Rabu, 02 November 2016

Sistem Zakat dan Dampaknya terhadap Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat



BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Berbagai program pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraaan masyarakat yang telah dilaksanakan pemerintah dengan memberdayakan masyarakat masih belum memperlihatkan hasil yang signifikan. Hal ini menandakan bahwa pemerintah pun perlu didukung dan dibantu dengan program-program pemberdayaan masyarakat lainya.
Sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang harus dimiliki ummat Islam, seperti sarana pendidikan, kesehatan, maupun sosial ekonomi dan terlebih lagi bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia. Zakat seyogyanya menjadi dana produktif agar masyarakat tidak hanya dapat menikmati akan tetapi juga dapat menghasilkan, mendayagunakan dana tersebut untuk kemaslahatan umat.
Hasil penghimpunan zakat haruslah berputar, tak lagi hanya sekedar untuk dikonsumsi, akan tetapi perlu dimanfaatkan, agar dana atau hasil penghimpunan zakat menjadi produktif. Produktif, artinya menghasilkan sesuatu, menambah dan memperluas manfaat dari sesuatu.
Berikut akan kami uraikan bagaimana aspek manajemen pendayagunaan zakat, dengan demikian, diharapkan zakat mampu membantu pemerintah dalam upaya penyejahteraan masyarakat.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari pendistribusian zakat ?
2.      Bagaimana pola pendistribusian zakat ?
3.      Bagaimana peran zakat dalam pembangunan social ?
4.      Bagaimana peran zakat dalam meningkatan kesejahteraan masyarakat ?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pendistribusian Zakat
Pendistribusian adalah penyaluran/ pembagian/ pengiriman barang-barang dan sebagainya kepada orang banyak atau beberapa tempat. Jadi  pendistribusian zakat adalah penyaluran zakat kepada orang yang berhak  menerima ( mustahiq zakat)  baik secara konsumtif ataupun produktif. Di dalam surat At-taubah ayat 60 disebutkan delapan kategori kelompok yang berhak menerima zakat ( mustahiq ).

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَ فِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Artinya “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”

Dari ayat ini cukup jelas bahwa pendistribusian zakat harus sampai kepada delapan kelompok yang telah disebutkan, walaupun dalam perkembangannya mengalami perluasan makna karena menyesuaikan dengan perkembangan situasi dan kondisi modern.[1]
B.     Pola Pendistribusian Zakat
Dana zakat pada awalnya lebih didominasi oleh pola pendistribusian secara konsumtif untuk tujuan meringankan beban mustahiq dan merupakan program jangka pendek dalam rangka mengatasi permasalahan umat. tanpa harapan timbulnya muzakki baru. Namun saat ini pendistribusian zakat mulai dikembangakan dengan pola pendistribusian secara produktif. Berikut penjelasan pola pendistribusian zakat:
a.      Konsumtif  Tradisional
Pendistribusian zakat secara konsumtif tradisional adalah zakat dibagikan kepada mustahiq untuk dimanfaatkan secara langsung untuk kebutuhan konsumsi sehari-hari, seperti pembagian zakat fitrah berupa beras dan uang kepada fakir miskin setiap idul fitri atau pembagian zakat mal  kepada korban bencana alam.
b. Konsumtif  Kreatif
Pendistribusian zakat secara konsumtif kreatif adalah zakat diwujudkan dalam bentuk lain dari barang semula, seperti pemberian alat-alat sekolah dan beasiswa untuk para pelajar, atau bantuan sarana ibadah seperti sarung dan mukena.
c. Produktif  Tradisional
Pendistribusian zakat secara produktif tradisional adalah zakat yang diberikan dalam bentuk barang-barang produktif, seperti pemberian bantuan ternak kambing, sapi perahan atau untuk membajak sawah, alat pertukangan, mesin jahit. Pemberian dalam bentuk ini akan mampu menciptakan suatu usaha dan membuka lapangan kerja bagi fakir miskin.
d. Produktif  Kreatif
Pendistribusian zakat secara produktif kreatif adalah zakat yang diwujudkan dalam bentuk pemberian modal, baik untuk membangun proyek sosial atau menambah modal usaha kecil, seperti pembangunan sekolah, sarana kesehatan atau tempat ibadah maupun sebagai modal usaha untuk pengembangan usaha para pedagang kecil.
Agar dapat melakukan pendistribusian yang efektif, maka aspek sosial ekonomi perlu mendapatkan penekanan. Dana zakat tidak diprioritaskan untuk kebutuhan konsumtif, namun dana zakat harus bersifat produktif. Terdapat dua pendekatan dalam sistem pendistribusian dana zakat.[2]

C.     Peran Strategis Zakat dalam Pembangunan Sosial
Kewajiban zakat dalam pembangunan pada hakekatnya merupakan implementasi dari pembangunan sosial. Penerapan zakat dalam pembangunan dan aktifitas ekonomi ditujukan untuk menciptakan harmoni antara pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan ekonomi. Setidaknya, dalam pelaksanaan zakat, terdapat fungsi-fungsi dari pembangunan sosial yang secara umum terlihat dalam dua hal, yaitu agenda redistribusi harta kekayaan dan upaya pemberdayaan masyarakat.
Redistribusi harta kekayaan. Perintah zakat, pada dasarnya, merupakan sebuah upaya agar harta kekayaan dapat terdistribusi secara merata dalam masyarakat. Islam tidak menginginkan harta kekayaan tersebut hanya beredar dikalangan tertentu saja dalam masyarakat. Sebuah peringatan yang justru tengah terjadi dalam dinamika ekonomi kontemporer, di mana para pemilik modal dapat leluasa mengakumulasi modal mereka secara tersistematis dan mampu menikmati kesejahteraan yang sangat layak. Sementara, kelompok masyarakat miskin selalu tertindas karena mereka tidak memiliki modal (harta) sedikitpun untuk dapat menjalani kehidupan ekonomi mereka.
Terkait dengan redistribusi ini, Islam memandang bahwa status kepemilikan harta bukanlah otoritas absolut individu. Artinya, manusia bukanlah pemilik mutlak dari harta kekayaan yang mereka dapati. Semua itu merupakan titipan dari Allah SWT. Lebih lanjut, Islam menegaskan bahwa dalam harta yang diperoleh tersebut, di dalamnya, terdapat hak-hak orang lain dari harta yang mereka hasilkan. Karena itu, redistribusi harta kekayaan melalui zakat, dalam pandangan Islam, memiliki landasan yang jelas.
Adapun dalam pelaksanaannya, zakat tidaklah ditujukan untuk menghentikan kemajuan ekonomi, karena telah mengambil sebagian modalnya untuk pembangunan kesejahteraan orang lain yang kurang beruntung. Sementara, memanjakan ‘orang-orang malas’ agar dapat terus hidup dalam ‘budaya kemiskinan-nya’. Pengalihan sebagian kepemilikan tersebut dimaksudkan agar setiap individu memiliki peluang untuk dapat berpartisipasi dan mengoptimalkan potensinya dalam aktivitas ekonomi.
Islam, dalam konsep zakat ini, memandang bahwa kemiskinan bukanlah disebabkan karena ketidakmampuan individu dalam melakukan proses produksi. Kemiskinan yang terjadi saat ini disebabkan karena mereka tidak memiliki akses untuk melakukan aktifitas ekonomi, dikarenakan ketiadaan harta sebagai modal bagi mereka. Karena itu, kran penyumbat akses menuju aktifitas ekonomi itu harus dibuka dengan redistribusi harta melalui penerapan zakat.
Dengan demikian, zakat, pada dasarnya, merupakan sebuah manifestasi nyata dari konsep ‘trickle down effect’. Aplikasi zakat dalam pembangunan tidak diarahkan untuk mengekang laju pertumbuhan ekonomi, melainkan memberikan kebebasan bagi setiap aktor ekonomi dalam menjalankan aktifitas untuk memperoleh keuntungan yang terbaik dan halal. Namun, zakat mengingatkan bahwa dalam capaian kemajuan ekonomi tersebut, terdapat hak-hak orang lain yang harus diberikan kepada mereka yang kurang beruntung. Sehingga, kemajuan ekonomi memberikan efek yang merembas bagi masyarakat kecil di bawahnya. Dengan analisis yang sama, pelaksanaan zakat memiliki tujuan objektif untuk meruntuhkan fenomena pembangunan yang terdistorsi. Melalui mekanisme redistribusi harta kekayaan, zakat berupaya meminimalisasikan gap antara kemajuan ekonomi dengan kesejahteraan sosial. Redistribusi harta kekayaan tersebut diarahkan pada tujuan yang lebih spesifik yaitu penyebaran kesejahteraan secara progresif. Laju pertumbuhan ekonomi mampu memberikan sharing pendapatan bagi masyarakat yang kurang beruntung, sehingga pertumbuhan ekonomi tidak hanya terjadi pada kelompok yang memiliki modal saja. Tetapi juga tersebar merata bagi mereka yang tergolong miskin, karena adanya tambahan distribusi pendapatan melalui zakat. Oleh karenanya, penerapan zakat dalam pembangunan mampu memacu pembangunan kesejahteraan sosial, bersamaan dengan laju pertumbuhan ekonomi.
Pemberdayaan masyarakat. Dalam pembangunan sektor riil, zakat memiliki peranan yang cukup besar. Peran tersebut diimplementasikan dalam agenda pemberdayaan masyarakat melalui produktifitas dana zakat. Pada dasarnya, zakat merupakan sebuah institusi advokasi yang produktif dalam pemberdayaan masyarakat. Artinya, pemanfaatan zakat semestinya bukan hanya terpaku pada hal-hal yang bersifat karitatif dan konsumtif. Melainkan memiliki agenda pembangunan masyarakat yang terpadu melalui pemberdayaan masyarakat. Tujuan akhir dari zakat adalah menciptakan muzakki-muzakki baru, dan agenda tersebut hanya dapat direalisasikan dengan menjadikan zakat sebagai program produktif pemberdayaan masyarakat.[3]

D.    Peran Zakat dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
Zakat merupakan sesuatu yang tidak asing lagi terdengar di telinga kita sebagai masyarakat muslim, bahkan zakat  tersebut merupakan sesuatu yang sakral dan wajib diaplikasikan bagi setiap masyarakat muslim yang mampu. Setiap 2,5% (minimalnya) dari harta yang dimiliki setiap orang mampu (kaya) wajib dikeluarkan kepada yang membutuhkan, karena di 2,5% itu bukan hak dari si pemilik harta. Harta tersebut merupakan hak bagi masyarakat yang membutuhkan. Zakat tersebut bisa merupakan zakat yang dapat dikonsumsi langsung (Zakat Konsumtif) maupun Zakat yang tidak berhenti di konsumsi, tetapi justru Zakat yang berbentuk investasi dan terus diproduksi (Zakat Produktif). Yaitu berupa pendidikan bagi anak yang kurang mampu, penyuluhan-penyuluhan di daerah miskin, pemberian modal usaha bagi si penerima zakat, dll.
Dalam konteks kemakmuran rakyat (umat), peran zakat dapat dilihat dari beberapa hal berikut ini : 
a.       Zakat akan menumbuhkan akhlak yang mulia berupa kepeduliaan terhadap nasib kehidupan orang lain, menghilangkan rasa kikir dan egoisme (An-Nisa’: 37). 
b.      Zakat berfungsi secara sosial untuk mensejahterakan kelompok mustahiq, terutama golongan fakir miskin ke arah kehidupan yang lebih baik dan sejahtera, dapat menghilangkan atau memperkecil penyebab kehidupan mereka menjadi miskin dan menderita. 
c.       Zakat akan mendorong umat untuk menjadi menjadi muzakki sehingga akan meningkatkan etos kerja dan etika bisnis yang benar. 
d.      Zakat merupakan salah satu instrumen pemerataan pendapatan. Dengan zakat yang dikelola dengan baik dimungkinkan terciptanya pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan. 
Peran pelaksanaan zakat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat diantaranya : 
1.      Mengurangi kesenjangan antara si kaya dan si miskin. 
2.      Kepedulian masyarakat terhadap sesama semakin meningkat. 
3.      Rasa tolong menolong semakin meningkat. 
4.      Solidaritas antar sesama semakin tinggi. 
Ternyata, tidak salah bahwa Islam telah mensyari’atkan Zakat bagi umatnya yang mampu untuk dilaksanakan. Faktanya, zakat sangat berperan bagi pembangunan ekonomi masyarakat modern ini. Disamping itu pula, zakat sangat berperan terhadap distribusi kesejahteraan masyarakat.[4]


















BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Secara umum umat Islam mengharapkan agar pelaksanaan zakat dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya berdasarkan syari’at Islam. Berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintah termasuk ulama dan ilmuwan agar implementasi zakat terlaksana.
Untuk itu sebenarnya konsep operasional penerapan zakat, dapat dijadikan contoh dan terus dikembangkan pada masa sekarang, serta diaktualisasikan sesuai dengan pertumbuhan dan tuntutan masyarakat.
Dengan memberdayakan zakat secara optimal (mulai dari pemetaan data muzakki, pencatatan muzakki, pengumpulan dana/benda zakat, pendistribusian dana/benda zakat, pemetaan dan pencatatan penerima zakat) yang selalu diupdate, insya Allah masalah perekonomian khususnya tentang kemiskinan finansial masyarakat kita akan mendapat enjeksi solutif, sehingga kita akan melihat lahirnya masyarakat yang sejahtera dari sisi ekonomi.












DAFTAR PUSAKA





Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Jakarta : PT. Mitra Kerjaya Indonesia,2002).

Abdul Ghofur Anshori, Hukum Pemberdayaan Zakat , (Yogyakarta : PT. Nuansa Aksara,2006).
https://id.crowdvoice.com/posts/peranan-zakat-2016/10/26


[1] Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Jakarta : PT. Mitra Kerjaya Indonesia,2002).878-879

[2] Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Jakarta : PT. Mitra Kerjaya Indonesia,2002).880-883

[3] https://id.crowdvoice.com/posts/peranan-zakat-2016/10/26
[4] Abdul Ghofur Anshori, Hukum Pemberdayaan Zakat , (Yogyakarta : PT. Nuansa Aksara,2006).79-81

Tidak ada komentar: