Minggu, 26 Maret 2017

MAKALAH FIQIH MUAMALAH HARTA, HAK MILIK, AKAD



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Harta
Secara etimologis harta : mal( amwal) artinya condong atau berpaling dari tengah ke salah satu. Therminologis : harta adalah segala sesuatu yang menyenangkan manusia , dan menjadikannya untuk condong menguasai , memelihara baik dalam bentuk materi maupun manfaa[1]
Adapun harta menurut istilah ahli fiqih terbagi menjadi dua :
1.      Menurut Ulama Hanafiyah

.عادَةًبهِ ويُنْتَفَعُ واخْرَازُهُ حِيازَتُهُ مايمكنُ المالُ كلُّ
            Artinya:
"Harta adalah segala sesuatu yang mungkin diambil dan dikuasai serta dimanfaatkan menurut adat kebiasaan".
            Menurut definisi ini, harta memiliki 2 unsur:
a.        Harta dapat dikuasi dan dipelihara.
 Sesuau yang tidak dapat disimpan atau dipelihara secara nyata. Contoh, ilmu, kesehatan, kemuliaan, kecerdasan, udara , panas matahari
b.      Dapat dimanfaatkan menurut kebiasaan.
Segala sesuau yang tidak bermanfaat, seperti daging bangkai, makanan yang basi tidak bias disebut sebagai harta, tetapi menurut kebiasaan tidak diperhitungkan manusia, seperti satu biji gandum, setetes air, segenggam tanah dll. Semua itu tidak bias disebut harta sebab terlalu sedikit sehingga zatnya tidak dapat dimanfaatkan, kecuali kalu di satukan dengan hal lain.

2.      Pendapat Jumhur Ulama Fiqih Selain Hanafiyah

Salah satu perbedaan dari definisi yang dikemukakan oleh ulama Hanafiyah dan jumhur ulama adalah tentang benda yang tidak dapat diraba, seperti manfaat. Ulama hanafiyah memandang bahwa manfaat termasuk sesuatu yang dimiliki , tetapi bukan harta. Adapun menurut ualama selain hanafiyah, manfaat termasuk harta sebab yang penting adalah manfaatnya bukan zatnya. Pendapat ini lebih umum banyak digunakan oleh kebanyakan manusia.[2]

Perbedaan pendapat diatas berdampak pada perbedaan dalam menetapkan beberapa ketetapan yang berkaitan dengan hokum, terutama dalam hal ghasab, persewaan, dan waris.

B.     Dasar Hukum Harta

كل ما يقتضي و يحو زه الانسا ن با ا لفعل سواء ا كا ن عينا او منفعة كذ هب او فضة او حيوان او نبا ت او منا فع الشيء كا لركوب وا البس والسكنى
Artinya;
sesuatu yang dibutuhkan dan diperoleh manusia,baik berupa benda yang tampak seperti emas,perak,binatang,tumbuhan-tumbuhan,maupun(yang tampak).yakni manfaat seperti kendaraan,pakaian ,dan tempat tinggal.”

C.    Kedudukan Harta

a.       Dalam Al-Quran.
·         Harta sebagai fitnah
·         Harta sebagai perhiasan hidup
·         Harta untuk memenuhi kebtuhan dan mencapai kesenangan

b.      Dalam As-Sunnah
·         Kecelakaan bagi penghamba pada harta
·         Penghambat harta aalah orang terkutuk.
D.    Fungsi Harta
Fungsi harta bagi mansuia sangat banyak. Biasanya cara memperoleh harta, akan berpengaruh terhadap fungsi harta. Seperti orang yang memperoleh harta dengan cara mencuri, ia memfungsikan harta tersebut untuk kesenangan semata, seperti mabuk, judi, bermain wanita, dan lain-lain.
Fungsi harta yang sesuai dengan ketentuan syara’ adalah sebagai berikut:
1.      Kesemurnaan ibadah mahzhab, seperti sholat memerlukan kain untuk menutupi aurat.
2.      Memelihara dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.
3.      Meneruskan estafa kehidupan, agar tidak meninggalkan generasi lemah (QS. An-Nisa” : 9)
4.      Menyelaraskan antara kehidupan dunia dan akhirat.
5.      Bekal mencari dan mengembangkan ilmu.
6.      Keharmonisan hidup bernegara dan bermasyarakat, seperti orang kaya memberikan pekerjaan kepada orang miskin.[3]

E.     Sebab-sebab Kepemilikan Harta
Islam memandag bahwa Allah yang Maha Kuasa menciptakan semua yang ada di muka bumi diperuntukkan bagi mansuia. Atas seizing Allah SWT, Manusia memiliki kewenangan memergunkan harta untuk memenuhi kebutuhan dankepeningannya. Pandangan ini menempatkan manusia sebatas sebagai pengelola. Oleh karena itu, manusia bukanlah pemilik hakiki atas harta Allah SWT. Pmilik hakiki atas harta adalah Allah SWT.
Namun demikian, atas kepemilikan obyektif ini, manusia memilikhak untuk melakukan tindakan hokum, diantaranya:
1.      Ikhraj al-mubahat ; penguasaan terhadap harta yang belum dimiliki seseorang atau badan hokum.
2.      Al-milk bi al-Aqd; kepemilikan sesuatu yang terjadi melalui suatu akad yang dilakukan dengan seseorang atau badan hokum, seperti akad jual beli, hibah, waqaf.
3.      Al-milk bi al-Khalafiyah; kepemilikan yang terjadi dengan cara penggantian dari seseorang kepada orang lain. Seperti pewarisan maupun penggantian sesuatu dari suatu benda ke benda yang lain.
4.      Tawallud min al-mamluk; hasil/buah dari harta yang telah dimiliki seseorang, baik hasil itu dating secara alami (seperti ;buah, dikebun) atau melalui usaha pemiliknya (seperti hasil usaha sebagai pekerja/keuntungan dari berdagang)
Kepemilikan yang tidak disebabkan oleh alas an diatas, dipandang tidak syah. Syara’ tidak mengizinka dengan kepemilikan selain dengan cara tersebut.[4]
A.    Pengertian Akad.
Secara bahasa akad adalah ikatan antara 2 hal , baik ikatan secara nyata maupun ikatan secara maknawi, dari satu segi maupun dua segi. Pengertian akad dalam arti umum, menurut safiiyah, malikiyah, dan hanafiyah yaitu segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang berdasarkan keinginannya sendiri, seperti wakaf, talak, pembebasan, atau sesuatu yang pembentukannya memerlukan keinginan dua orang seperti jual beli, perwkilan dan gadai. Pengertian dalam artian khusus adalah perikatan yang ditetapkan dengan ijab qabul berdasarkan ketentuan syara’ yang bergantung pada obyeknya.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, para ahli hukum islam mendefinisikan sebagai berikut: Hubungan antara ijab abul sesuai dengan kehendak syariat yang menetapkan adanya pengaruh(akibat)hukum pada objek perikatan.
B.     Rukun Akad
a.       Kesepakatanuntuk mengikatkan diri ( shighat al-‘aqd)
b.      Pihak-pihak yang berakad (al-muta’aqidain/al-‘aqidain
c.       Objek akad (al-ma’qud alaih/mahal al-‘aqd)
d.      Tujuan akad.

C.    Syarat-Syarat Akad
1.      Syarat sah akad (Syurut al-shihah )
Segala sesuatu yang yang disyaratkan syara’ untuk menjamin keabsahan dampak akad. Apabila akad tidak terpenuhi, maka akadnya dinilai rusak(fasid). Menurut ulama hanafiyah syarat syah nya akad tersebut apabila akad tersebut terhindar dari 6 hal:
a.       Al-jahalah (ketidakjelasan tentang harga, jenis, waktu pembayaran, dana penanggung).
b.      Al-ikrah (keterpaksaan).
c.       Attauqit (pembatasan waktu)
d.      Al-gharar  ada unsur ketidakjelasan atau fiktif).
e.       Al-dharar (ada unsur kemudharatan).
f.       Al-syarthul fasid (syarat-syaratnya rusak)

2.      Syarat Pelaksanaan Akad ( Syuruth An-Nafadz )
Dalam pelaksanaan syarat ini ada dua syarat yaitu, kepemilikan dan kewenangan/kekuasaan.

3.      Syarat Kepastian Hukum ( Syuruth Al-Luzum )
Syarat kepastian adalah terhindar dari khiyar syarat, khiyar aib, jika masih terdapat khiyar ini dalam transaksi, maka akad tersebut belum memiliki kepastian.
D.    Macam-Macam Akad

1.      Dilihat dariSegi keabsahannya.
a.       Akad Shahih
Akad yang memenuhi rukun dan syaratnya.
b.      Akad Tidak Shahih
Akad yang tidak memenuhi rukun dan syarat-syaratnya, sehingga seluruhakibat hukum akad tidak berlaku dan tidak mengikat pihak-pihak yang berakad.
2.      Akad Berdasarkan Penamaannya

a.       Akad Bernama ( al-uqud al-musamma)
Menurut penelaahan hasbi ash-shidiqi , bentuk akad ini sekitar 25 akad. Seperti jual beli, sewa-menyewa, penanggungan, perpindahan utang, gadai, jual beli dengan hak penjual untuk membeli kembali barangnya, titipan, pinjaman, hibah, pembagian harta campuran, kerjasama usaha, kerjasama modal dan kerja, investasi dalam pertanisan, investasi dalam pepohonan, perwakilan, perdamaian, arbitrase, menjual dari bagian harta warisan, pinjaman baarang, pemeberian sepanjang umur, saling menanggung dalam harta untuk yang tidak punya ahli waris, kesepakatan para pihak untuk menghapuskan akad, pernikahan, wasiat, aqdul isha atau alwishaya.

b.      Akad Tidak Bernama ( al-uqud ghair al-musamma )
Merupakan akad yang belum dinamai syara;. Tetapi, muncul dalam perjalanan umat islam yang disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan zaman, seperti istisna, ba’i al-wafa, ba’i istijror, dan al-tahqir. Akad- akad yang tidak bernama ini biasanya didasarkan pada dalil hukum berupa Urf ,istihsan, qiyas, dan masholih murshalah. Akan tetapi akhirnya menjadi bernama.

3.      Akad Berdasarkan Zatnya
a.       Akad terhadap benda yang berwujud (‘ainiyah)
Sesuatu akad dianggap sah apabila bnda atau objek akad tersebut telah diserah terimakan. Apabila akad objek ini tidak atau belum diserahkan , maka akad ini dianggap keabsahannya belum sempurna.

b.      Akad terhadap Benda Tidak Berwujud ( Ghair al-‘ainiyah0
Sesuatu akad dianggap sah setelah terjadinya ijab qabul sekalipun objek akadnya belum diserah terimakan.


4.      Akad Berdasarkan Sifat Akadnya.

a.       Akad Pokok (Al-aqd al-Ashli)
Akad yang berdiri sendiri yang keberadaaya tidak tergantung pada sesuatu hal lain. Termasuk akad asli adalah akad jenis pertukaran seperti akad jual beli-dan sewa menyewa.
b.      Akad Asesoir ( Al-aqd attabi’i)
Akad yang keberadaannya tidak berdiri sendiri, melainkan bergantung pada suatu hak yang menjadi dasar ada dan tidaknya atau sah dan tidak sahnya akad tersebut.

5.      Akad dari Segi Terjadinya
a.       Akad Konsensual (al-aqd ar-rhodo’i)
Perjanjian yang terjadi karena adanya pertemuan kehendak atau kesepakatan para pihak.
b.      Akad formalistik
Akad yang tunduk terhadap akad formalitas yang ditentukan oleh pembuat hukum.
c.       Akad Riel
Perjanjian yang nyata ketika adanya pertemuan kehendak juga masih perlu adanya pengalihan bendanya.

6.      Berdasarkan Watak atau Sifat atau Pengaruh Akad (atsar Al-aqd)
a.       Akad munjaz.
Akad yang tidak digantungkan pada syarat atau sandaran waktu yang akan datang. Akad sudah dipandang selesai sperti dalam akad jual beli, sewa menyewa dan sebagainya dengan adanya ijab qabul dari pihak-pihak yang bersangkutan, maka selesailah akad dimaksud.
b.      Akad Mudhof Ila al-mustaqbal.
Akad yang disandarkan pada waktu yang akan datang. Biasanya terjadi pada akad sewa menyewa rumah.
c.       Akad Mu’alaq
Akad yang digantungkan atas adanya syarat tertentu.













A.    Pengertian hak milik

لقدحق القول غلى اكثر هم فهم لا يء منون
“Sesungguhnya telah pasti berlaku perkataan (ketentuan Allah)terhadap kebanyakan mereka karena mereka tidak beriman”

Hak yang dijelasakan ada dua macam
a.       Sulthah terbagi dua yaitu
·         sulthah‘ala nafsi(hak sesorang terhadap jiwa
·         sulthah ala sya’in mu’ayanin(hak manusia untuk memiliki sesuatu)
b.      Taklif adalah orang yang bertanggung jawab.
·         Taklif tanggungan pribadi(seoran g buruh menjalankan tugasnya )
·         Taklif tanggungan harta(membayar hutang)

B.     Pembagian hak
a.       Hak mal adalah sesuatu yang berkaitan dengan harta
b.      Hak Ghair Mall terbagi menjadi 2, yaitu:

Hak aini adalah hak orang dewasa dengan bendanya, tanpa dibutuhkan orang kedua. Hak aini ada dua macam, yaitu asli dan tab’i. Hak ‘aini asli adalah adanya wujud benda tertentu dan adanya sahub al-haq, seperti hak milikyah dan irtifaq. Hak ‘aini tab’i adalah jaminan yang ditetapkan untuk seseorang yang menguntungkan orangnya atas yang berutang.
Macam-Macam Hak ‘aini:
·         milikyah ialah hak memberikan pemilinya hak wilayah.
·         Hak Al-intifa ialah hak yang hanya boleh dipergunakan haknya dan hasilnya.
·         Hak Al-irtifaq ialah hal memliki manfaat yang ditetpakan untuk suatu kebun atas kebun yang lain, yang dimiliki bukan oleh pemilik kebun pertama.
·         Hak Al Istihan ialah hak yang diperoleh dari harta yang digadaikan.
·         Hak Al-ihtibas ialah hak menahan sesuatu bennda.
·         Hak Qarar ( Menetap ) atas tanah wakaf,.
·         Hal Al-murur ialah hak jalan mansuia pada miliknya dari jalan umumatau jalan khusus pada milik orang lain.
·         Hak ta’alli ialah hak manusia untuk menetapkan bangunannya diatas bangunan orang lain.
·         Hak Al-Jiwar ialah hak-hak yang timbul disebabkan oleh brdempetnya batas-batas tempat tinggal, yaitu hak-hak untuk mencegah pemilik uqur dari menimbulka kesulitan tetangganya.
·         Hak Syuf ‘ah atau hak syurb ialah kebutuhan mansuia terhadap air untuk diminum sendiri dan untuk diminum binatangnya serta untuk kebutuhan rumah tangganya.

C.    Sebab-Sebab Kepemilikan.

1.      Ikraj Al-mubahat, untuk harta yang mubah (belum dimilik oleh seseorang ).
Untuk memliki benda mubhat diperlukan 2 syarat, yaitu:
·         Benda mubahat belum di ikraj kan orang lain.
·         Adanya niat (maksud) memiliki.

2.      Khalafiyah
Yaitu bertempatnya seseorang atau sesuatu yang baru bertempat ditempat yang lama, yang telah hilang berbagai macam haknya. Khalafiyah ada 2 macam yaitu:
·         Khalafiyah syaksy’an syaksy, yaitu si waris menempati tempat si pewaris dalam memilik harta yang d tinggalkan oleh pewaris
·         Khalafiyah syai’an, yaitu apabila seseorang merugikan milik orang lain atau menyerobot orang lain, kemudian rusak ditangannya atau hilang, maka wajiblah dibayar harganya diganti kerugian-kerugian pemilik harta.
3.      Tawllud Min Mamluk, yaitu segala yang terjadi dari benda yang dimiliki , menjadi hak bagi yang memiliki benda tersebut, misalnya bulu domba menjadi pemilik domba.
4.      Karena penguasaan terhadap milik negara atas pribadi yang sudah lebih dari 3 tahun.

D.    Klasifikasi hak milik

1.      Milk Tam, yaitu suatu kepemilikan yang meliputi benda  dan manfaatnya sekaligus, artinya bentuk benda dan kegunaanya dapat dikuasai.
2.      Milk Naqishah, yaitu bila seseorang memiliki salah satu benda tersebut, memiliki manfaatnya saja tanpa memliki zatnya.


Dilihat dari segi makan (tempat) hak milik dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
1.      Milk Al-ma’in / milk Al-raqabah, yaitu memiliki semua benda, baik benda tetap maupun tidak tetap. Seperti kepemilikan rumah, kebun, mobil,motor.
2.      Milk Al-manfaah,yaitu seseorang yang hanya memiliki manfaatnya saja dari suatu benda , seperti benda hasil meminjam, wakaf,dan lainnya.
3.      Milk Al-Dayn, yaitu kepemilikan karena adanya utang, misalnya sejumlah uang dipinjamkan kepada seseorang atau pengganti benda yang dirusakkan.
Dari segi shuroh (cara berpautan milik dengan yang dimiliki), hak milik dibagi menjadi 2
1.      Milk Al-Mutamayiz
Sesuatu yang berpautan dengan yang lain yang memiliki batasan-batasannya yang dapat memisahkan ari yang lain.
2.      Milk As-Sha’i / Milk Al-musa
Hak milik yang berpautan dengan sesuatu yang misbi dari kumpulan sesuatu, betapa besar atau betapa kecil kumpulan itu.


BAB III
3.1  Kesimpulan.
Harta secara etomologis= mal (anwal) artinya cpndong atau berpaling dari tengah kesalah satu. Secara therminologis harta adalah sesuatu hal yang menyenangkan manusia, dan menjadikannya utnuk cenderung menguasai. Kedudukan harta ada 2
1.      Kedudukan harta dalam al-qur’an (harta sebagai fitnah, perhiasan hidup, pemenuhi kebutuhan, mencapai kesenangan).
2.      Dalam as-sunnah (kecelakaan bagi penghamba harta, penghambat harta adalah terkutuk).
Sebab-sebab kepemilikan harta (Ikhraj al-mubahat, al Milk bi Al aqd, Al Milk Al-khalafiyah, tawallud min Al-Mamluk).
Akad adalah ikatan antara 2 perkara, nyata maupun maknawi dengan ijab qabul berdasarkan ketentuan syara’.
Rukun akad (Kesepakatan untuk mengikat diri, pihak yang berakad, objek dan tujuan akad).
Syarat akad (Syarat terjadinya akad, syarat syah akad).
Macam-macam Akad:
Dilihat dari segi keabsahan, berdasarkan penamaan, zat dan sifat akadnya, dilihat dari segi terjadinya, berdasarkan watak/sifat.
Akhir akad: meninggal dunia, pembatalan atau rusak(akad rusak, ada khiyar, tidak mungkin melaksanakan akad, masa akad berakhir)
Hak milik adalah
Pembagia hak ada dua, hal mal, dan hak ghair mall. Sebab-sebab kepemilikan


[1]. Yazid Afandi, Fiqih Muamalah, ( Ringin Putih:Logung Pustaka, 2009), hlm.18.

[2] Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2001), hlm.22.
[3] Ibid. hlm.24
[4] Yazid Afandi, Fiqih Muamalah, ( Ringin Putih:Logung Pustaka, 2009), hlm.27

Tidak ada komentar: