QURBAN DAN IMAM SYAFI’I
A.
Qurban
1.
Pengertian Qurban
Qurban menurut bahasa berasal dari kata qaraba
yang berarti dekat. Sedangkan menurut syari’at qurban berarti hewan yang di
sembelih dengan niat beribadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, dengan
syarat – syarat dan waktu tertentu.
2. Hukum Berqurban
Berqurban
merupakan ibadah yang si syari’atkan bagi keluarga muslim yang mampu. Firman
Allah SWT :
a. Qs. Al – Kautsar : 1 – 2
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ (1) فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ(2)
Artinya : Sesungguhnya kami telah memberi engkau (Ya
Muhammad) akan
kebajikan yang banyak. Sebab itu, sembahyanglah pada engkau
pada hari raya haji karena Allah dan sembelihlah
qurbqnmu. (Qs. Al –
Kautsar : 1 – 2).
b. Qs. Al – hajj : 34
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا
لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ ۗ
فَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا ۗ وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ
Artinya :” Dan tiap
– tiap kami jadikan tempat berqurban ( supaya ia berqurban ), agar mereka mengigat nam Allah atas apa yang telah di
rizqikan kepada mereka atas binatang ternak”. ( Qs. Al – hajj
: 34 ).
( Ahmad Alfan, Dkk, 2014 : 79 – 80 )
Dan
ayat tersebut, ulama’ Syafi’i berpendapat bahwa berqurban hukunya adalah sunah
yang di tekankan atas dasar kifayah. Maka apabila salah seorang dari ahli rumah
telah mengerjakan qurban, maka cukuplah seluruh mereka, dan tidak wajib suatu
qurban kecuali ada nadzar. ( Terjemah Fatul Qarib Jilid 2 Oleh Menara Kudus,
1983 : 205).
3. Syarat – Syarat Wajib
Qurban
Imam Syafi’i berpendapat bahwa sembelihan seseorang menjadi
sah bila orang yang menyembelih memenuhi syarat – syarat sebagi berikut :
a. Muslim
Orang
kafir tidak di wajibkan atau tidak di sunahkan berqurban, karena qurban adalah
bentuk pendekatan diri kepada Allah. Oleh karena itu qurban hanya di wajibkan
bagi orang yang muslim.
b. Orang Yang Mukim
Orang
musafir tidak wajib berqurban, syarat ini di kenakan bagi yang menyatakan bahwa
qurban itu wajib. Karena qurban tidak di ambil dari seluruh harta atau di
lakukan setiap saat, namun di lakukan dengan hewan tertentu dan waktu tertentu.
Sedangkan musafir tidak berada di setiap tempat dan tidak berada pada
pelaksanaan qurban. Seandainya kita mewajibkan kepada musafir, maka ia harus
membawa hewan qurbanya pada saat ia bersafar. Dan tentu ini adalah suatu
kesulitan, atau bisa jadi dia harus meninggalkan safar sehingga jadilah ada
dampak jelek untuk dirinya.
c. Kaya
Ulama’
Syafi’iyah menyatakan bahwa qurban itu di sunahkan bagi yang mampu, yaitu yang
memiliki harta untuk berqurban lebih dari kebutuhanya di hari idul adha,
malamnya selama tiga hari, hari Tassyriq juga malam – malamnya.
d. Baligh
Qurban
di wajibkan atau di sunahkan bagi orang yang sudah baligh ( dewasa ), maka
tidak wajib bagi anak kecil yang belum mencapai tingkat baligh. ( https : //
Rumaysha. Com / 2799 – Syarat – berqurban. Html ).
4. Ketentuan Hewan Qurban
Hewan
yang sah di jadika sebagai hewan qurban adalah hewan ternak, sebagimana Allah
telah berfirman :
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا
لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ ۗ
فَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا ۗ وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ
Artinya : “Dan bagi tiap – tiap umat telah kami syari’atkan
penyembelihan ( qurban ) supaya ia menyebut nama Allah tehadap binatang ternak
yag telah di rizqikan Allah kepada mereka”. ( Qs. Al – hajj : 34 )
Hewan
yang dimaksud adalah : unta, sapi, kerbau dan kambing atau domba. Adapun hewan
– hewan tersebut dapat di jadikan hewan qurban dengan syarat telah cukup umur
dan tidak cacat, misalnya pincang, sangat kurus atau sakit. Adapun ketentuan
cukup umur tersenut adalah sebagi berikut :
a. Domba
Umur
domba sekurang – kurangnya adalah berumur satu tahun atau telah tanggal
giginya. Jadi bagi domba yang kurang dari satu tahun atau belum tanggal giginya
tidak sah untuk qurban.
b. Kambing
Kambing
sekurang – kurangnya juga berumur satu tahun, sama halnya dengan domba begitu
juga harus sudah tanggal giginya. Jadi tidak sah bagi kambing yang belum
berumur satu tahun.
c. Unta
Hewan
unta yang sah di gunakan untuk berqurban adalah minimla berumur lima tahun.
Jadi tidak sah bagi unta yang belum berumur lima tahun.
d. Sapi
Sapi
atu kerbau yang sah di gunakan untuk qurban sekurang – kurangnya berumur dua
tahun. Jadi tidak sah bagi sapi atau kerbau yang kurang dari dua tahun.
Hewan
yang sah untuk di qurbankan adalah hewan yang tidak cacat baik karena pincang,
sangat kurus, putus telinganya, putus ekornya, atau karena sakit. Seekor
kambing atau domba hanya untuk qurban satu orang. Sedangkan seekor unta, sapi
atau kerbau masing – masing untuk tujuh orang. Sabda Rasulullah Saw :
Artinya : “ Kami telah menyembelih qurban
bersama – sama Rasulullah Saw.
Pada tahun hudaibiyah, seekor unta untuk tujuh orang dan seekor sapi untuk
tujuh orang”. ( HR. Muslim ).
B.
Imam Syafi’i
1.
Biografi Imam Syafi’i
Nama
lengkapnya adalah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi’I bin Sa’id
bin Abu Yazid bin Hakim bin Muthalib bin Abdul Manaf. Dari pihak ayah beliau
berjumpa dengan keturunan nabi Muhammad Saw. Pada Abdul Manaf yang termasuk
suku Quraisy dari kelompok “ Al – azd”.
Beliau
di lahirkan di kota ghazzah, wilayah palestina di tepi laut tengah pada tahun
150 H / 767 M. Yang bertepatan dengan malam wafatnya imam Abu Hanifah dan
beliau wafat pada tahun 240 H / 822 M di mesir. Sejak kecil ayahnya meninggal
dunia, kemudian dalam usianya yang masih dua tahun ( tahun 170 H ) ibunya
membawa kembali ke kota Makkah dan menetap selama 20 tahun dan seterusnya
pindah ke Madinah.
Beliau
termasuk salah seorang ulama’ yang senang melakukan perlawanan di berbagai
daerah dan pernah tinggal di Hijaz dan bermukim di Badiyyah, Yaman,Mesir dan
bahkan sering sekali di Irak. Selama di Makkah bersama ibunya, beliau dalam
keadaan miskin, sekalipun demikian cita–citanya untuk menuntut ilmu pengetahuan
agama sangat kuat, dengan di perkuat ibunya yang selalu mendorong untuk
mewujudkan cita – citanya khusus dalam bidang ilmu keagamaan.
Masa
kecilnya di Makkah, beliau Imam Syafi’I mempelajari khusus ilmu agama islam,
lalu pada usia muda, situasi perkembagan ilmu pengetahuan dan ilmu keagamaan
sedang berada di puncak kejayaan, khususnya pada masa khalifah Harun Al –
Rasyid ( 170 – 193 H ) sekalipun ilmu pengetahuan ke islaman tetap di Makkah,
Madinah, Kufah ( Irak ) Syam ( Damsyik ) dan Mesir.
Dari
factor lingkungan sperti itulah imam Syafi’i mempunyai kesempatan luar untuk
dapat menuntut ilmu pengetahuan kegamaan islam sebanyak – banyaknya dan
semaksimal mungkin, sehingga dirinya mampu mendirikan kelompok pemikir hokum
islam dalam bentuk madzhab yang di kenal dengan madzhab Syafi’I yang
perkembanganya sampai ke Indonesia.
Perlu
di ketahui bahwa pada awalnya, beliau Imam Syafi’I menjadi pengikut aliran
madzhab Maliky dan aliran Al – hadist. Tetapi dari pengembaraan – pengembaraan
yang beliau lakukan dengan di lengkapi pengalaman di berbagai bidang, Nampak
memberikan pengaruh kuat pada beliau untuk mendirikan suatu aliaran madzhab
yang khusus. Dimana pertama – tama beliau memilih madzhab Al – iraqiy yang
lazimnya disebut dengan madzhab qadim, akan tetapi setelah beliau menetap di
mesir beliau mengajarkan Al – mishriy kepada para pengikutnya dalam mengamalkan
pendapat barunya yang lazim di sebut madzhab jadid. (Sirajuddin Abbas, 2006)
2. Guru – Guru Imam
Syafi’i
Imam Syafi’I mempelajari ilmu Tafsir, Fiqih,
dan Hadist kepada guru – guru yang banyak, yang negerinya antara yang satu
dengan yang lainya berjauhan. Diantara guru – guru Imam Syafi’i adalah :
a. Di Makkah
1.) Muslim bin Khalid Az –
Zanji
2.) Ismail bin Qusthantein
3.) Sofyan bin Ujainah
4.) Sa’ad bin Abi Salim Al –
Qaddah
5.) Daud Abdurrahman Al –
Athar
6.) Abdul Hamid bin Abdul Aziz
b. Di Madinah
1.) Imam Malik bin Anas (
pembangun madzhab Maliki )
2.) Ibrahim Ibnu Sa’ad Al –
Anshari
3.) Abdul Aziz bin Muhammad Ad
– Dururdi
4.) Ibrahim bin Abi Yahya Al –
Asami
5.) Muhammad bun Sa’id
6.) Abdullah bin Nafi’
( Sirajuddin Abbas, 2006 : 153 – 154 )
3. Karya – Karya Imam
Syafi’i
Abu
Abdillah Muhammad bin Idris As Syafi’I setelah ilmunya tinggi dan fahamnya
tajam, dan setelah sampai ke derajad mujtahid mutlaq (mujtahid penuh) timbul
lah inspirasinya untuk bertaqwa sendiri, yakni mengeluarkan hukum – hukum syari’at dari Qur’an
dan Hadist sesuai dengan ijtihadnya sendiri, terlepas dari madzhab gurunya
yaitu imam Maliki dan imam Hambali.
Hal
ini terjadi di Baghdad ( Iraq ) pada tahun 198 H. Yaitu sesudah usia beliau 48 tahun dan sudah mulai masa belajar selama
kurang lebih empat puluh tahun, yang mana fatwa – fatwa beliau ketika tinggal
di Baghdad itu di namai dengan Qoul Qadim.
Sedangkan
fatwa – fatwa beliau setelah pindah ke mesir itu di namakan dengan qoul jadid.
Sebagaimana di maklumi dalam sejarahnya pindah ke mesir pada tahun 198 H. Di
mesir beliau tinggal di rumah salah seorang sahabat, beliau bernama Muhammad
bin Abdullah bin Abdul Hakam dan mengajar di masjid Umar bin Ash yang tidak
berapa jauh dari beliau tinggal.
Selama
berada di mesir selama lima tahun beliau berfatwa dan mengembagkan madzhabnya
di hadapan umum dengan lisan dan tulisan dan mendapat sambutan sangat hangat
dari dunia islam saat itu.
Kitab
– kitab yang di karang beliau banyak sekali, tidak terhitung, karena banyak
kitab – kitab itu yang di salin oleh murid – murid beliau dan di bawa ke negeri
lain untuk di kembangkan.
Ketahuilah
bahwa ketika belum ada percetakan, semua kitab di tulis dengan tangan dan di
salin dari satu naskah ke naskah yang lain.
Seperti
kitab Ar-Risalah,
yang mana sebelum beliau oindah ke mesir kitab ini mengandung ajaran qaul
qadim, setelah beliau pindah ke mesir barulah terbit kitab Ar-Risalah yang mengandung
ajaran di qaul jadid. Dalam perkembangan kitab-kitab yang mengandung ajaran qaul jadid akan
tetapi semua ajaran dalam kitab-kitab qaul qadim telah masuk melengkapi ajaran-ajaran dalam kitab qaul
jadid. Kitab-kitab
yang dikarang oleh Imam Syafi’i ketika di mesir diantaranya :
a. Ar – Risalah
b. Kitab Ahkamil Qur’an
c. Kitab Ikhtilaful Hadist
d. Kitab Ibthalul Istihsan
e. Kitab Jima’ul Ilmi
f. Kitab Al – Qiyas
g. Kitab Al – Um dalam Ilmu
Fiqih
h. Kitab Al – Musnad
i.
Kitab Mukhtasar Al – Muzani
( Sirajuddin Abbas, 2006 : 174 – 179)
BAB III
CARA BERQURBAN MENURUT IMAM SYAFI’I
A.
Cara Penyembelihan Hewan Qurban Menurut Imam
Syafi’i
Ketahuilah bahwasanya cara – cara
penyembelihan qurban menurut imam Syafi’I mempunyai beberapa cara yang harus di
lakukan ole penyembelih diantaranya sebgai berikut :
1.
Membaca Basmalah
Bagi orang yang akan menyembelih
hewan qurban di syaratkan harus membaca basmalah terlebih dahulu. Adapun yang
lebih sempurna adalah membaca Bismillahirrahmanirrahim. Adapun apabila tidak
membaca basmalah maka hukumnya tetap halal.
2.
Membaca Shalawat Nabi Saw
Bagi orang yang akan menyembelih
hewan qurban disyaratkan membaca shalawat nabi Muhammad Saw, dan di makruhkan
mengumpulkan antara nama Allah dan nama Rasulnya.
3.
Menghadap kiblat
Bagi orang yang mnyebelih kurban
disyaratkan untuk mrnghdap kiblat, artinya si penyembelih menhhadapkan
sembelihannya kea rah kiblat dan dia sendiri juga menghadap kiblat.
4.
Membaca takbir
Sebelum membaca basmalah atau sesudahnya sebnyak tiga kali sebagaimana
yang telah dikatakan oleh imam mawardi.
5.
Berdoa dengan meminta agar kurbannya diterima
oleh Alloh.
Si penyembelih hendaknya
membaca doa “ Wahai Alloh, kurban ini adalah dari engkau dan untuk engkau,maka
kabulkanlah (terimalah) kurban ini artinya kurban ini adalah nikmat dari engkau
untukku, dan akau mendekatkan kepadamu dengan kurban ini, maka semoga Engkau
terima kurban ini”.
B.
Hukum Mentasharufkan
Hewan Kurban menurut Imam Syafi’i
Ada beberapa hukum
mentasharufkan hewan qurban mrnurut pendapat imam Syafi’i yang mengandung
beberapa hukum yang harus di ketahui diantaranya :
1. Tidak boleh dalam arti haram bagi Mudhhahhi menjual
sedikit saja dari qurbanya, artinya menjual dagingnya, bulunya, dan kulitnya,
dan juga tidak boleh menjadikan bulunya sebagai upah kepada pihak pemotong
meskipun qurban itu berstatus sunnah.
2. Boleh memakan daging qurban yang statusnya di
sunahkan, yaitu satu pertiga menurut imam Syafi’i.
3. Wajib bagi Mudhahhi membagikan daging qurban yang
di sunahkan kepada para fakir dan miskin. Adapun yang lebih utama mensadaqahkan
seluruh qurbanya kecuali sesuap atau beberapa suap di mana Mudhahhi berharap
berkah lantaran memakannya, karena sesungguhnya Mudhahhi memang di sunahkan
untuk mengambil berkah tersebut.
C. Hikmah Berqurban Menurut Imam Syafi’i
1. Bagi Orang yang Berqurban
a. Menambah kecintaan kepada Allah
b. Menambah keimanan dan ketaqwaan kepada Allah
c. Menunjukkan syukur kepada Allah
d. Mewujudkan tolong menolong antar sesama
2. Bagi Penerima Daging Qurban
1. Menambah keimanan dan ketaqwaan kepada Allah
2. Bertambah semangat dalam hidupnya
3.
Bagi
Kepentingan Umum
1. Memperkokoh tali persaudaraan, karena ibadah
qurban melibatkan semua lapisan masyarakat.
2. Meningkatkan dan menumbuhkan kesadaran beragama
baik bagi orang yang mampu maupun kurang mampu.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarka
uraian pembahasan pada bab – bab sebelumnya, maka penulis mengambil kesimpulan
sebagai berikut :
1.
Cara
Penyembelihan Qurban Menurut Imam Syafi’i
a.
Membaca
basmalah
b.
Membaca
shalawat nabi Saw
c.
Menghadap
kiblat
d.
Membaca
takbir
e.
Berdo’a
dengan meminta agar qurbannya dapat di terima Allah
2.
Hukum
Mentasharufkan Hewan Qurban menurut Imam Syafi’i
a.
Boleh memakan
qurban yang statusnya di sunahkan
b.
Tidak boleh
bagi mudhahhi menjual sedikit saja dari qurbannya
c.
Wajib bagi
mudhahhi memberikan daging qurban yang di sunahkan
3.
Hikmah
Berqurban
a.
Bagi yang
berqurban
1.)
Menambah
kecintaan kepada Allah Swt.
2.)
Menambah
keimanan kepada Allah Swt.
3.)
Menunjukkan
rasa syukur kepada Allah Swt.
4.)
Mewujudkan
tolong menolong antar sesama.
b.
Bagi penerima
daging qurban
1.)
Menambah
keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt.
2.)
Bertambah
semangat dalam hidupnya.
c.
Bagi
kepentingan umum
1.)
Memperkokoh
tali persaudaraan.
2.)
Menumbuhkan
dan meningkatka kesadaran beragama.
B.
Saran
– saran
1.
Hendaknya
masyarakat islam ketika berqurban memenuhi adab, syarat dan ketetapan yang
sesuai dengan syari’at islam.
2.
Hendaknya
masyarakat islam ketika berqurban dengan niat yang iklhas, karena bagi Allah
darah dan daging qurban itu tidak ada derajatnya di sisi Allah hanya keiklhasan
yang di terima oleh Allah.
3.
Hendaknya
bagi yang mampu untuk berqurban dengan segera, karena berqurban terdapat
manfaat yang sangat banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Amar. 1983. Fathul Qarib Terjemahan.
Kudus : Menara kudus
Alfan, A. 2014. Fiqih Pendekatan Saintifik
Kurikulum 2013 kelas X. Jakarta : Kementerian
agama
Abbas, Sirajuddin. 2006. Sejarah Keagungan
Madzhab Syafi’i. Jakarta : Cv. Pustaka
Tarbiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar