TOKOH DALAM MAHABBAH
Sufi termashur dalam mahabbah ialah
Rabiah al Adawiyah (713-801) dari Basrah Irak. Ia seorang hamba sahaya yang
dibebaskan. Berikutnya ia bertekun dalam beribadat, bertaubat, mengesampingkan
duniawi dan memusatkan perhatian pada Sang Pemilik dunia itu. Dalam doanya dia
tidak meminta hal-hal material dari Tuhan. Pada akhirnya, Tuhan baginya
merupakan zat yang dicintai hingga meluaplah dalam hatinya rasa cinta yang
mendalam kepada-Nya, hingga terlontar ucapan bersenandung.
Aku mengabdi kepada-Mu
Bukan karena takut neraka, dan bukan
pula karena ingin ke syurga
Tetapi aku mengabdi kepada-Mu karena
cintaku pada-Mu
Tuhanku
Jika Engkau akan menjauhkan hamba-Mu
dari neraka
Jauhkanlah dari neraka itu hamba
yang menginginkannya
Jika Engkau akan memasukan hamba-Mu
ke Syurga
Masukanlah ke Syurga hamba yang
menginginkannya
Tetapi,
Jika Engkau disembah hanya karena-Mu
semata
Maka janganlah kau sembunyikan
Kecantikan-Mu yang kekal itu dari hamba-Mu ini
Tuhanku, gemintang di langit telah
gemerlap, mata telah bertiduran, pintu-pintu istana telah dikunci, dan tiap
pecinta telah menyendiri dengan yang dicintainya, dan inilah aku berada di
hadirat-Mu
Dalam bentuk Syair, Rabiah Al
Adawiyah mengatakan :
Aku mencintai-Mu dengan dua cinta
Cinta karena diriku dan cinta karena
diri-Mu
Cinta karena diriku
Adalah keadaanku yang senantiasa
mengingat-Mu
Dan cinta karena diri-Mu
Adalah keadaan-Mu mengungkapkan
tabir hingga Engkau kulihat
Baik untuk ini maupun untuk itu,
pujian bukanlah bagiku.
Bagi-Mu lah pujian untuk semuanya.
Inilah beberapa ucapan rasa cinta
Rabiah Al Adawiyah kepada Tuhan, yang begitu memenuhi seluruh jiwanya, dia
merasa bahwa dirinya adalah milik Tuhan yang dicintainya, sehingga yang
berkenaan dengan itu harus seizing-Nya. Saat yang lain pernah pula dikatakannya
bahwa : Cintaku pada Tuhan tidak meninggalkan ruang kosong dalam diriku untuk
benci kepada syaitan. Disaat lain lagi mengatakan : Saya cinta kepada Nabi,
tetapi cintaku kepada pencipta memalingkanku dari cinta kepada Makhluk .
Demikianlah gambaran maqam mahabbah yang dilahirkan oleh seorang sufi dari rasa
cintanya kepada Tuhan.
TOKOH DALAM MAKRIFAH
Yang dipandang sebagai bapak
Makrifah ini adalah Zun Nun al-Misri (w 860 M) yang memandang tiga tingkat
Makrifat yaitu :
1)
Makrifat awam , yaitu mengenal-Nya melalui ucapan syahadat ; (Sebagai
pengetahuan )
2)
Makrifat alim, yaitu mengenal-Nya melalui argumen logis ; (Sebagai
pengetahuan )
3)
Makrifat arif, yaitu mengenal-Nya melalui hati; (Sebagai makrifat).
Makrifat pertama dan kedua,
merupakan pengetahuan yang bukan hakiki tentang Tuhan. Keduanya disebut dengan
ilmu dan bukan makrifah. Makrifah dalam arti ketiga itulah yang dimaksud dengan
pengetahuan hakiki tentang Tuhan. Pengetahuan ini disebut dengan Makrifah.
Makrifah terdapat pada kaum sufi karena berupaya melatih kualitas hati, dan
Makrifah tempatnya di hati bukan di kepala.
Ketika Zun nun memperoleh tingkat
makrifah, ia mengungkapkan bahwa : aku mengenal Tuhan melalui Tuhan, dan
sekiranya karena Tuhan, aku tidak akan tahu tentang Tuhan.
Ini menggambarkan bahwa makrifah itu
diperoleh melalui rahmat Tuhan kepada sufi yang dipandang siap, layak, pantas
untuk memperolehnya, dan bukan hasil dari pemikiran manusia.
Menurut al Qusyairi, ada tiga alat
yang digunakan manusia dalam hubungannya dengan Tuhan. Qalbu untuk mengenal
sifat-sifat Tuhan, ruh untuk mencintai Tuhan, dan sir untuk melihat Tuhan. Sir
lebih halus dari ruh lebih halus dari qalb, dan qalb itu tidak sama dengan hati
dan jantung. Setelah qalbunya bersih, maka sir muncul danmenerima illuminasi
dari-Nya. Dia menurunkan cahaya-Nya, maka sampailah ia pada tingkat Makrifah.
Memperoleh Makrifah merupakan suatu proses yang bersifat kontinyu. Memperoleh
Makrifat yang penuh tentang Tuhan, merupakan suatu hal yang tidak mungkin,
karena semacam secangkir the yang tidak akan pernah bisa menampung semua air
yang ada di samudera, Demikian kata Junaed.
Konsep Makrifat ini diterima oleh
Al- Ghazali. Al-Ghazali lah yang membuat tasawuf menjadi halal bagi kaum syariat,
setelah kaum ulama memandangnya sebagai hal yang menyeleweng dari Islam seperti
tasawuf yang diajarkan oleh Al-Busthami dengan konsep ijtihadnya dan al Hallaj
dengan konsep hululnya. Bagi Al-Ghazali makrifah itu berarti mengetahui rahasia
Allah dan mengetahui aturan-aturan Nya tentang segala yang ada. Ghazali
menjelaskan bahwa orang arif tidak akan mengatakan, Ya Allah atau Ya Rabb,
karena memanggil tuhan dengan kata-kata serupa itu menyatakan bahwa Tuhan ada
dibelakang tabir, orang yang duduk berhadapan dengan temannya tidak akan
memanggil temannya itu.
Bagi Al-Ghazali, Urutan Makrifah
dulu kemudian Mahabbah, karena Mahabbah timbul dari Makrifah. Dalam konteks ini
Mahabbah berarti cinta seseorang kepada yang berbuat baik kepadanya. Cinta yang
timbul dari rahmat Tuhan kepada manusia yang member manusia hidup, kesenangan
dan sebagainya. Bagi Al-Ghazali makrifah dam mahabbah inilah yang
setinggi-tinggi tingkat yang dapat dicapai oleh seorang sufi. Pengetahuan yang
diperoleh dari makrifah lebih tinggi mutunya dari pengetahuan yang diperoleh
dengan akal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar