BAB
I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Setelah Nbi Muhammad SAW.lahir kondisi
bangsa arab berubah sangat drastic,bangsa arab yang dulunya dihuni oleh orang
jahiliyah yang mayoritas penduduknya menyembah berhala untuk menjadi pujaanya
,dan mereka mendirikan kabilah kabilah yang dipimpin oleh seorang syekh ,dan
diantara kabilah satu dengan yang lainya saling bermusuhan dan berperang demi
mempertahankan suku atau kabilahnya .pada saat itu belum ada agama yangmereka
anut,apalagi agama islam, karena mereka hanya percaya kepada berhala pujaanya.
Kondisi
bangsa arab menjadi sangat baik ,mulai dari lahirnya nabi Muhammad di bumi
ini,dan setelah nabi Muhammad SAW.diangkat menjadi nabi agama islam masuk
dengan cara yang bertahap,namun dalam menyebarkan agama islam nabi Muhammad
mengalami banyak rintangan ,namun nabi Muhammad tidak pernah menyerah dalam
menyebarkan agama islam, nabi Muhammad menggunakan metode dakwah secara terang
terangan dan secara sembunyi sembunyi ,dan dimulai dari keluarga terdekat,dan
dari keluarga dekatnya pun juga ada yang menentang ajarannya nabi.
Tahap
demi tahap dakawah nabi semakin maju dan semakin banyak pula pengikutnya,tapi
meskipun demikian masih MENGALAMI BANYAK RINTANGAN,oleh karena itu,kami mencoba
membuat makalh ini yang membahas mengenai masa kenabian Nabi Muhammad.
BAB
II
PEMBAHASAN
1. KELAHIRAN NABI MUHAMMAD SAW.
Secara
esensial, kehadiran Nabi Muhammad pada masyarakat Arab adalah terjadinya
kristalisasi pengalaman baru dalam dimensi ketuhanan yang memengaruhi segala
aspek kehidupan masyarakat, termasuk huku-hukum yang digunakan pada masa itu.
Keberhasilan Nabi Muhammad dalam memenangkan kepercayaan bangsa Arab pada waktu
yang relatif singkat kemampuannya dalam modifikasi jalan hidup orang-orang
Arab. Sebagian dari nilai dan budaya Arab pra islam, untuk beberapa hal diubah
dan diteruskan oleh masyarakat Muhammad ke tatanan moral islam. Secara
geneologis, ia merupakan keturunan suku Quraisy, suku yang terkuat dan
berpengaruh di Arab.
Nabi
Muhammad dilahirkan pada tahun gajah kira-kira pada tahun 570M (12 Rabiul
Awal). Setelah diasuh beberapa lama oleh ibunya yang bernama Aminah, Muhammad
dipercayakan kepada Halimah dari suku Banu Sa'ad untuk diasuh dan dibesarkan.
Dia diasuh hingga berusia 6 tahun. Ketika dia dikembalikan kepada ibunya, pada
saat itu ibunya bermaksud menziarahi makam suaminya Abdullah di Madinah. Namun
ditengah perjalanan, yaitu di Abwa, Madinah, Aminah menderita sakit dan
menghembuskan nafas terakhir disana.
Setelah
Aminah meninggal, Abdul Muthalib mengambil alih tanggung jawab mengasuh
Muhammad. Namun dua tahun kemudian Abdul Muthalib meninggal dunia karena renta.
Tanggung jawab selanjutnya beralih ke pamannya, Abu Thalib, orang yang disegani
dan dihormati orang Quraisy dan penduduk Mekah secara keseluruhan, tetapi dia
miskin. Dalam usia muda, Muhammad hidup sebagai penggembala kambing keluarganya
dan kambing penduduk Mekah. Melalui kegiatan ini, dia menemukan tempat untuk
berfikir dan merenung. Pemikiran dan perenungan ini membuatnya jauh dari segala
pemikiran nafsu duniawi, sehingga ia terhindar dari berbagai macam noda yang
dapat merusak namanya. Oleh karena itu, sejak muda ia sudah dijuluki al-amin,
orang yang terpercaya.
Selanjutnya,
Nabi Muhammad melakukan perjalanan (usaha) untuk pertama kali dalam khafilah dagang
ke Siria (Syam) dalam usia 12 tahun. Khafilah itu dipimpin oleh Abu Thalib.
Dalam perjalanan ini, di Bushra, sebelah selatan Siria ia bertemu dengan
pendeta Kristen bernama Buhairah. Pendeta ini melihat tanda-tanda kenabian pada
Muhammad sesuai dengan petunjuk cerita-cerita Kristen. Pendeta itu menasihati
Abu Thalib agar tidak terlalu jauh memasuki daerah Siria, sebab dikhawatirkan
orang-orang Yahudi yang mengetahui tanda-tanda itu akan berbuat jahat
terhadapnya. Perkiraan pendeta tersebut akhirnya dibuktikan dengan sejarah
kenabian Muhammad sampai sekarang.
Ketika
Nabi Muhammad berusia 25 tahun, ia berangkat ke Siria membawa barang dagangan seorang
saudagar wanita kaya raya yang telah menandatangani, Khadijah. Dalam
perdagangan ini, Muhammad memperoleh laba yang besar. Khadijah kemudian
melamarnya. Lamaran itu diterima dan perkawinan segera dilaksanakan. Ketika itu
Muhammad berusia 25 tahun dan Khadijah berusia 40 tahun. Dalam perkembangan
selanjutnya Khadijah adalah wanita pertama yang masuk islam dan banyak membantu
Nabi dalam perjuangan menyebarkan islam. Perkawinan bahagia dan saling
mencintai itu dikaruniai enam orang anak, dua anak putra dan empat anak putri :
Qasim, Abdullah, Zainab, Rukayah, Ummu Kulsum, dan Fatimah. Kedua putranya
meninggal waktu kecil. Nabi Muhammad tidak menikah lagi sampai Khadijah
meninggal ketika Muhammad berusia 50 tahun.[1]
2. GAMBARAN UMUM : MISI MUHAMMAD SAW.
Secara
historis, perjalanan Nabi Muhammad SAW, sebagai pembawa misi risalah langit
terbagi dalam tiga periode, yaitu pertama, periode pra-kerasulan; kedua,
periode kerasulan, dan ketiga, pasca-kerasulan. Tahap kedua sejarah
kenabian ini diawali dengan dua kondisi demografis-sosioligis Arab, yakni
kondisi pada masa Makiyyah dan masa Madaniyyah. Kehadiran Nabi Muhammad SAW.,
identik dengan latar belakang kondisi masyarakat Arab, khususnya orang-orang
Mekah. Para sejarawan, baik islam maupun non-islam tidak berbeda dalam
melukiskan keberadaan mereka.
Kehidupan
masyarakat Arab secara sosiopolitis mencerminkan kehidupan derajat yang rendah.
Perbudakan, perzinahan, mabuk, eksploitasi, ekonomi dan perang antarsuku
menjadi karakter perilaku mereka. Situasi chaos semacam ini berlangsung sejak
para pendahulu mereka mendiami negeri tersebut. Dari aspek kepercayaan atau
agama, orang-orang Arab Mekah adalah penyembah berhala. Tidak kurang dari tiga
ratus berhala yang mereka anggap sebagai Tuhan atau pelindung manusia.
Berangkat dari kondisi inilah dalam sejarah dicatat bahwa Muhammad sering
melakukan kontemplasi ('uzlah), untuk mendapatkan suatu jawaban apa dan
bagaimana seharusnya membangun kehidupan masyarakat Arab. Setelah melalui
proses kontemplasi yang cukup lama, tempatnya di Gua Hira, akhirnya Muhammad
mendapat suatu petunjuk dari Allah melalui Malaikat Jibril untuk mengubah masyarakat
Arab Mekah. Dari sinilah awal sejarah penyebaran dan perjuangan Nabi Muhammad
SAW. dalam menegakkan ajaran islam dimulai.
Para
Nabi dan rasul yang diutus oleh Allah, dilihat dari pendekatan visi dan misi,
dapat dibagi ke dalam bagian, pertama Nabi yang hanya membawa dokrin
teologis semata dan kedua Nabi yang membawa dokrin teologis sekaligus
membawa dokrin politis. Dokrin teologis adalah dokrin yang menekankan
substansi moral dalam mempersatukan ideal moral manusia dengan ideal moral
Tuhan tanpa melakukan perubahan sosial politik sebagai bagian dari proses ideal
moral tersebut, sedangkan dokrin teologis politis adalah dokrin yang
mengedepankan ajakan moral sekaligus berusaha melakukan perubahan sistem untuk
menata intitusi-intitusi sosial dan politik.
Para
nabi yang tergolong pembawa dokrin teologis politis ini, diantaranya adalah
nabi-nabi yang bergelar Ulul 'zmi. Nabi Muhammad SAW. termasuk bagian ini
karena ia, selain mengajarkan nilai-nilai islam yang berkenaan dengan hal-hal
yang bersifat aksentis (keakhiratan) juga berusaha beserta umatnya menata
kekuatan untuk mengambil alih peran kepemimpinan dan pemerintahan orang-orang
Quraisy. Peran ini sangat dominan, terutama pada masa nabi berada di Madinah.[2]
3. PERADABAN
PADA MASA RASULULLAH SAW.
Peradaban
atau kebudayaan pada masa Rasulullah SAW. yang paling dahsyat adalah perubahan
sosial. Suatu perubahan mendasar dari masa kebobrokan moral menuju moralitas
yang beradab. Dalam tulisan Ahmad Al-Husairy, diuraikan bahwa peradaban pada
masa Nabi dilandasi dengan asas-asas yang diciptakan sendiri oleh Muhammad di
bawah bimbingan wahyu. Diantaranya sebagai berikut :
1.
Pembangunan Masjid Nabawi
2.
Persaudaraan antara Kaum Muhajirin dan Anshar
3.
Kesepakatan untuk Saling Membantu antara Kaum Muslimin dan Non-Muslimin
4.
Peletakan Asas-asas Politik, Ekonomi dan Sosial
Secara
sistematik, proses peradaban yang dilakukan oleh Nabi pada masyarakat islam di
Yatsrib adalah :pertama, Nabi Muhammad SAW. mengubah nama Yatsrib
menjadi Madinah (Madinat Ar-Rasul, Madinah An-Nabi, atau Madinah
Al-Munawwarah). Perubahan nama yang bukan terjadi secara kebetulan, tetapi
perubahan nama yang menggambarkan cita-cita Nabi Muhammad SAW., yaitu membentuk
sebuah masyarakat yang tertib dan maju, dan berperadaban; kedua,
membangun masjid. Masjid bukan hanya dijadikan pusat kegiatan ritual shalat
saja, tetapi juga menjadi sarana penting untuk mempersatukan kaum muslimin
dengan musyawarah dalam merundingkan masalah-masalah yang dihadapi. Di samping
itu, masjid juga menjadi pusat kegiatan pemerintahan; ketiga, Nabi
Muhammad SAW. membentuk kegiatan mu'akhat (persaudaraan), yaitu
mempersaudarakan kaum Muhajirin (orang-orang yang hijrah dari Mekah ke Yatsrib)
dengan Anshar (orang-orang yang menerima dan membantu kepindahan Muhajirin di
Yatsrib). Persaudaraan diharapkan dapat mengikat kaum muslimin dalam satu
persaudaraan dan kekeluargaan. Nabi Muhammad SAW. membentuk persaudaraan yang
baru, yaitu persaudaraan seagama, disamping persaudaraan yang sudah ada
sebelumnya, yaitu bentuk persaudaraan berdasarkan darah; keempat,
membentuk persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama islam; dan kelima,
Nabi Muhammad SAW. membentuk pasukan tentara untuk mengantisipasi
gangguan-gangguan yang dilakukan oleh musuh.
Mengomentari
tentang perubahan nama Yatsrib menjadi Madinah, dalam pandangan Nurholish
Madjid, bahwa agenda-agenda politik kerasulan telah diletakkan dan beliau
bertindak sebagai utusan Allah, kepala negara, komandan tentara, dan pemimpin
kemasyarakatan. Semua yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. di kota hijrah itu
merupakan refleksi dari ide yang terkandung dalam perkataan Arab Madinah,
yang secara etimologis berarti tempat peradaban, yaitu padanan perkataan Yunani
polis, (seperti dalam nama kota Constantinopel). Dan Madinah
dalam arti itu sama dengan hadarah dan tsaqarah, yang
masing-masing sering di terjemahankan, berturut-turut, peradaban dan
kebudayaan, tetapi secara etimologis mempunyai arti pola kehidupan menetap
sebagai lawan badawah yang berarti "pola kehidupan
mengembara", nomad. Oleh karena itu, perkataan madinah,
dalam peristilahan modern, menunjukkan pada semangat dan pengertian civil
society, suatu istilah Inggris yang berarti "masyarakat sopan,
beradab, dan teratur" dalam bentuk negara yang baik. Dalam arti (al-insanu
madniy-un bi ath-thab'i) "manusia menurut naturnya adalah
bermasyarakat budaya" merupakan padanan adagium terkenal Yunani bahwa
manusia adalah zoon politicon.
Munawir
Syadzali menguraikan bahwa dasar-dasar kenegaraan yang terdapat dalam piagam
Madinah adalah : pertama, umat islam merupakan satu komunitas (umat)
meskipun berasal dari suku yang beragam; dan kedua, hubungan antara
sesama anggota komunitas islam dan antara anggota komunitas islam dengan
komunitas-komunitas lain didasarkan atas prinsip-prinsip : a) bertetangga baik;
b) saling membantu dalam menghadapi musuh bersama; c) membela mereka yang
dianiaya; d) saling menasihati; dan e) menghormati kebebasan beragama.[3]
4.
Masa
Kenabian
Menjelang
usianya yang keempat puluh, dia sudah terlalu biasa memisahkan diri dari
kegalauan masyarakat, berkontemplasi ke Gua Hira’, beberapa kilometer di Utara
Makkah. Di sana Muhammad mula-mula berjam-jam kemudian berhari-hari
bertafakkur. Pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 M, malaikat Jibril muncul
dihadapannya, meyampaikan wahyu Allah yang pertama. “Bacalah dengan nama
Tuhanmu yang telah mencipta. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah, dan Tuhanmu itu Maha Mulia. Dia telah mengajar dengan Qalam. Dia telah
mengajar manusia apa yang tidak mereka ketahui (QS 96: 1-5). Dengan turunnya
wahyu pertama itu, berarti Muhammad telah dipilih Tuhan sebagai nabi. Dalam
wahyu pertama ini, dia belum diperintahkan untuk menyeru manusia kepada suatu
agama.
Setelah
wahyu pertama itu datang, Jibril tidak muncul lagi untuk beberapa lama,
sementara Nabi Muhammad menantikannya dan selalu datang ke gua Hira’. Dalam
keadaan menanti itulah turun wahyu yang membawa perintah kepadanya. Wahyu itu
berbunyi sebagai berikut: “Hai orang yang berselimut, bangun, dan beri
ingatlah. Hendaklah engkau besarkan Tuhanmu dan bersihkanlah pakaianmu,
tinggalkanlah perbuatan dosa, dan janganlah engkau memberi (dengan maksud)
memperoleh (balasan) yang lebih banyak dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu
bersabarlah (Al Muddatstsir: 1-7).
Dengan
turunnya perintah itu, mulailah Rasulullah berdakwah. Pertama-tama beliau
melakukannya secara diam-diam di lingkungan sendiri dan rekan-rekannya. Karena
itulah, orang yang pertama kali menerima dakwahnya adalah keluarga dan sahabat
dekatnya. Mula-mula istrinya sendiri, Khadijah lalu Ali bin Abi Thalib ketika
berumur 10 tahun, dan Abu Bakar
sahabatnya, kemudian Zaid. Ummu aiman, pegasuh nabi sejak kecil juga
termasuk orang yang pertama masuk islam. Sebagai seorang pedagang yang
berpengaruh, Abu Bakar berhasil mengislamkan beberapa orang teman dekatnya,
seperti Usman bin Affab, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin ‘Auf, Sa’ad bin Abi
Waqqash, dan Thalhah bin Ubaidillah. Mereka dibawa Abu Bakar langsung kepada
nabi dan masuk Islam di hadapan nabi sendiri. Dengan dakwah secara diam-diam
ini, belasan orang telah memeluk agama islam.
Setelah
beberapa lama dakwah tersebut dilaksanakan secara individual turunlah perintah
agar nabi menjalankan dakwah secara terbuka. Mula-mula ia mengundang dan
menyeru kerabat karibnya dari Bani Abdul Muthalib. Ia mengatakan kepada mereka,
“Saya tidak melihat seorang pun di kalangan Arab yang dapat membawa sesuatu ke
tengah-tengah mereka lebih baik dari apa yang saya bawa kepada kalian.
Kubawakan kepadamu dunia dan akhirat yang terbaik. Tuhan memerintahkan saya
mengajak kalian semua. Siapakah diantara kalian yang mau mendukung saya dalam
hal ini?”. Mereka semua menolak kecuali Ali.
Langkah
dakwah selanjutnya yang diambil Muhammad adalah menyeru masyarakat umum. Nabi
mulai menyeru segenap lapisan masyarakat kepada Islam dengan terang-terangan,
baik golongan bangsawan maupun hamba sahaya. Mula-mula ia menyeru penduduk
Makkah, kemudian penduduk negeri-negeri lain. Disamping itu, ia juga menyeru
orang-orang yang datang ke Makkah, dari berbagai negeri untuk mengerjakan haji.
Kegiatan dakwah dijalankan tanpa mengenal lelah. Dengan usahanya yang gigih,
hasil yang diharapkan mulai terlihat. Jumlah pengikut nabi yang tadinya hanya
belasan orang, makin hari makin bertambah. Mereka terutama terdiri dari kaum wanita,
budak, pekerja, dan orang-orang yang tak punya. Meskipun kebanyakan mereka
adalah orang-orang yang lemah, namun semangat mereka sungguh membaja.
Setelah
dakwah terang-terangan itu, pemimpin Quraisy mulai berusaha menghalangi dakwah
Rosul. Semakin bertambahnya jumlah pengikut nabi, semakin keras tantangan
dilancarkan kaum Quraisy. Menurut Ahmad Syalabi, ada lima factor yang mendorong
orang-orang Quraisy menentang seruan islam itu.[4]
1. Mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan. Merekamengira
bahwa tunduk kepada seruan Muhammad berarti tunduk kepada kepemimpinan Bani
Abdul Muthalib. Yang terakhir ini sangat tidak mereka inginkan. (2) Nabi
Muhammad menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba sahaya. Hal ini
tidak disetujui oleh kelas bangsawaan Quraisy. (3) para pemimpin Quraisy tidak
dapat menerima ajaran tentang kebangkitan kembali dan pembalasan di akhirat.
(4) taklid kepada nenek moyang adalah kebiasaan yang berurat yang berakar pada
bangsa Arab. (5) pemahat dan penjual patung memandang Islam sebagai penghalang
rezeki.
Banyak
cara yang ditempuh para pemimpin Quraisy untuk mencegah dakwah Nabi Muhammad.
Pertama-tama mereka mengira bahwa, kekuatan nabi terletak pada perlindungan dan
pembelaan Abu Thalib yang amat disegani itu. Karena itu mereka menyusun siasat
bagaimana melepaskan hubungan nabi dengan Abu Thalib dan mengancam dengan
mengatakan: “Kami minta Anda memilih satu diantara dua: memerintahkan Muhammad
berhenti dari dakwahnya atau Anda menyerahkannya kepada kami. Dengan demikian,
Anda akan terhindar dari kesulitan yang tidak diinginkan.”Tampaknya, Abu Thalib
cukup terpengaruh dengan ancaman tersebut, sehingga ia mengharapkan Muhammad
menghentikan dakwahnya. Namun, Nabi menolak dengan mengatakan: “Demi Allah saya
tidak akan berhenti memperjuangkan amanat Allah ini, walaupun seluruh anggota
keluarga dan sanak saudara akan mengucilkan saya.” Abu Thalib sangat terharu
mendengar jawaban kemenakannya itu, kemudian berkata: “Teruskanlah, demi Allah
aku akan terus membelamu”.
Merasa
gagal dengan cara ini, kaum Quraisy kemudian mengutus Walid ibn Mughirah dengan
membawa Umarah ibn Walid, seorang pemuda yang gagah dan tampan, untuk
dipertukarkan dengan Nabi Muhammad, Walid bin Mughirah berkata kepada Abu
Thalib: “Ambillah dia menjadi anak Saudara, tetapi serahkan Muhammad kepada
kami untuk kami bunuh.” Usul ini langsung ditolak keras oleh Abu Thalib.
Untuk
kali berikutnya, mereka langsung kepada Nabi Muhammad. Mereka mengutus Utbah
ibn Rabiah, seorang ahli retorika, untuk membujuk nabi. Mereka menawarkan tahta
wanita, dan harta asal Nabi Muhammad bersedia menghentikan dakwahnya. Semua
tawaran itu ditolak Muhammad dengan mengatakan: “Demi Allah, biar pun mereka
meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan
berhenti melakukan ini, hingga agama ini menang atau aku binasa karenanya.”
Setelah
cara-cara diplomatik dan bujuk rayu yang dilakukan oleh kaum Quraisy gagal,
tindakan-tindakan kekerasan secara fisik yang sebelumnya sudah dilakukan
semakin ditingkatkan. Tindakan kekerasan itu lebih intensif dilakukan setelah
mereka mengetahui bahwa di lingkungan rumah tangga mereka sendiri sudah ada
yang masuk Islam. Budak-budak yang selama ini mereka anggap sebagai harta,
sekarag sudah ada yang masuk islam dan mempunyai kepercyaan yang berbeda dengan
tuan mereka. Budak-budak itu disiksa tuannya dengan sangat kejam. Para pemimpin
quraisy juga mengharuskan setiap keluarga untuk menyiksa anggota keluarganya
yang masuk islam sampai dia murtad kembali.
Kekejaman
yang dilakukan oleh pnduduk makah terhadap kaum muslimin itu, mendorong nabi
Muhammad untuk mengungsikan sahabat-sahabatnya keluar makkah. Pada tahun kelima
kerasulannya, nabi menetapkkan Habsyah (Ethiopia) sebagai negeri tempat
pengungsian, karena Negus (raja) negeri itu adalah seorang yang adil.
Rombongan pertama sejumlah sepuluh orang pria dan empat orang wanita, di
antaranya Usman bin Affan beserta istrinya Rukayah puteri Rosullulah, Zubair
ibn Awwam dan Abdurrahman ibn ‘Auf. Kemudian menyusul rombongan kedua sejumlah
hampir seratus orang, dipimpin oleh Ja’far ibn Abu Thalib. Usaha orang-orang
Quraisy untuk menghalangi hijrah ke Habsyah ini, termasuk membujuk Negus agar
menolak kehadiran umat Islam di sana, gagal. Di samping itu, semakin kejam
mereka memperlakukan umat Islam, semakin banyak orang yang masuk agama ini.
Bahkan, di tengah meningkatnya kekejaman itu, dua orang kuat Quraisy masuk
Islam, Hamzah dan Umar ibn Khathab.Dengan masuk islamnya dua tokoh besar ini
posisi umat islam semakin kuat.
Menguatnya
posisi umat islam memperkeras reaksi kaum musyrik Quraisy. Mereka menempuh cara
baru dengan melumpuhkan kekuatan Muhammad yang bersandar pada perlindungan Bani
Hasyim. Dengan demikian untuk melumpuhkan kaum Muslimin yang dipimpin oleh
Muhammad mereka harus melumpuhkan Bani Hasyim terlebih dahulu secara
keseluruhan. Cara yang ditempuh ialah pemboikotan. Mereka memutuskan segala
bentuk hubungan dengan suku ini. Tidak seorang penduduk Makkah pun
diperdiperkenankan melakukan hubungan jual beli dengan Bani Hasyim. Persetujuan
dibuat dalam bentuk piagam yang ditandatangani bersama dan disimpan di dalam
Ka’bah. Akibat boikot tersebut, Bani Hasyim menderita kelaparan, kemiskinan,
dan kesengsaraan yang taka da bandingannya. Untuk meringankan penderitaan itu,
Bani Hasyim akhirnya pindah ke suatu lembah di luar kota Makkah. Tindakan
pemboikotan yang dimulai pada tahun ke-7 kenabian ini berlangsung selama tiga
tahun. Ini merupakan tindakan paling menyiksa dan melemahkan umat islam.
Pemboikotan
itu baru berhenti setelah beberapa pemimpin Quraisy menyadari bahwa apa yang
mereka lakukan sungguh suatu tindakan yang keterlaluan. Setelah boikot
dihentikan,Bani Hasyim seakan dapat bernafas kembali dan pulang ke rumah
masing-masing. Namun tidak lama kemudian Abu Tholib, paman Nabi yang merupakan
pelindung utamanya, meninggal dunia dalam usia 87 tahun. Tiga hari setelah itu,
Khadijah, istri Nabi, meninggal dunia pula. Peristiwa itu terjadi pada tahun
kesepuluh kenabian. Tahun ini merupakan tahun kesedihan bagi Nabi Muhammad saw.
Sepeninggal dua pendukungitu, kafir Quraisy tidak segan-segan lagi melampiaskan
nafsu amarahnya terhadap Nabi. Melihat reaksi penduduk Makkah demikian rupa,
Nabi kemudian berusaha menyebarkan Islam ke luar kota. Namun di Thaif ia
diejek, disoraki, dan dilempari batu, bahkan sampai terluka dibagian kepala dan
badannya.
Untuk
menghibur Nabi yang sedang ditimpa duka, Allah mengisra’ dan memikhrajkan
beliau pada tahun ke-10 kenabian itu. Berita tentang Isra’ dan Mikhraj ini
menggemparkan masyarakat Makkah. Bagi orang kafir, ia dijadikan bahan
propaganda untuk mendustakan nabi. Sedangkan, bagi orang yang beriman,ia
merupakan ujian keimanan.
Setelah
peristiwa Isra’ dan Mikhraj, suatu perkembangan besar bagi kemajuan dakwah
Islam muncul. Perkembangan datang dari sejumlah penduduk Yatsrib yang berhaji
ke Makkah. Mereka yang terdiri dari suku ‘Aus dan Khazraj, masuk Islam dalam
tiga gelombang.[5]
Pertama, pada tahun kesepuluh kenabian, beberapa orang Khazraj berkata kepada
Nabi : “Bangsa kami telah lama terlibat dalam permusuhan, yaitu antara suku
Khazraj dan ‘Aus. Mereka benar-benar merindukan perdamaian. Kiranya Tuhan
mempersatukan mereka kembali dengan perantaraan engkau dan ajaran-ajaran yang
engkau bawa, Oleh karena itu, kami akan berdakwah agar mereka mengetahui agama
yang kami terima dari engkau ini.” Mereka giat mendakwahkan Islam di Yatsrib.
Kedua, pada tahun keduabelas kenabian delegasi Yatsrib, terdiri dari sepuluh
orang suku Khazrajdan dua orang suku Ausserta seorang wanita menemui Nabi di
suatu tempat bernama Aqabah. Di hadapan Nabi mereka menyatakan ikrar
kesetiaaan. Rombongan ini kemudian kembali ke Yastrib sebagai juru dakwadh
dengan ditemani oleh Mus’ab bin Umair yang sengaja diutus Nabi atas permintaan
mereka. Ikrar ini disebut dengan perjanjian ‘Aqabah Pertama’. Pada musim haji
berikutnya, jamaah haji yang datang dari Yatsrib berjumlah 73 orang. Atas nama
penduduk Yatsrib, mereka meminta pada nabi agar berkenan pindah ke Ytsrib.
Mereka berjanji akan membela Nabi dengan segala ancaman. Nbi pun menyetujui
usul yang mereka ajukan. Perjanjian ini disebut perjanjia ‘Aqabah Kedua’.
Setelah
kaum musyikin Quraisy mengetahui adanya perjanjian antara Nabi dan orang-orang
Yatsrib itu, mereka kian gila melancarkan intimidasi terhadap kaum Muslimin.
Hal ini membuat Nabi segera memerintahkan para sahabatnya untuk hijrah ke
Yatsrib. Dalam waktu dua bulan, hamper semua kaum Muslimin, kurang lebih 150
orang, telah meninggalkan kota Makkah. Hanya Ali dan Abu Bakar yang tetap
tinggal di Makkah bersama Nabi.
Keduannya membela dan menemani Nabi sampai ia pun berhijrah ke Yatsrib karena
kafir Quraisy sudah merencanakan akan membunuhnya.
Dalam
perjalanan ke Yatsribnabi ditemani oleh Abu Bakar. Ketika tiba di Quba, sebuah
desa yang jaraknya sekitar lima kilometer dari Yatsrib, Nabi istirahat
beberapah hari lamanya. Dia menginap di rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman
rumah ini Nabi membangun sebuah masjid. Inilah masjid pertaman yang dibangun
Nabi, sebagai pusat peribadatan. Tak lama kemudian, Ali menggabungkan diri
dengan Nabi, setelah menyelesaikan segala urusan di Makkah. Sementara itu
penduduk Yatsrib menunggu-nunggu kedatangannya.Waktu yang mereka tunggu-tunggu
itu tiba. Nbi memasuki Yatsrib dan pendududk kota ini mengelu-elukan kedatangan
beliaudengan penuh kegembiraan. Sejak itu , sebagai penghormatan terhadap Nabi,
nama kota Yatsrib diubah menjadi Madinatun Nabi( Kota Nabi) atau sering juga
disebut Madinatul Munawwarah (Kota yang Bercahaya), karena dari sanalah sinar
Islam memancar ke seluruh dunia. Dalam istilah sehari-hari, kota ini disebut
Madinah saja.
BAB
III
PENUTUP
1. Kesimpulan
·
Perjalanan Nabi
Muhammad membawa misi yang terbagi menjadi tiga periode yaitu periode
kerasullan,periode kerasullan,periode pasca kerasullan .Peradaban pada masa
Rasulullah SAW.yang paling dahsyat adalah merubah dari moralitas kebodohan
menuju moral yang beradap,diantara peradaban pada masa rasulullah adalah
pembangunan masjid nabawi,persaudaraan kaum muhajirin dan ansor,kesepakatan
saling membantu antara muslim dan non muslim,dan peletakan asas asas politik,ekonomi
dan social.
·
Banyak cara yang
dilakukan oleh kaum qurais untuk menggagalkan misi Nabi Muhammad SAW.mulai dari
bujuk rayu tahta wanita,kekerasan dan lain-lain.Namun semua yang dilakukan oleh
kaum qurais gagal dan Nabi tetap melanjutkan misinya.
[1] Dedi Supriyadi, Sejarah
Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008),hlm.59-61.
[2]Dedi Supriyadi, Sejarah
Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008),hlm.62-63.
[3]Dedi Supriyadi, Sejarah
Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008),hlm.63-65.
[4] Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hlm.20.
[5]Badri Yatim, Sejarah Peradaban
Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hlm.24.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar