahwa di Barat telah timbul peradaban
baru yang lebih tinggi dan merupakan ancaman bagi umat Islam. Raja-raja dan
para pemuka Islam mulai memikirkan bagaimana meningkatkan mutu dan kekuatan
umat Islam kembali.
Dengan demikian, keadaan menjadi berbalik seratus delapan puluh
derajat. Kalau di periode klasik, orang Barat yang kagum melihat kebudayaan dan
peradaban umat Islam, tetapi di periode modern umat Islam yang heran melihat
kebudayaan dan kemajuan Barat. Karena umat Islam heran melihat alat-alat ilmiah
seperti teleskop, mikroskop, alat-alat untuk percobaan kimiawi, dan dua set alat
percetakan dengan huruf Latin, Arab dan Yunani yang dibawa serta oleh Napoleon.
Jadi, di periode modern ini, timbullah pemikiranpemikiran, ide-ide mengapa umat
Islam lemah, mundur, dan bagaimana mengatasinya, dan perlu adanya pembaharuan
dalam Islam.
Dari uraian di atas dapat dilihat perjalanan sejarah naik turunnya
peradaban Islam mulai dibentuk pada masa Nabi, mengalami pertumbuhan di masa
Daulah Umaiyah Suria, dan masa puncak di masa Dinasti Abbasiyah Baghdad dan
Dinasti Umayah Spanyol, serta memasuki masa kemundurannya pada periode
pertengahan, hal itu menimbulkan
kesadaran bagi umat Islam untuk kembali
bangkit di periode modern.
Sejarah Bangsa Arab
1.
SEJARAH BANGSA ARABSEBELUM ISLAM
A.
Asal Usul Bangsa Arab
Bangsa Arab berasal dari ras Samiyah dan terbagi kepada dua suku. Pertama, suku Arab al-Baidah , yaitu
bangsa Arab yang sudah punah seperti kaum ‘Ad dan Tsamud. Kedua, suku Arab al-Baqiyah, yaitu bangsa Arab yang masih hidup
sampai sekarang, terdiri dari keturunan Qahthan dan Adnan.
Negeri asli keturunan Qahthan adalah Arabia Selatan, di antara
mereka ada yang muncul menjadi Raja, seperti Raja Yaman, Raja Saba’ dan Raja
Himyar. Tetapi semenjak bendungan Saba’ rusak, di antara mereka ada yang
mengembara ke utara dan malahan dapat membentuk kerajaankerajaan, seperti Hirah
dan Ghasasinah. Termasuk suku Aus dan Khazraj yang mendiami Madinah juga
berasal dari suku Qahthan ini.
Adapun keturunan Adnan, mereka disebut juga Arab Musta’ribah
artinya percampuran antara darah Arab asli yang mendiami Makkah dengan darah
pendatang, yaitu Nabi Isma’il AS. Salah satu anaknya adalah Adnan yang
menurunkan keturunan Quraisy, kemudian keturunan Abd al-Muthalib, kakek Nabi
Muhammad SAW yang lebih dikenal dengan
keturunan bani Hasyim. Itulah sebabnya
silsilah Nabi Muhammad s.a.w. dapat ditelusuri sampai ke atas terus kepada Nabi
Isma’il AS
B.
Agama dan Kepercayaan
Mayoritas penduduk Jazirah Arab di masa Jahiliyah menyembah
berhala, sedangkan minoritas di antara
mereka ada orang Yahudi di Yatsrib, orang Kristen Najran di Arabia Selatan dan
sedikit yang beragama Hanif di Makkah. Agama berhala dibawa pertama kali dari
Syam ke Makkah oleh ‘Amru bin Luhay, dan diterima sebagai agama baru oleh Bani
Khuza’ah, satu keturunan dengan ‘Amru, di saat itu pemegang kendali Ka’bah.
Kemudian agama berhala ini berkembang pesat sehingga menjadi agama mayoritas
penduduk kota Makkah. Setiap kabilah
mempunyai berhala sendiri. Jenis dan bentuk berhala bermacam-macam, tergantung
pada persepsi mereka tentang tuhannya. Berhala-berhala tersebut dipusatkan
mereka di Ka’bah. Di kalangan orang Badwi, mereka menyembah pohon, bulan dan
bintang, sebab menurut mereka kehidupan mereka diatur oleh bulan dan bintang
bukan matahari, bahkan matahari menurut mereka merusak tanaman dan ternak
mereka.
C.
Pemerintahan
Terdapat dua Negara adi kuasa di masa Jahiliyah, yaitu kerajaan
Bizantium Romawi di barat dan kerajaan Persia di timur. Selama zaman Jahiliyah,
seluruh Simenanjung Arabia, menikmati kemerdekaan penuh, kecuali daerah utara
(Palestina, Libanon, Yordania dan Syam) berada dibawah kekuasaan Bizantium dan
Irak berada di bawah kekuasaan Persia. Mungkin karena kegersangannya, dua
negara adi kuasa Bizantium dan Persia tidak tertarik menjajah Arab, kecuali
daerah utara yang tunduk di bawah kekuasaan mereka.
Di kalangan orang Arab Badwi tidak ada pemerintahan. Kesatuan
politik mereka bukanlah bangsa, tetapi suku yang dipimpin kepala suku yang
disebut Syaikh. Mereka sangat menekankan hubungan kesukuan sehingga kesetiaan
atau solidaritas kelompok menjadi sumber kekuatan bagi suatu kabilah atau suku.
Bagi masing-masing suku terdapat seorang pemimpin (Syaikh). Dalam memilih
pemimpin kriteria yang dipakai adalah pemberani, pemurah, cerdas, arief dan
bijaksana. Karena tidak adanya pemerintahan pusat hubungan antar suku selalu
dalam konflik. Peperangan antara suku sering terjadi.
D.
Ekonomi
Pada masa pemerintahan kerajaan Saba’ dan Himyar di Jazirah Arab
selatan, kegiatan perdagangan orang Arab meliputi laut dan darat. Kegiatan
perdagangan di laut mereka pergi ke India, Tiongkok dan Sumatera dan kegiatan
perdagangan di darat ialah di Jazirah Arab.
E.
Sosial Budaya
Kaum wanita dianggap sebagai benda mati yang tidak mempunyai hak
apapun, termasuk hak untuk dihormati. Seseorang bisa mengawini wanita berapa
pun dia suka, dan dapat menceraikannya kapan saja dia mau. Bila seorang ayah
diberi tahu bahwa anaknya yang lahir seorang wanita, dia sedih bercampur marah.
Kadang-kadang bayi wanita itu dikubur hidup-hidup. Kehidupan yang keras dan
menantang mendorong mereka untuk memiliki anak laki-laki saja. Walaupun begitu,
tidak semua perempuan mereka bunuh.
Wanita boleh menikah lebih dari seorang suami (poliandri). Sedang
wanita bersuami memperbolehkan suaminya berhubungan dengan wanita lain untuk
memperoleh keturunan. Ibu tiri kadangkadang dikawini anak tirinya. Saudara
laki-laki terkadang mengawini saudari perempuannya. Gadis-gadis nakal terbiasa
pergi ke daerah-daerah pinggiran untuk bersenang-senang dengan laki-laki lain.
Memiliki hamba sahaya menjadi salah satu ciri masyarakat Arab.
Mereka memperlakukan hamba sahaya secara tidak manusiawi. Karena mereka
memiliki hak penuh atas hidup matinya, fisik maupun mentalnya. Kehidupan
jahiliyah sesungguhnya manifestasi dari kehidupan barbarisme, karena ketimpangan
sosial, penganiayaan, meminum minuman keras, perjudian, pelacuran dan
pembunuhan merupakan pemandangan yang biasa dalam kehidupan sosial mereka
sehari-hari.
Sejarah Nabi Muhammad SAW
A.
Periode Makkah
1)
Sebelum Diangkat Menjadi Rasul
Nabi Muhammad s.a.w lahir pada hari Senin tanggal 20 April 571 M
tahun Gajah di suatu tempat yang tidak jauh dari Ka’bah, ia berasal dari
kalangan bangsawan Quraisy dari Bani Hasyim, sementara masih ada bangsawan
Quraisy yang lain, yaitu Bani Umaiyah. Tapi Bani Hasyim lebih
mulia dari Bani Umaiyah. Ayahnya Abdullah bin Abdul Muththalib dan ibunya
Aminah binti Wahab. Garis nasab ayah dan ibunya bertemu pada Kilab bin Murrah.
Apabila ditarik ke atas, silsilah keturunan beliau baik dari ayah maupun ibunya
sampai kepada Nabi Isma’il AS dan Nabi Ibrahim AS.
Ketika ia masih tiga bulan dalam kandungan Ayahnya meninggal dunia
pada saat pergi berniaga ke Yatsrib, sementara ibunya Aminah wafat di Abwa
sewaktu pulang dari menziarahi makam Abdullah, ketika itu ia berusia 6 tahun. Kakeknya
Abdul Muthalib mengasuhnya selama dua tahun, kemudian kakeknya itu pun
meninggal dunia pula dalam usianya 8 tahun, dan ia diasuh oleh pamannya Abu
Thalib. Dari kisah Nabi tersebut dapat diketahui bahwa tanggung jawab hak asuh
anak apabila ayahnya meninggal berturut-turut dari ibu ke kakek,
kemudian ke paman.
Ada dua jenis pekerjaan yang dilakukannya sebelum menjadi Rasul. Pertama, mengembala kambing ketika ia
bersama ibu susuannya Halimahtus Sa’diyah tinggal di desa. Kedua, berdagang ketika ia tinggal bersama pamannya, ia mengikuti
pemannya berdagang ke negeri Syam, sampai ia dewasa dan dapat berdiri sendiri.
Sebagai seorang pedagang, selainia berdagang dengan pamannya,ia
juga melakukan kerjasama dagang dengan Khadijah, seorang janda kaya. Khadijah memberinya
modal untuk berdagang ke negeri Syam, dan beliau memperoleh untung besar.
Khadijah tertarik pada kejujuran dan akhlaknya yang baik, dan ingin menjadi
suaminya, setelah sebelumnyaia berkali-kali menolak pinangan bangsawan Quraisy.
Dari dua pekerjaan yang dilakukan Nabi menjelang usiannya 25 tahun
memberi modal kepadanya untuk dapat hidup lebih mandiri kelak. Mengembala
kambing adalah pekerjaan yang memerlukan kesabaran kuat, sementara berdagang
melatih kejujuran di saat sulitnya mencari orang yang jujur waktu itu. Dalam
usia 25 tahun, Abu Thalib menawarkan keponakannya itu kepada Khadijah binti
Khuwailid. Tawaran Abu Thalib diterima Khadijah. Pernikahan Nabi dengan
Khadijah binti Khuwailid berlangsung ketika Muhammad berusia 25 tahun dan
Khadijah 40 tahun dengan mahar 20 ekor unta.
2)
Diangkat Menjadi Rosul
Menjelang usia 40 tahun, selama satu bulan dalam setiap tahun
Muhammad mengasingkan diri ke Gua Hira’ untuk merenungi alam dengan ciptaannya.
Istrinya Khadijah memberi dukungan penuh terhadap keinginannya tersebut.
Disediakannya makanan untuk dibawa suaminya Muhammad sebagai bekal ke Gua Hira’
itu.
Demikianlah dilakukan Muhammad setiap tahun. Ketika usianya 40
tahun, pada tanggal 17 Ramadhan 611 M, malaikat Jibril mendatanginya
menyampaikan wahyu Allah yang pertama surat al-Alaq (ayat 1-5). Berarti secara
simbolis Muhammad telah dilantik sebagai Nabi akhir zaman.
3)
Tahap-Tahap Dakwah
Rasulullah berdakwah melalui beberapa tahap. Pertama, secara diam-diam di lingkungan keluarga dan sahabat
dekatnya. Diterima oleh istrinya Khadijah, anak pamannya Ali, anak angkatnya
Zaid bin Hãritsah, serta sahabat dekatnya Abu Bakar. Melalui Abu Bakar, masuk
Islam pula Utsman bin Affan, Zubeir bin Awwam, Saad bin Abi Waqqas, Abdurrahman
bin Auf, Talhah bin Ubaidillah, Abu Ubaidah bin Jarrah, dan beberapa budak dan
fakir miskin. Dakwah ini berlangsung selama tiga tahun.
Kedua, dakwah kepada keturunan Abdul Muthalib. Hal ini dilakukan setelah
turunnya wahyu ketiga, sûrah AlSyu’ara’ (ayat 214). Nabi mengumpulkan dan
mengajak mereka supaya beriman. Akan tetapi Abu Lahab beserta istrinya mengutuk
Nabi, sehingga turun Sûrah al-Masad (ayat 1-5).
Ketiga, dakwah kepada semua orang setelah wahyu Allah sûrah al-Hijir
(ayat 94). Pada tahap ini dakwah ditujukan kepada semua lapisan masyarakat,
tidak terbatas hanya kepada penduduk Makkah saja, tetapi juga termasuk
orangorang yang mengunjungi kota itu.
4)
Tantangan Kaum Quraisy
Kaum Quraisy menentang dakwah Nabi dengan bertahap. Pertama, membujuk, karena kekuatan Nabi
terletak pada perlindungan Abu Thalib yang amat disegani itu. mereka meminta
Abu Thalib memilih satu di antara dua: yaitu memerintahkan Muhammad agar
berhenti dari dakwahnya atau menyerahkannya kepada mereka untuk dibunuh. Abu
Thalib mengharapkan Muhammad agar menghentikan dakwahnya. Namun Nabi menolak
dengan mengatakan “Demi Allah saya tidak akan berhenti memperjuangkan amanat
Allah ini. Walaupun seluruh anggota keluarga dan sanak saudara mengucilkan
saya”. Abu Thalib sangat terharu mendengarkan jawaban keponakannya itu, kemudian
ia berkata “Teruskanlah, demi Allah aku akan terus membelamu”.
Merasa gagal dengan cara ini, kaum Quraisy kemudian mengutus Walid
bin Mughirah dengan membawa Umarah bin Walid, seorang pemuda yang gagah dan
tampan untuk dipertukarkan dengan Nabi Muhammad s.a.w. Walid bin Mughirah
berkata kepada Abu Thalib “Ambillah dia menjadi anak saudara, tetapi serahkan
Muhammad kepada kami untuk kami bunuh”. Usul ini langsung ditolak keras oleh
Abu Thalib.
B.
Periode Madinah
1)
Hijrah ke Yatsrib
Setelah mendapat perintah hijrah dari Allah Swt. Rasulullah menemui
sahabatnya Abu Bakar agar mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam
perjalanan. Nabi juga menemui Ali dan meminta kepadanya agar tidur di kamarnya
guna mengelabui musuh yang berencana membunuhnya. Senin malam Selasa itu,
Nabi ditemani Abu Bakar dalam
perjalanan menuju Yatsrib. Keduanya singgah di Gua Tsur, arah selatan Makkah
untuk menghindar dari pengejaran orang kafir Quraisy. Mereka bersembunyi di
situ selama tiga malam.
Pada malam ketiga mereka keluar dari persembunyiannya dan
melanjutkan perjalanan menuju Yatsrib bergerak ke arah barat menuju laut merah
melawati jalan yang tidak biasa dilewati qabilah dagang ketika itu. Setelah
tujuh hari dalam perjalanan Nabi Muhammad s.a.w, dan Abu Bakar sampai di Quba.
Ketika tiba di Quba, sebuah desa yang
jaraknya sekitar 10 Km dari Yatsrib, Nabi istirahat beberapa hari lamanya. Ia
menginap di rumah Kalsum bin Hindun.
Di halaman rumah ini Nabi membangun sebuah mesjid yang pertama kali
dibangunnya yang dikenal dengan masjid Quba. Tak lama kemudian Ali Makkah,
sementara itu penduduk Yatsrib menunggu-nunggu kedatangan mereka, akhirnya yang
mereka tunggu itu datang mereka sambut dengan penuh sukacita.
Pada hari Jum’at 12 Rabiulawwal 13 Kenabian / 24 September 622 M,
Nabi meninggalkan Quba, di tengah perjalanan di perkampungan Bani Salim, Nabi
melaksanakan shalat Jum’at pertama di dalam sejarah Islam. Sesudah melaksanakan
shalat Jum’at, Nabi melanjutkan perjalanan menuju Yatsrib dan disambut oleh
Bani Najjar.
2)
Membangun Masyarakat Islam
Guna membina masyarakat yang baru itu, Nabi meletakkan dasar-dasar
kehidupan bermasyarakat di kalangan internal umat Islam. Pertama, pembangunan mesjid. Setiap kabilah sebelum Islam datang,
mereka memiliki tempat pertemuan sendiri-sendiri. Nabi menginginkan agar
seluruh umat Islam hanya memiliki satu tempat pertemuan.
Maka beliau membangun sebuah masjid yang diberi nama “Baitullah”.
Di masjid ini, selain dijadikan tempat
shalat, juga belajar, tempat bermusyawarah merundingkan masalah-masalah yang
dihadapi, bahkan juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan.
Kedua, Nabi mempersaudarakan antara golongan Muhajirin (muslim asal
Makkah) dan kaum Ansar (muslim Madinah). Dengan demikian, setiap muslim terikat
dalam suatu persaudaraan dan kekeluargaan. Abu Bakar, misalnya, dipersaudarakan
Nabi dengan Kharijah bin Zaid, Ja’far bin Abi Thalib dengan Mu’az bin Jabal.
Hal ini berarti Rasulullah menciptakan suatu bentuk persaudaraan yang baru,
berdasarkan agama, menggantikan persaudaraan berdasarkan kesukuan, di zaman
jahiliah.
3)
Mengadakan Perjanjian Dengan Non-Muslim/ Konstitusi Madinah
Penduduk Madinah di awal kedatangan
Rasulullah terdiri dari tiga kelompok, yaitu bangsa Arab muslim, bangsa Arab
non-muslim dan orang Yahudi. Untuk menyelaraskan hubungan antara tiga kelompok
itu, Nabi mengadakan perjanjian dalam piagam yang disebut “Konstitusi Madinah”,
yang isinya antara lain:
Pertama, Semua kelompok yang menandatangani piagam merupakan suatu bangsa.
Kedua, Bila salah satu kelompok
diserang musuh, maka kelompok lain wajib
untuk membelanya.
Ketiga, Masing-masing kelompok
tidak dibenarkan membuat perjanjian dalam bentuk apapun dengan orang Quraisy.
Keempat, Masing-masing kelompok bebas menjalankan ajaran agamanya tanpa
campur tangan kelompok lain.
Kelima, Kewajiban penduduk Madinah, baik kaum Muslimin, non-Muslim,
ataupun bangsa Yahudi, saling bantu membantu moril dan materiil.
Keenam, Nabi Muhammad adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah dan dia
menyelesaikan masalah yang timbul antar kelompok.
Berdasarkan konstitusi di atas,
dapat diketahui bahwa Nabi telah membentuk negara Islam di Madinah dan
Rasulullah menjadi kepala pemerintahannya yang mempunyai otoritas untuk
menyelesaikan segala masalah yang timbul berdasarkan konsitusi.
4)
Permusuhan Kafir Quraisy dengan
Nabi
Meskipun Nabi dan umat Islam telah meninggalkan Makkah, tetapi
kafir Quraisy tidak menghentikan permusuhannya karena jika Islam berkembang di
Madinah bukan hanya mengancam kepercayaan mereka tetapi juga ekonomi. Sebab
letak Madinah berada di jalur dagang mereka ke Syam.
Maka tidak mengherankan jika terjadi peperangan antara umat Islam
dengan kafir Quraisy selama 8 tahun dalam puluhan kali pertempuran. Yang
terpenting di antaranya adalah: Perang Badar, Perang Uhud, Perang Ahzab,
Perjainjian Hudaibiyah, Masa Gencatan Senjata, Penaklukan Kota Makkah.
5)
Permusuhan Yahudi dengan Nabi
Seperti telah disebutkan bahwa
pada mulanya orang Yahudi
termasuk di antara orang yang menantinantikan kedatangan Nabi Muhammad
s.a.w., tetapi karena Nabi berasal dari bangsa Arab, mereka menolaknya. Sewaktu
Rasulullah mengadakan konstitusi Madinah mereka termasuk yang ikut serta
menandatangani perjanjian tersebut, tetapi tidak dengan hati yang jujur dan
melanggarnya. Kedengkian mereka semakin bertambah kepada umat Islam setelah
mereka menyaksikan pesatnya perkembangan Islam di Madinah.
Mereka memusuhi Islam dengan bertahap. Mula-mula bergabung dengan
orang Quraisy, dengan tipu muslihat agar orang Arab sendiri yang menghancurkan
orang Arab dengan pedang mereka. Kemudian mereka dengan terang-terangan
memusuhi Islam.
6)
Nabi Wafat
Tiga bulan setelah Nabi kembali ke Madinah, beliau menderita sakit.
Abu Bakar disuruh Nabi mengimami kaum muslimin dalam sholat sebanyak tiga kali,
bila beliau tidak sanggup melakukannya. Sakit Nabi itu berlangsung selama 14
hari. Akhirnya beliau menghembuskan nafas terakhir pada hari Senin, 12 Rabiul
Awwal 11 H, dalam usia 63 tahun di rumah istrinya ‘Aisyah.
Kaum muslimin yang diberitahukan atas wafatnya Nabi itu dicekam
kebingungan, tetapi Abu Bakar tampil membacakan ayat al-Qur’an Surat Ali ‘Imran
ayat 144, dan berpidato: “wahai manusia, barang siapa memuja Nabi Muhammad,
maka Nabi Muhammad telah wafat. Tetapi barang siapa memuja Allah Swt. maka
Allah Swt. hidup selama-lamanya.
Dari perjalanan
sejarah Rasulullah di atas, dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad s.a.w. di
Makkah hanya sebagai seorang Rasul. Sedang di Madinah selain sebagai Rasul
pemimpin agama, Nabi juga seorang Kepala Negara, komandan perang, pemimpin
politik dan adminstrator yang cakap, sehingga dalam waktu 10 tahun beliau
berhasil mewujudkan penduduk sahara itu ke dalam kekuasaannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar