1.
Ta’rif ilmu
faroidh
Lafadz faraidh (الفَرَئِض),
sebagai jamak dari lafadz faridhah (فريضة), oleh ulama Faradhiyunmafrudhah (مفروضة), yakni bagian yang telah dipastikan atau ditentukan kadarnya.
Adapun lafadz al-Mawarits (المواريث) merupakan jamak dari lafadz mirats (ميراث). Maksudnya adalah diartikan semakna dengan
lafadz
التِّرْكَةُ الَّتِي خَلَفَهَا
الْمَيِّتُ وَوَزَثَهَا غَيْرُهُ
“Harta
peninggalan yang ditinggalkan oleh si mati dan diwarisi oleh yang lainnya (ahli
waris)”.
Ilmu faraidh
adalah ilmu yang mempelajari tentang perhitungan dan tata cara pembagian harta
warisan untuk setiap ahli warits berdasarkan syariat Islam. Selain itu, ilmu
faraidh juga disebut dengan ilmu warits, karena ilmu faraidh berkenaan dengan
pembagian harta waritsan.
Adapun definesi
ilmu warits adalah:“Berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang meninggal
kepada ahli waritsnya yang masih hidup, baik yang ditinggalkan itu berupa harta
(uang), tanah, atau apa saja yang berupa hak milik illegal secara syar’i.
(pembagian warits menurut islam, Syaikh Muhammad Ali Ash-Shabuni).
2.
Sumber hukum
ilmu faroidh
Adapun sumber
hukum ilmu mawaris adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul bukan bersumber kepada
pendapat seseorang yang terlepas dari jiwa Al-Qur’an maupun Sunnah Rasul.
Adapun ayat-ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan masalah mawaris,antara lain
:
Artinya: bagi
laki-laki ada bagian dari harta yang di tinggalkan oleh ibu-bapak dan
kerabatnya. Dan bagi wanita ada bagian dari harta yang di tinggalkan oleh ibu
bapak dan kerabatnya baik sedikit ataupun banyak menurut bagian yang telah di
tetapkan. (An Nisa’:7)
Adapun dasar
hukum waris yang berasal dari sunnah Rasul antara lain: Artinya : bagi seorang
yang membunuh tidak mendapat hak waris (HR.An-Nasai). Sumber Hukum Ilmu Mawaris:
a.
Alqur’an
Ketentuan-ketentuan tentang ilmu mawaris, khususnya yang berkaitan
dengan pembagian harta warisan, pokok-pokoknya telah ditentukan oleh Al-Qur’an.
Al-Qur’an talah menjelaskan dengan jelas dan tegas. Bahkan tidak ada
hukum-hukum yang dijelaskan secara terperinci seperti hukum mawaris ini, antara
lain dijelaskan dalm QS. An-Nisa/4:7-14, Al-Ahzab/33:6, dan surah-surah
lainnya.
b.
Al-Hadist
Al-Hadist adalah sumber hukum yang kedua setelah Al-Qur’an. Sesuai
dengan kedudukannya, Al-Hadist memberikan dorongan dan motivasi mengenai
pelaksanaan mawaris.
Rasulullah saw. bersabda:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ
رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اقْسِمُوا الْمَالَ بَيْنَ
أَهْلِ الْفَرَائِضِ عَلَى كِتَابِ اللّٰهِ (رواه مسلم وابو داود)
Artinya:
“Dari Ibnu Abbas ra., ia berkata, ‘ Rasulullah saw. Telah bersabda,
‘Bagilah harta pusaka antara ahli-ahli waris menurut (ketentuan) kitab Allah’.”
(HR. Muslim dan Abu Dawud)
c.
Ijma dan
Ijtihad
Ijma’ dan Ijtihad para ulama banyak berperan dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang berkaitan dengan mawaris terutama menyangkut masalah
teknisnya. Ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan mawaris adalah QS.
An-Nisa/4:7-14 dan 176. Sedangkan yang langsung berkaitan dengan ketentuan
pembagian warisan adalah ayat 7, 11, 12, dan 176.
3.
Hukum belajar
dan mengajarkan ilmu faroidh
Kalau melihat
hadist Nabi saw. yang memerintahkan mempelajari ilmu mawaris, maka hukum
mempelajarinya adalah wajib.
الْاَصْلُ فِى الْاَمْرِ لِلْوُجُوْبِ
Artinya:
“Asal hukum perintah adalah wajib.”
Pengertian wajib di sini adalah wajib kifayah. Jika di suatu tempat
tertentu ada yang mempelajarinya, maka sudah terpenuhi tuntutan rasul. Tapi
jika tidak ada yang mempelajarinya, maka semua orang berdosa.
Para ulama
berpendapat bahwa mempelajari dan mengajarkan fiqih mawaris adalah wajib
kifayah. Dalam artian apabila telah ada sebagian orang yang melakukannya
(memenuhinya) maka dapat menggugurkan kewajiban semua orang. Tetapi apabila
tidak ada seorang pun yang melaksanakan kewajiban tersebut, maka semua orang
menanggung dosa.
Dalam hadis
Nabi dinyatakan ; Pelajari oleh kalian al-Quran dan ajarkanlah kepada orang
lain, dan pelajarilah ilmu faraidh dan ajarkanlah kepada orang lain. Karena aku
adalah orang yang bakal terengut (mati) sedang ilmu akan dihilangkan. Hampir
saja dua orang yang bertengkar tentang pembagian warisan tidak mendapatkan
seorang pun yang dapat memberikan fatwa kepada mereka. (H.R. Ahmad, Nasai dan
al-Daruqutny).
Berdasarkan
hadis tersebut, ditempatkan perintah mempelajari dan mengajarkan ilmu faraidh
dengan perintah mempelajari dan mengajarkan al-Quran, menandakan betapa
pentingnya ilmu faraidh tersebut. Hal tersebut sebagai upaya mewujudkan
pembagian warisan yang berkeadilan dan menurut ketentuan syariat Islam.
Terlebih kecenderungan manusia yang materialistik, maka ketentuan pembagian
warisan tersebut sangat penting agar terhindarnya konflik dan perselisihan.
Begitu besar
derajat Ilmu Faraidh bagi umat Islam sehingga oleh sebagian besar ulama
dikatakan sebagai separoh Ilmu. Hal ini didasarkan kepada hadis Rasulullah saw
yang diriwayatkan oleh Ahmad, Nasa’i dan Daru Quthni:
تَعَلَّمُوا القُرْانَ وَعَلَّمُوْهُ
النَّاسَ, وَتَعَلَّمُوْا الفَرَائِضَ وَعَلَّمُوْهَا النَّاسَ, فَإنِّى امْرُؤٌ
مَقْبُوْضٌ وَالعِلْمُ مَرْفُوْعٌ وَيُوشِكُ أَنْ يَخْتَلِفَ اثْنَانِ فِى
الفَرِيْضَةِ فَلاَ يَجِدَانِ أَحَدًا يُخْبِرُهَا
“Pelajarilah
Al-Qur’an dan ajarkanlah kepada orang-orang, pelajarilah ilmu faraidh dan
ajarkanlah ilmu itu kepada orang-orang, karena aku adalah manusia yang akan
direnggut (wafat), sesungguhnya ilmu itu akan dicabut dan akan timbul fitnah
hingga kelak ada dua orang berselisihan mengenai pembagian warisan, namun tidak
ada orang yang memutuskan perkara mereka”.
Hadis tersebut
menunjukkan bahwa Rasulullah saw, memerintahkan kepada umat Islam untuk
mempelajari dan mengajarkan ilmu faraidh, agar tidak terjadi
perselisihan-perselisihan dalam pembagian harta peninggalan, disebabkan
ketiadaan ulama faraidh. Perintah tersebut mengandung perintah wajib. Kewajiban
mempelajari dan mengajarkan ilmu itu gugur apabila ada sebagian orang yang
telah melaksanakannya. Jika tidak ada seorang pun yang melaksanakannya, maka
seluruh umat Islam menanggung dosa, disebabkan melalaikan suatu kewajiban.
Dalam buku lain, kami menemukan bahwa dengan adanya kewajiban untuk
menjalankan syariat Islam dalam perkara waris maka wajib (wajib kifayah) pula
hukum belajar dan mengajarkan ilmu faraidh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar