BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Harta
Secara
etimologis harta : mal( amwal) artinya condong atau berpaling dari tengah ke
salah satu. Therminologis : harta adalah segala sesuatu yang menyenangkan
manusia , dan menjadikannya untuk condong menguasai , memelihara baik dalam
bentuk materi maupun manfaa[1]
Adapun harta menurut istilah ahli
fiqih terbagi menjadi dua :
1.
Menurut
Ulama Hanafiyah
.عادَةًبهِ ويُنْتَفَعُ واخْرَازُهُ حِيازَتُهُ مايمكنُ
المالُ كلُّ
Artinya:
"Harta adalah
segala sesuatu yang mungkin diambil dan dikuasai serta dimanfaatkan menurut
adat kebiasaan".
Menurut definisi ini,
harta memiliki 2 unsur:
a. Harta dapat dikuasi dan dipelihara.
Sesuau yang tidak
dapat disimpan atau dipelihara secara nyata. Contoh, ilmu, kesehatan,
kemuliaan, kecerdasan, udara , panas matahari
b. Dapat dimanfaatkan
menurut kebiasaan.
Segala sesuau yang tidak bermanfaat, seperti daging bangkai,
makanan yang basi tidak bias disebut sebagai harta, tetapi menurut kebiasaan
tidak diperhitungkan manusia, seperti satu biji gandum, setetes air, segenggam
tanah dll. Semua itu tidak bias disebut harta sebab terlalu sedikit sehingga
zatnya tidak dapat dimanfaatkan, kecuali kalu di satukan dengan hal lain.
2.
Pendapat Jumhur Ulama Fiqih Selain
Hanafiyah
Salah satu perbedaan dari definisi yang
dikemukakan oleh ulama Hanafiyah dan jumhur ulama adalah tentang benda yang
tidak dapat diraba, seperti manfaat. Ulama hanafiyah memandang bahwa manfaat
termasuk sesuatu yang dimiliki , tetapi bukan harta. Adapun menurut ualama
selain hanafiyah, manfaat termasuk harta sebab yang penting adalah manfaatnya
bukan zatnya. Pendapat ini lebih umum banyak digunakan oleh kebanyakan manusia.[2]
Perbedaan pendapat diatas berdampak pada
perbedaan dalam menetapkan beberapa ketetapan yang berkaitan dengan hokum,
terutama dalam hal ghasab, persewaan, dan waris.
B.
Dasar Hukum Harta
كل ما يقتضي و يحو زه الانسا ن با ا لفعل سواء ا كا ن عينا او منفعة كذ هب
او فضة او حيوان او نبا ت او منا فع الشيء كا لركوب وا البس والسكنى
Artinya;
“sesuatu yang dibutuhkan dan diperoleh
manusia,baik berupa benda yang tampak seperti
emas,perak,binatang,tumbuhan-tumbuhan,maupun(yang tampak).yakni manfaat seperti
kendaraan,pakaian ,dan tempat tinggal.”
C.
Kedudukan Harta
a. Dalam Al-Quran.
·
Harta sebagai fitnah
·
Harta sebagai perhiasan hidup
·
Harta untuk memenuhi kebtuhan dan mencapai
kesenangan
b. Dalam As-Sunnah
·
Kecelakaan bagi penghamba pada harta
·
Penghambat harta aalah orang terkutuk.
D.
Fungsi Harta
Fungsi harta bagi mansuia sangat banyak.
Biasanya cara memperoleh harta, akan berpengaruh terhadap fungsi harta. Seperti
orang yang memperoleh harta dengan cara mencuri, ia memfungsikan harta tersebut
untuk kesenangan semata, seperti mabuk, judi, bermain wanita, dan lain-lain.
Fungsi harta yang sesuai dengan ketentuan
syara’ adalah sebagai berikut:
1. Kesemurnaan ibadah
mahzhab, seperti sholat memerlukan kain untuk menutupi aurat.
2. Memelihara dan
meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.
3. Meneruskan estafa
kehidupan, agar tidak meninggalkan generasi lemah (QS. An-Nisa” : 9)
4. Menyelaraskan
antara kehidupan dunia dan akhirat.
5. Bekal mencari dan
mengembangkan ilmu.
6. Keharmonisan hidup
bernegara dan bermasyarakat, seperti orang kaya memberikan pekerjaan kepada
orang miskin.[3]
E.
Sebab-sebab
Kepemilikan Harta
Islam memandag bahwa Allah yang Maha Kuasa
menciptakan semua yang ada di muka bumi diperuntukkan bagi mansuia. Atas
seizing Allah SWT, Manusia memiliki kewenangan memergunkan harta untuk memenuhi
kebutuhan dankepeningannya. Pandangan ini menempatkan manusia sebatas sebagai
pengelola. Oleh karena itu, manusia bukanlah pemilik hakiki atas harta Allah
SWT. Pmilik hakiki atas harta adalah Allah SWT.
Namun demikian, atas kepemilikan obyektif
ini, manusia memilikhak untuk melakukan tindakan hokum, diantaranya:
1. Ikhraj al-mubahat
; penguasaan terhadap harta yang belum dimiliki seseorang atau badan hokum.
2. Al-milk bi al-Aqd;
kepemilikan sesuatu yang terjadi melalui suatu akad yang dilakukan dengan
seseorang atau badan hokum, seperti akad jual beli, hibah, waqaf.
3. Al-milk bi
al-Khalafiyah; kepemilikan yang terjadi dengan cara penggantian dari seseorang
kepada orang lain. Seperti pewarisan maupun penggantian sesuatu dari suatu
benda ke benda yang lain.
4. Tawallud min
al-mamluk; hasil/buah dari harta yang telah dimiliki seseorang, baik hasil itu
dating secara alami (seperti ;buah, dikebun) atau melalui usaha pemiliknya
(seperti hasil usaha sebagai pekerja/keuntungan dari berdagang)
Kepemilikan yang tidak disebabkan oleh
alas an diatas, dipandang tidak syah. Syara’ tidak mengizinka dengan kepemilikan
selain dengan cara tersebut.[4]
A.
Pengertian Akad.
Secara bahasa akad adalah ikatan antara 2 hal , baik
ikatan secara nyata maupun ikatan secara maknawi, dari satu segi maupun dua segi. Pengertian akad dalam arti umum, menurut safiiyah,
malikiyah, dan hanafiyah yaitu segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang
berdasarkan keinginannya sendiri, seperti wakaf, talak, pembebasan, atau
sesuatu yang pembentukannya memerlukan keinginan dua orang seperti jual beli,
perwkilan dan gadai. Pengertian dalam artian khusus adalah perikatan yang
ditetapkan dengan ijab qabul berdasarkan ketentuan syara’ yang bergantung pada
obyeknya.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, para ahli
hukum islam mendefinisikan sebagai berikut: Hubungan antara ijab abul sesuai
dengan kehendak syariat yang menetapkan adanya pengaruh(akibat)hukum pada objek
perikatan.
B.
Rukun Akad
a.
Kesepakatanuntuk mengikatkan diri (
shighat al-‘aqd)
b.
Pihak-pihak yang berakad
(al-muta’aqidain/al-‘aqidain
c.
Objek akad (al-ma’qud alaih/mahal
al-‘aqd)
d.
Tujuan akad.
C.
Syarat-Syarat Akad
1.
Syarat sah akad (Syurut al-shihah )
Segala sesuatu yang yang disyaratkan
syara’ untuk menjamin keabsahan dampak akad. Apabila akad tidak terpenuhi, maka
akadnya dinilai rusak(fasid). Menurut ulama hanafiyah syarat syah nya akad
tersebut apabila akad tersebut terhindar dari 6 hal:
a.
Al-jahalah (ketidakjelasan tentang
harga, jenis, waktu pembayaran, dana penanggung).
b.
Al-ikrah (keterpaksaan).
c.
Attauqit (pembatasan waktu)
d.
Al-gharar ada unsur ketidakjelasan atau fiktif).
e.
Al-dharar (ada unsur kemudharatan).
f.
Al-syarthul fasid (syarat-syaratnya
rusak)
2.
Syarat Pelaksanaan Akad ( Syuruth
An-Nafadz )
Dalam pelaksanaan syarat ini ada dua
syarat yaitu, kepemilikan dan kewenangan/kekuasaan.
3.
Syarat Kepastian Hukum ( Syuruth
Al-Luzum )
Syarat kepastian adalah terhindar dari
khiyar syarat, khiyar aib, jika masih terdapat khiyar ini dalam transaksi, maka
akad tersebut belum memiliki kepastian.
D.
Macam-Macam Akad
1.
Dilihat dariSegi keabsahannya.
a.
Akad Shahih
Akad yang memenuhi rukun dan syaratnya.
b.
Akad Tidak Shahih
Akad yang tidak memenuhi rukun dan
syarat-syaratnya, sehingga seluruhakibat hukum akad tidak berlaku dan tidak
mengikat pihak-pihak yang berakad.
2.
Akad Berdasarkan Penamaannya
a.
Akad Bernama ( al-uqud al-musamma)
Menurut penelaahan hasbi ash-shidiqi ,
bentuk akad ini sekitar 25 akad. Seperti jual beli, sewa-menyewa, penanggungan,
perpindahan utang, gadai, jual beli dengan hak penjual untuk membeli kembali
barangnya, titipan, pinjaman, hibah, pembagian harta campuran, kerjasama usaha,
kerjasama modal dan kerja, investasi dalam pertanisan, investasi dalam
pepohonan, perwakilan, perdamaian, arbitrase, menjual dari bagian harta
warisan, pinjaman baarang, pemeberian sepanjang umur, saling menanggung dalam
harta untuk yang tidak punya ahli waris, kesepakatan para pihak untuk
menghapuskan akad, pernikahan, wasiat, aqdul isha atau alwishaya.
b.
Akad Tidak Bernama ( al-uqud ghair
al-musamma )
Merupakan akad yang belum dinamai
syara;. Tetapi, muncul dalam perjalanan umat islam yang disesuaikan dengan
kebutuhan dan perkembangan zaman, seperti istisna, ba’i al-wafa, ba’i istijror,
dan al-tahqir. Akad- akad yang tidak bernama ini biasanya didasarkan pada dalil
hukum berupa Urf ,istihsan, qiyas, dan masholih murshalah. Akan tetapi akhirnya
menjadi bernama.
3.
Akad Berdasarkan Zatnya
a.
Akad terhadap benda yang berwujud
(‘ainiyah)
Sesuatu akad dianggap sah apabila bnda
atau objek akad tersebut telah diserah terimakan. Apabila akad objek ini tidak
atau belum diserahkan , maka akad ini dianggap keabsahannya belum sempurna.
b.
Akad terhadap Benda Tidak Berwujud (
Ghair al-‘ainiyah0
Sesuatu akad dianggap sah setelah
terjadinya ijab qabul sekalipun objek akadnya belum diserah terimakan.
4.
Akad Berdasarkan Sifat Akadnya.
a.
Akad Pokok (Al-aqd al-Ashli)
Akad yang berdiri sendiri yang
keberadaaya tidak tergantung pada sesuatu hal lain. Termasuk akad asli adalah
akad jenis pertukaran seperti akad jual beli-dan sewa menyewa.
b.
Akad Asesoir ( Al-aqd attabi’i)
Akad yang keberadaannya tidak berdiri
sendiri, melainkan bergantung pada suatu hak yang menjadi dasar ada dan
tidaknya atau sah dan tidak sahnya akad tersebut.
5.
Akad dari Segi Terjadinya
a.
Akad Konsensual (al-aqd ar-rhodo’i)
Perjanjian yang terjadi karena adanya
pertemuan kehendak atau kesepakatan para pihak.
b.
Akad formalistik
Akad yang tunduk terhadap akad
formalitas yang ditentukan oleh pembuat hukum.
c.
