BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Berbagai
program pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraaan masyarakat yang
telah dilaksanakan pemerintah dengan memberdayakan masyarakat masih belum
memperlihatkan hasil yang signifikan. Hal ini menandakan bahwa pemerintah pun
perlu didukung dan dibantu dengan program-program pemberdayaan masyarakat
lainya.
Sebagai salah
satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang harus
dimiliki ummat Islam, seperti sarana pendidikan, kesehatan, maupun sosial
ekonomi dan terlebih lagi bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia. Zakat
seyogyanya menjadi dana produktif agar masyarakat tidak hanya dapat menikmati
akan tetapi juga dapat menghasilkan, mendayagunakan dana tersebut untuk
kemaslahatan umat.
Hasil
penghimpunan zakat haruslah berputar, tak lagi hanya sekedar untuk dikonsumsi,
akan tetapi perlu dimanfaatkan, agar dana atau hasil penghimpunan zakat menjadi
produktif. Produktif, artinya menghasilkan sesuatu, menambah dan memperluas
manfaat dari sesuatu.
Berikut akan
kami uraikan bagaimana aspek manajemen pendayagunaan zakat, dengan demikian,
diharapkan zakat mampu membantu pemerintah dalam upaya penyejahteraan
masyarakat.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari pendistribusian zakat ?
2.
Bagaimana pola pendistribusian zakat ?
3.
Bagaimana peran zakat dalam pembangunan social
?
4.
Bagaimana peran zakat dalam meningkatan
kesejahteraan masyarakat ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendistribusian Zakat
Pendistribusian
adalah penyaluran/ pembagian/ pengiriman barang-barang dan sebagainya
kepada orang banyak atau beberapa tempat. Jadi
pendistribusian zakat adalah penyaluran zakat kepada orang yang
berhak menerima ( mustahiq zakat) baik secara konsumtif ataupun produktif. Di dalam
surat At-taubah ayat 60 disebutkan delapan kategori kelompok yang berhak
menerima zakat ( mustahiq ).
إِنَّمَا
الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا
وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَ فِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ
اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Artinya “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah
untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para
mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan,
sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi
Maha Bijaksana”
Dari ayat ini
cukup jelas bahwa pendistribusian zakat harus sampai kepada delapan kelompok
yang telah disebutkan, walaupun dalam perkembangannya mengalami perluasan makna
karena menyesuaikan dengan perkembangan situasi dan kondisi modern.[1]
B.
Pola Pendistribusian Zakat
Dana zakat pada awalnya lebih didominasi oleh pola pendistribusian
secara konsumtif untuk tujuan meringankan beban mustahiq dan merupakan program
jangka pendek dalam rangka mengatasi permasalahan umat. tanpa harapan timbulnya
muzakki baru. Namun saat ini pendistribusian zakat mulai dikembangakan dengan
pola pendistribusian secara produktif. Berikut penjelasan pola pendistribusian
zakat:
a.
Konsumtif Tradisional
Pendistribusian zakat secara
konsumtif tradisional adalah zakat dibagikan kepada mustahiq untuk dimanfaatkan
secara langsung untuk kebutuhan konsumsi sehari-hari, seperti pembagian zakat
fitrah berupa beras dan uang kepada fakir miskin setiap idul fitri atau
pembagian zakat mal kepada korban
bencana alam.
b.
Konsumtif Kreatif
Pendistribusian
zakat secara konsumtif kreatif adalah zakat diwujudkan dalam bentuk lain dari
barang semula, seperti pemberian alat-alat sekolah dan beasiswa untuk para
pelajar, atau bantuan sarana ibadah seperti sarung dan mukena.
c.
Produktif Tradisional
Pendistribusian
zakat secara produktif tradisional adalah zakat yang diberikan dalam bentuk
barang-barang produktif, seperti pemberian bantuan ternak kambing, sapi perahan
atau untuk membajak sawah, alat pertukangan, mesin jahit. Pemberian dalam
bentuk ini akan mampu menciptakan suatu usaha dan membuka lapangan kerja bagi
fakir miskin.
d.
Produktif Kreatif
Pendistribusian
zakat secara produktif kreatif adalah zakat yang diwujudkan dalam bentuk
pemberian modal, baik untuk membangun proyek sosial atau menambah modal usaha
kecil, seperti pembangunan sekolah, sarana kesehatan atau tempat ibadah maupun
sebagai modal usaha untuk pengembangan usaha para pedagang kecil.
Agar dapat
melakukan pendistribusian yang efektif, maka aspek sosial ekonomi perlu mendapatkan penekanan. Dana zakat tidak diprioritaskan
untuk kebutuhan konsumtif, namun dana zakat harus bersifat produktif. Terdapat
dua pendekatan dalam sistem pendistribusian dana zakat.[2]
C.
Peran Strategis Zakat dalam Pembangunan Sosial
Kewajiban zakat dalam pembangunan pada
hakekatnya merupakan implementasi dari pembangunan sosial. Penerapan zakat
dalam pembangunan dan aktifitas ekonomi ditujukan untuk menciptakan harmoni
antara pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan ekonomi. Setidaknya, dalam
pelaksanaan zakat, terdapat fungsi-fungsi dari pembangunan sosial yang secara
umum terlihat dalam dua hal, yaitu agenda redistribusi harta kekayaan dan upaya
pemberdayaan masyarakat.
Redistribusi harta kekayaan. Perintah zakat,
pada dasarnya, merupakan sebuah upaya agar harta kekayaan dapat terdistribusi
secara merata dalam masyarakat. Islam tidak menginginkan harta kekayaan
tersebut hanya beredar dikalangan tertentu saja dalam masyarakat. Sebuah
peringatan yang justru tengah terjadi dalam dinamika ekonomi kontemporer, di
mana para pemilik modal dapat leluasa mengakumulasi modal mereka secara
tersistematis dan mampu menikmati kesejahteraan yang sangat layak. Sementara,
kelompok masyarakat miskin selalu tertindas karena mereka tidak memiliki modal
(harta) sedikitpun untuk dapat menjalani kehidupan ekonomi mereka.
Terkait dengan redistribusi ini, Islam
memandang bahwa status kepemilikan harta bukanlah otoritas absolut individu.
Artinya, manusia bukanlah pemilik mutlak dari harta kekayaan yang mereka
dapati. Semua itu merupakan titipan dari Allah SWT. Lebih lanjut, Islam
menegaskan bahwa dalam harta yang diperoleh tersebut, di dalamnya, terdapat
hak-hak orang lain dari harta yang mereka hasilkan. Karena itu, redistribusi
harta kekayaan melalui zakat, dalam pandangan Islam, memiliki landasan yang
jelas.
Adapun dalam pelaksanaannya, zakat tidaklah
ditujukan untuk menghentikan kemajuan ekonomi, karena telah mengambil sebagian
modalnya untuk pembangunan kesejahteraan orang lain yang kurang beruntung.
Sementara, memanjakan ‘orang-orang malas’ agar dapat terus hidup dalam ‘budaya
kemiskinan-nya’. Pengalihan sebagian kepemilikan tersebut dimaksudkan agar
setiap individu memiliki peluang untuk dapat berpartisipasi dan mengoptimalkan
potensinya dalam aktivitas ekonomi.
Islam, dalam konsep zakat ini, memandang bahwa
kemiskinan bukanlah disebabkan karena ketidakmampuan individu dalam melakukan
proses produksi. Kemiskinan yang terjadi saat ini disebabkan karena mereka
tidak memiliki akses untuk melakukan aktifitas ekonomi, dikarenakan ketiadaan
harta sebagai modal bagi mereka. Karena itu, kran penyumbat akses menuju
aktifitas ekonomi itu harus dibuka dengan redistribusi harta melalui penerapan
zakat.
Dengan demikian, zakat, pada dasarnya,
merupakan sebuah manifestasi nyata dari konsep ‘trickle down effect’. Aplikasi
zakat dalam pembangunan tidak diarahkan untuk mengekang laju pertumbuhan
ekonomi, melainkan memberikan kebebasan bagi setiap aktor ekonomi dalam
menjalankan aktifitas untuk memperoleh keuntungan yang terbaik dan halal.
Namun, zakat mengingatkan bahwa dalam capaian kemajuan ekonomi tersebut,
terdapat hak-hak orang lain yang harus diberikan kepada mereka yang kurang
beruntung. Sehingga, kemajuan ekonomi memberikan efek yang merembas bagi
masyarakat kecil di bawahnya. Dengan analisis yang sama, pelaksanaan zakat
memiliki tujuan objektif untuk meruntuhkan fenomena pembangunan yang
terdistorsi. Melalui mekanisme redistribusi harta kekayaan, zakat berupaya
meminimalisasikan gap antara kemajuan ekonomi dengan kesejahteraan sosial.
Redistribusi harta kekayaan tersebut diarahkan pada tujuan yang lebih spesifik
yaitu penyebaran kesejahteraan secara progresif. Laju pertumbuhan ekonomi mampu
memberikan sharing pendapatan bagi masyarakat yang kurang beruntung, sehingga
pertumbuhan ekonomi tidak hanya terjadi pada kelompok yang memiliki modal saja.
Tetapi juga tersebar merata bagi mereka yang tergolong miskin, karena adanya
tambahan distribusi pendapatan melalui zakat. Oleh karenanya, penerapan zakat
dalam pembangunan mampu memacu pembangunan kesejahteraan sosial, bersamaan dengan
laju pertumbuhan ekonomi.
Pemberdayaan masyarakat. Dalam pembangunan
sektor riil, zakat memiliki peranan yang cukup besar. Peran tersebut
diimplementasikan dalam agenda pemberdayaan masyarakat melalui produktifitas
dana zakat. Pada dasarnya, zakat merupakan sebuah institusi advokasi yang
produktif dalam pemberdayaan masyarakat. Artinya, pemanfaatan zakat semestinya
bukan hanya terpaku pada hal-hal yang bersifat karitatif dan konsumtif.
Melainkan memiliki agenda pembangunan masyarakat yang terpadu melalui
pemberdayaan masyarakat. Tujuan akhir dari zakat adalah menciptakan
muzakki-muzakki baru, dan agenda tersebut hanya dapat direalisasikan dengan
menjadikan zakat sebagai program produktif pemberdayaan masyarakat.[3]
D.
Peran Zakat
dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
Zakat merupakan
sesuatu yang tidak asing lagi terdengar di telinga kita sebagai masyarakat
muslim, bahkan zakat tersebut merupakan sesuatu yang sakral dan
wajib diaplikasikan bagi setiap masyarakat muslim yang mampu. Setiap 2,5%
(minimalnya) dari harta yang dimiliki setiap orang mampu (kaya) wajib
dikeluarkan kepada yang membutuhkan, karena di 2,5% itu bukan hak dari si
pemilik harta. Harta tersebut merupakan hak bagi masyarakat yang membutuhkan.
Zakat tersebut bisa merupakan zakat yang dapat dikonsumsi langsung (Zakat
Konsumtif) maupun Zakat yang tidak berhenti di konsumsi, tetapi justru Zakat
yang berbentuk investasi dan terus diproduksi (Zakat Produktif). Yaitu berupa
pendidikan bagi anak yang kurang mampu, penyuluhan-penyuluhan di daerah miskin,
pemberian modal usaha bagi si penerima zakat, dll.
Dalam konteks kemakmuran rakyat (umat), peran
zakat dapat dilihat dari beberapa hal berikut ini :
a.
Zakat akan menumbuhkan akhlak yang mulia berupa kepeduliaan
terhadap nasib kehidupan orang lain, menghilangkan rasa kikir dan egoisme
(An-Nisa’: 37).
b.
Zakat berfungsi secara sosial untuk mensejahterakan kelompok
mustahiq, terutama golongan fakir miskin ke arah kehidupan yang lebih baik dan
sejahtera, dapat menghilangkan atau memperkecil penyebab kehidupan mereka
menjadi miskin dan menderita.
c.
Zakat akan mendorong umat untuk menjadi menjadi muzakki
sehingga akan meningkatkan etos kerja dan etika bisnis yang benar.
d.
Zakat merupakan salah satu instrumen pemerataan pendapatan.
Dengan zakat yang dikelola dengan baik dimungkinkan terciptanya pertumbuhan
ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan.
Peran pelaksanaan
zakat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat diantaranya :
1.
Mengurangi kesenjangan antara si kaya dan si miskin.
2.
Kepedulian masyarakat terhadap sesama semakin meningkat.
3.
Rasa tolong menolong semakin meningkat.
4.
Solidaritas antar sesama semakin tinggi.
Ternyata, tidak salah bahwa Islam telah
mensyari’atkan Zakat bagi umatnya yang mampu untuk dilaksanakan. Faktanya,
zakat sangat berperan bagi pembangunan ekonomi masyarakat modern ini.
Disamping itu pula, zakat sangat berperan terhadap distribusi kesejahteraan
masyarakat.[4]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Secara umum
umat Islam mengharapkan agar pelaksanaan zakat dapat dilakukan dengan
sebaik-baiknya berdasarkan syari’at Islam. Berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintah
termasuk ulama dan ilmuwan agar implementasi zakat terlaksana.
Untuk itu
sebenarnya konsep operasional penerapan zakat, dapat dijadikan contoh dan terus
dikembangkan pada masa sekarang, serta diaktualisasikan sesuai dengan
pertumbuhan dan tuntutan masyarakat.
Dengan
memberdayakan zakat secara optimal (mulai dari pemetaan data muzakki,
pencatatan muzakki, pengumpulan dana/benda zakat, pendistribusian dana/benda
zakat, pemetaan dan pencatatan penerima zakat) yang selalu diupdate, insya
Allah masalah perekonomian khususnya tentang kemiskinan finansial masyarakat
kita akan mendapat enjeksi solutif, sehingga kita akan melihat lahirnya
masyarakat yang sejahtera dari sisi ekonomi.
DAFTAR
PUSAKA
Yusuf
Qardawi, Hukum Zakat, (Jakarta : PT. Mitra Kerjaya Indonesia,2002).
Abdul
Ghofur Anshori, Hukum Pemberdayaan Zakat , (Yogyakarta : PT. Nuansa
Aksara,2006).
https://id.crowdvoice.com/posts/peranan-zakat-2016/10/26
[1]
Yusuf
Qardawi, Hukum Zakat, (Jakarta : PT. Mitra Kerjaya Indonesia,2002).878-879
[2]
Yusuf Qardawi, Hukum
Zakat, (Jakarta : PT. Mitra Kerjaya Indonesia,2002).880-883
[3]
https://id.crowdvoice.com/posts/peranan-zakat-2016/10/26
[4]
Abdul
Ghofur Anshori, Hukum Pemberdayaan Zakat , (Yogyakarta : PT. Nuansa
Aksara,2006).79-81
Tidak ada komentar:
Posting Komentar