Akad Riel
Perjanjian yang nyata ketika adanya
pertemuan kehendak juga masih perlu adanya pengalihan bendanya.
6.
Berdasarkan Watak atau Sifat atau
Pengaruh Akad (atsar Al-aqd)
a.
Akad munjaz.
Akad yang tidak digantungkan pada
syarat atau sandaran waktu yang akan datang. Akad sudah dipandang selesai
sperti dalam akad jual beli, sewa menyewa dan sebagainya dengan adanya ijab
qabul dari pihak-pihak yang bersangkutan, maka selesailah akad dimaksud.
b.
Akad Mudhof Ila al-mustaqbal.
Akad yang disandarkan pada waktu yang
akan datang. Biasanya terjadi pada akad sewa menyewa rumah.
c.
Akad Mu’alaq
Akad yang digantungkan atas adanya
syarat tertentu.
A.
Pengertian hak milik
لقدحق القول غلى
اكثر هم فهم لا يء منون
“Sesungguhnya telah pasti berlaku perkataan (ketentuan
Allah)terhadap kebanyakan mereka karena mereka tidak beriman”
Hak yang dijelasakan ada dua macam
a.
Sulthah terbagi dua yaitu
·
sulthah‘ala nafsi(hak sesorang terhadap
jiwa
·
sulthah ala sya’in mu’ayanin(hak
manusia untuk memiliki sesuatu)
b.
Taklif adalah orang yang bertanggung
jawab.
·
Taklif tanggungan pribadi(seoran g
buruh menjalankan tugasnya )
·
Taklif tanggungan harta(membayar
hutang)
B.
Pembagian hak
a.
Hak mal adalah sesuatu yang berkaitan
dengan harta
b.
Hak Ghair Mall terbagi menjadi 2, yaitu:
Hak
aini adalah hak orang dewasa dengan bendanya, tanpa dibutuhkan orang kedua. Hak
aini ada dua macam, yaitu asli dan tab’i. Hak ‘aini asli adalah adanya wujud
benda tertentu dan adanya sahub al-haq, seperti hak milikyah dan irtifaq. Hak
‘aini tab’i adalah jaminan yang ditetapkan untuk seseorang yang menguntungkan
orangnya atas yang berutang.
Macam-Macam Hak ‘aini:
·
milikyah ialah hak memberikan pemilinya
hak wilayah.
·
Hak Al-intifa ialah hak yang hanya
boleh dipergunakan haknya dan hasilnya.
·
Hak Al-irtifaq ialah hal memliki
manfaat yang ditetpakan untuk suatu kebun atas kebun yang lain, yang dimiliki
bukan oleh pemilik kebun pertama.
·
Hak Al Istihan ialah hak yang diperoleh
dari harta yang digadaikan.
·
Hak Al-ihtibas ialah hak menahan
sesuatu bennda.
·
Hak Qarar ( Menetap ) atas tanah
wakaf,.
·
Hal Al-murur ialah hak jalan mansuia
pada miliknya dari jalan umumatau jalan khusus pada milik orang lain.
·
Hak ta’alli ialah hak manusia untuk
menetapkan bangunannya diatas bangunan orang lain.
·
Hak Al-Jiwar ialah hak-hak yang timbul
disebabkan oleh brdempetnya batas-batas tempat tinggal, yaitu hak-hak untuk
mencegah pemilik uqur dari menimbulka kesulitan tetangganya.
·
Hak Syuf ‘ah atau hak syurb ialah
kebutuhan mansuia terhadap air untuk diminum sendiri dan untuk diminum
binatangnya serta untuk kebutuhan rumah tangganya.
C.
Sebab-Sebab Kepemilikan.
1.
Ikraj Al-mubahat, untuk harta yang
mubah (belum dimilik oleh seseorang ).
Untuk memliki benda mubhat diperlukan 2
syarat, yaitu:
·
Benda mubahat belum di ikraj kan orang
lain.
·
Adanya niat (maksud) memiliki.
2.
Khalafiyah
Yaitu bertempatnya seseorang atau
sesuatu yang baru bertempat ditempat yang lama, yang telah hilang berbagai macam
haknya. Khalafiyah ada 2 macam yaitu:
·
Khalafiyah syaksy’an syaksy, yaitu si
waris menempati tempat si pewaris dalam memilik harta yang d tinggalkan oleh
pewaris
·
Khalafiyah syai’an, yaitu apabila
seseorang merugikan milik orang lain atau menyerobot orang lain, kemudian rusak
ditangannya atau hilang, maka wajiblah dibayar harganya diganti
kerugian-kerugian pemilik harta.
3.
Tawllud Min Mamluk, yaitu segala yang
terjadi dari benda yang dimiliki , menjadi hak bagi yang memiliki benda
tersebut, misalnya bulu domba menjadi pemilik domba.
4.
Karena penguasaan terhadap milik negara
atas pribadi yang sudah lebih dari 3 tahun.
D.
Klasifikasi hak milik
1.
Milk Tam, yaitu suatu kepemilikan yang
meliputi benda dan manfaatnya sekaligus,
artinya bentuk benda dan kegunaanya dapat dikuasai.
2.
Milk Naqishah, yaitu bila seseorang
memiliki salah satu benda tersebut, memiliki manfaatnya saja tanpa memliki
zatnya.
Dilihat dari segi makan (tempat) hak milik dapat dibagi
menjadi 3, yaitu:
1.
Milk Al-ma’in / milk Al-raqabah, yaitu
memiliki semua benda, baik benda tetap maupun tidak tetap. Seperti kepemilikan
rumah, kebun, mobil,motor.
2.
Milk Al-manfaah,yaitu seseorang yang
hanya memiliki manfaatnya saja dari suatu benda , seperti benda hasil meminjam,
wakaf,dan lainnya.
3.
Milk Al-Dayn, yaitu kepemilikan karena
adanya utang, misalnya sejumlah uang dipinjamkan kepada seseorang atau
pengganti benda yang dirusakkan.
Dari segi shuroh (cara berpautan milik dengan yang
dimiliki), hak milik dibagi menjadi 2
1.
Milk Al-Mutamayiz
Sesuatu yang berpautan dengan yang lain
yang memiliki batasan-batasannya yang dapat memisahkan ari yang lain.
2.
Milk As-Sha’i / Milk Al-musa
Hak milik yang berpautan dengan sesuatu
yang misbi dari kumpulan sesuatu, betapa besar atau betapa kecil kumpulan itu.
BAB III
3.1 Kesimpulan.
Harta secara etomologis= mal (anwal) artinya cpndong atau
berpaling dari tengah kesalah satu. Secara therminologis harta adalah sesuatu
hal yang menyenangkan manusia, dan menjadikannya utnuk cenderung menguasai.
Kedudukan harta ada 2
1.
Kedudukan
harta dalam al-qur’an (harta sebagai fitnah, perhiasan hidup, pemenuhi
kebutuhan, mencapai kesenangan).
2.
Dalam
as-sunnah (kecelakaan bagi penghamba harta, penghambat harta adalah terkutuk).
Sebab-sebab
kepemilikan harta (Ikhraj al-mubahat, al Milk bi Al aqd, Al Milk Al-khalafiyah,
tawallud min Al-Mamluk).
Akad
adalah ikatan antara 2 perkara, nyata maupun maknawi dengan ijab qabul
berdasarkan ketentuan syara’.
Rukun
akad (Kesepakatan untuk mengikat diri, pihak yang berakad, objek dan tujuan
akad).
Syarat
akad (Syarat terjadinya akad, syarat syah akad).
Macam-macam
Akad:
Dilihat
dari segi keabsahan, berdasarkan penamaan, zat dan sifat akadnya, dilihat dari
segi terjadinya, berdasarkan watak/sifat.
Akhir
akad: meninggal dunia, pembatalan atau rusak(akad rusak, ada khiyar, tidak
mungkin melaksanakan akad, masa akad berakhir)
Hak
milik adalah
Pembagia
hak ada dua, hal mal, dan hak ghair mall. Sebab-sebab kepemilikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar