BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Bisnis adalah suatu kegiatan
perdangan namun meliputi unsur-unsur yang lebih luas yaitu pekerjaan, profesi,
penghasilan, mata pencarian, dan keuntungan. Dalam perkembangannya bisnis
menjadi suatu hal yang sangat penting sehingga tidak dapat dipisahkan dengan
berbagai macam ancaman bahkan perselisihan didalamnya.
Sengketa bisnis sudah menjadi
hidangan yang bisa dinikmati, dalam artian semakin berkembangnya sebuah bisnis
semakin besar resiko sengketa yang terjadi dalam bisnis itu, sehingga
diperlukannya penyelesaian sengketa bisnis yang cepat lugas dan akurat.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan membahas
beberapa hal terkait latar belakang di atas diantaranya :
1. Apa pengertian dari sengketa bisnis?
2 Bagaimana
penyelesaian sengketa melalui pengadilan?
3. Bagaimana
penyelesaian sengketa melalui mediasi?
4.
Bagaimana penyelesaian sengketa melalui arbitrase?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sengketa Bisnis
Pengertian sengketa bisnis
menurut dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sengketa adalah pertentangan atau
konflik. Konflik berarti adanya oposisi, atau pertentangan antara kelompok atau
organisasi terhadap satu objek permasalahan.
Menurut Winardi, Pertentangan
atau konflik yang terjadi antara individu – individu atau kelompok – kelompok
yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek
kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dngan yang lain.
Menurut Ali Achmad, sengketa
adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang
berbeda tentang suatu kepemilikan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat
hukum antara keduanya.
Dari pendapat diatas dapat di
simpulkan bahwa Sengketa adalah perilaku pertentangan antara kedua orang atau
lembaga atau lebih yang menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat
diberikan sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya.
Pertumbuhan ekonomi yang pesat
dan kompleks melahirkan berbagai macam bentuk kerja sama bisnis. Mengingat
kegiatan bisnis yang semakin meningkat, maka tidak mungkin dihindari terjadinya
sengketa diantara para pihak yang terlibat. Sengketa muncul dikarenakan
berbagai alasan dna masalah yang melatar belakanginya, terutama karena adanya
conflict of interest diantara para pihak. Sengketa yang timbul diantara
para pihak yang terlibat dalam berbagai macam kegiatan bisnis atau perdagangan
dinamakan sengketa bisnis. Secara rinci sengketa bisnis dapat berupa sengketa
sebagai berikut :
1. Sengketa
perniagaan
2. Sengketa
perbankan
3. Sengketa
Keuangan
4. Sengketa
Penanaman Modal
5. Sengketa
Perindustrian
6. Sengketa
HKI
7. Sengketa
Konsumen
8. Sengketa
Kontrak
9. Sengketa
pekerjaan
10. Sengketa
perburuhan
11. Sengketa
perusahaan
12. Sengketa hak
13. Sengketa property
14. Sengketa
Pembangunan konstruksi
Cara penyelesaian sengketa dibagi
menjadi 2 yaitu:
1.
Litigasi : merupakan mekanisme penyelesaian sengketa melalui jalur
pengadilan dengan menggunakan pendekatan hukum. Lembaga penyelesaiannya :
1. Pengadilan Umum
2. Pengadilan Niaga
2. non Litigasi : merupakan mekanisme penyelesaian
sengketa diluar pengadilan dan tidak menggunakan pendekatan hukum formal.
Lembaga penyelesaiannya melalui mekanisme :
a. Arbitrase : merupakan cara penyelesaian
sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasrkan pada perjanjian yang
dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa (pasal 1 angka 1 UU
No.30 Tahun 1999)
b. Negosiasi : sebuah interaksi sosial saat
pihak-pihak yang terlibat berusaha untuk saling menyelesaikan tujuan yang
berbeda dan bertentangan untuk mendapatkan solusi dari yang dipertentangkan.
c. Mediasi : Negosiasi dengan bantuan pihak ketiga.
Dalam mediasi yang memainkan peran utama adalah pihak-pihak yang bertikai.
Pihak ketiga (mediator) berperan sebagai pendamping,pemangkin dan penasihat.
d. Konsiliasi : Usaha untuk mempertemukan keinginan
pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan
tersebut.
e. Konsultasi
f. Penilaian Ahli
B. Penyelesaian Sengketa Bisnis Melalui Pengadilan
Sengketa yang terjadi dan diperiksa melalui jalur litigasi akan diperiksa
dan diputus oleh hakim. Penyelesaian sengketa melalui litigasi
diatur dalam Undang-Undang No 48 Tahun2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, mengatur penyelesaian melalui
peradilan umum dan peradilan khusus.
Melalui sistem ini tidak mungkin akan dicapai sebuah win-win solution
(solusi yang memperhatikan kedua belah pihak) karena hakim harus menjatuhkan putusan dimana salah satu pihak akan
menjadi pihak yang menang dan pihak lain menjadi pihak
yang kalah. Langkah yang ditempuh
adalah dengan melibatkan para penasehat hukum (legal adviser) dalam membuat dan ataupun menganalisasi kontrak
yang akan ditanda tangani oleh pelaku usaha. Yang menjadi soal adalah,
bagaimana halnya kalau pada awal dibuatnya kontrak, para pihak hanya
mengandalkan saling percaya, kemudian timbul sengketa,
bagaimana cara penyelesaian sengketa yang tengah dihadapi pebisnis. Dalam
melakukan penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan, para pihak memperhatikan
asas yang berlaku
dalam gugat-menggugat melalui pengadilan. Satu asas yang cukup
penting adalah siapa yang mendalilkan, wajib membuktikan kebenaran dalilnya.
Asas ini dijabarkan dalam pasal 1865 KUHP yang mengemukakan bahwa:
Setiap orang yang mendalilkan
bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau gunameneguhkan haknya sendiri maupun
membantah suatu hak orang lain, menunjuk suatu peristiwa,
diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.”
Untuk itu jika penyelesaian sengketa
bisnis dipilih lewat lembaga peradilan,
ada beberapa hal yang perlu dipertimbangan, yakni pihak penggugat wajib membuktikan kebenaran dalilnya. Di samping itu, penggugat
harus tahu persis di mana tempat tinggaltergugat, sebagai gugatan harus
diajukan di tempat tinggal tergugat, Asas ini dikena ldengan istilah Actor
Secuitor Forum Rei.
C.
Penyelesaian Sengketa Bisnis Melalui Arbitrase
Menurut Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa, Pasal 1 ayat (1 ” arbitrase adalah cara penyelesaian
sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian
arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.” Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa
di bidang perdagangan dan yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan
dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Adapun sengketa yang tidak
dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah yang menurut peraturan
perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian.
Di dalam Pasal 4 UU No. 30/1999 disebutkan bahwa Pengadilan Negeri tidak berwenang menyelesaikan sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase dan putusan arbitrase adalah final (final and binding), artinya tidak dapat dilakukan banding, peninjauan kembali atau kasasi, serta putusannya berkekuatan hukum tetap bagi para pihak. Prinsip dalam Arbitrase yaitu:
1. Penyelesaian sengketa dilakukan diluar peradilan
2. Keinginan untuk menyelesaikan sengketa diluar peradilan harus berdasarkan atas kesepakatan tertulis yang dibuat oleh pihak yang bersengketa.
3. Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanyalah sengketa dalam bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersangkutan.
4. Para pihak menunjuk arbiter/wasit di luar pejabat peradilan seperti hakim, jaksa, panitera tidak dapat diangkat sebagai arbiter.
5. Pemeriksaan sengketa dilaksanakan secara tertutup. Pihak yang bersengketa mempunyai hak yang sama dalam mengemukakan pendapat masing-masing.
6. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat dilakukan menggunakan lembaga arbitrase nasional atau internasional.
7. Arbiter/majelis arbiter mengambil putusan berdasarkan ketentuan hukum atau berdasarkan keadilan dan kepatutan.
Di dalam Pasal 4 UU No. 30/1999 disebutkan bahwa Pengadilan Negeri tidak berwenang menyelesaikan sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase dan putusan arbitrase adalah final (final and binding), artinya tidak dapat dilakukan banding, peninjauan kembali atau kasasi, serta putusannya berkekuatan hukum tetap bagi para pihak. Prinsip dalam Arbitrase yaitu:
1. Penyelesaian sengketa dilakukan diluar peradilan
2. Keinginan untuk menyelesaikan sengketa diluar peradilan harus berdasarkan atas kesepakatan tertulis yang dibuat oleh pihak yang bersengketa.
3. Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanyalah sengketa dalam bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersangkutan.
4. Para pihak menunjuk arbiter/wasit di luar pejabat peradilan seperti hakim, jaksa, panitera tidak dapat diangkat sebagai arbiter.
5. Pemeriksaan sengketa dilaksanakan secara tertutup. Pihak yang bersengketa mempunyai hak yang sama dalam mengemukakan pendapat masing-masing.
6. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat dilakukan menggunakan lembaga arbitrase nasional atau internasional.
7. Arbiter/majelis arbiter mengambil putusan berdasarkan ketentuan hukum atau berdasarkan keadilan dan kepatutan.
8.
Putusan diucapkan dalam waktu paling lama 30 hari sejak pemeriksaan ditutup
Putusan arbitrase bersifat final and binding artinya final dan mempunyai
kekuatan hukum tetap serta mengikat.
9. Putusan arbitrase diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter kepada panitera pengadilan Negeri, dan dalam hal para pihak tidak melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela, maka putusan dilaksanakan berdasarkan perintah Ketua PN, atas permohonan salah satu pihak yang bersengketa. Yang berwenang menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Klausula Arbitrase : Dalam Pasal 1 angka 3 UU nomor 30/1999 ditegaskan bahwa “Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa atau suatu perjanjian sutau perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa.
9. Putusan arbitrase diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter kepada panitera pengadilan Negeri, dan dalam hal para pihak tidak melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela, maka putusan dilaksanakan berdasarkan perintah Ketua PN, atas permohonan salah satu pihak yang bersengketa. Yang berwenang menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Klausula Arbitrase : Dalam Pasal 1 angka 3 UU nomor 30/1999 ditegaskan bahwa “Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa atau suatu perjanjian sutau perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa.
Jenis arbitrase ada 2 yaitu:
1. Arbitrase Ad Hoc (Arbitrase Volunteer)
Arbitrase yang dibentuk secara khusus untuk menyelesaikan atau memutus perselisihan tertentu.
2 Arbitrase Institusional Merupakan lembaga atau badan arbitrase yang bersifat permanen, contohnya di Indonesia yaitu BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) sedangkan lembaga arbitrase internasional misalnya The International Center of Settlement of investment Disputes (ICSID).
1. Arbitrase Ad Hoc (Arbitrase Volunteer)
Arbitrase yang dibentuk secara khusus untuk menyelesaikan atau memutus perselisihan tertentu.
2 Arbitrase Institusional Merupakan lembaga atau badan arbitrase yang bersifat permanen, contohnya di Indonesia yaitu BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) sedangkan lembaga arbitrase internasional misalnya The International Center of Settlement of investment Disputes (ICSID).
D.
Penyelesaian Sengketa Melalui Mediasi
Mediasi berarti menengahi atau penyelesaian sengketa melalui penengah
(mediator). Dengan demikian sistem mediasi, mencari penyelesaian sengketa
melalui mediator (penengah). Dari pengertian di atas, mediasi merupakan salah
satu alternatif penyelesaian sengketa sebagai terobosan atas cara-cara
penyelesaian tradisional melalui litigation (berperkara di pengadilan). Pada
mediasi, para pihak yang bersengketa, datang bersama secara pribadi. Saling
berhadapan antara yang satu dengan yang lain. Para pihak berhadapan dengan
mediator sebagai pihak ketiga yang netral. Peran dan fungsi mediator, membantu
para pihak mencari jalan keluar atas penyelesaian yang mereka sengketakan.
Penyelesaian yang hendak diwujudkan dalam mediasi adalah compromise atau
kompromi di antara para pihak. Dalam mencari kompromi, mediator memperingatkan,
jangan sampai salah satu pihak cenderung untuk mencari kemenangan. Sebab kalau
timbul gejala yang seperti itu, para pihak akan terjebak pada yang dikemukakan
Joe Macroni Kalau salah satu pihak ingin mencari kemenangan, akan mendorong
masing-masing pihak menempuh jalan sendiri (I have may way and you have your
way). Akibatnya akan terjadi jalan buntu (there is no the way).
Cara dan sikap yang seperti itu, bertentangan dengan asas mediasi:
1. bertujuan mencapai kompromi yang maksimal,
2. pada kompromi, para pihak sama-sama menang atau win-win,
3. oleh karena itu tidak ada pihak yang kalah atau losing dan tidak ada yang menang mutlak.
1. bertujuan mencapai kompromi yang maksimal,
2. pada kompromi, para pihak sama-sama menang atau win-win,
3. oleh karena itu tidak ada pihak yang kalah atau losing dan tidak ada yang menang mutlak.
Manfaat yang paling menonjol,
antara lain:
1. Penyelesaian cepat terwujud (quick). Rata-rata kompromi di antara pihak sudah dapat terwujud dalam satu minggu atau paling lama satu atau dua bulan. Proses pencapaian kompromi, terkadang hanya memerlukan dua atau tiga kali pertemuan di antara pihak yang bersengketa.
1. Penyelesaian cepat terwujud (quick). Rata-rata kompromi di antara pihak sudah dapat terwujud dalam satu minggu atau paling lama satu atau dua bulan. Proses pencapaian kompromi, terkadang hanya memerlukan dua atau tiga kali pertemuan di antara pihak yang bersengketa.
2. Biaya Murah (inexpensive).
Pada umumnya mediator tidak dibayar. Jika dibayarpun, tidak mahal. Biaya administrasi
juga kecil. Tidak perlu didampingi pengacara, meskipun hal itu tidak tertutup
kemungkinannya. Itu sebabnya proses mediasi dikatakan tanpa biaya atau nominal
cost.
3. Bersifat Rahasia
(confidential). Segala sesuatu yang diutarakan para pihak dalam proses
pengajuan pendapat yang mereka sampaikan kepada mediator, semuanya bersifat
tertutup. Tidak terbuka untuk umum seperti halnya dalam proses pemeriksaan
pengadilan (there is no public docket). Juga tidak ada peliputan oleh wartawan
(no press coverage).
4. Bersifat Fair dengan Metode
Kompromi. Hasil kompromi yang dicapai merupakan penyelesaian yang mereka jalin
sendiri, berdasar kepentingan masing-masing tetapi kedua belah pihak sama-sama
berpijak di atas landasan prinsip saling memberi keuntungan kepada kedua belah
pihak. Mereka tidak terikat mengikuti preseden hukum yang ada. Tidak perlu
mengikuti formalitas hukum acara yang dipergunakan pengadilan. Metode
penyelesaian bersifat pendekatan mencapai kompromi. Tidak perlu saling
menyodorkan pembuktian. Penyelesaian dilakukan secara: (a) informal, (b)
fleksibel, (c) memberi kebebasan penuh kepada para pihak mengajukan proposal
yang diinginkan.
5. Hubungan kedua belah pihak
kooperatif. Dengan mediasi, hubungan para pihak sejak awal sampai masa
selanjutnya, dibina diatas dasar hubungan kerjasama (cooperation) dalam
menyelesaikan sengketa. Sejak semula para pihak harus melemparkan jauh-jauh
sifat dan sikap permusuhan (antagonistic). Lain halnya berperkara di
pengadilan. Sejak semula para pihak berada pada dua sisi yang saling berhantam
dan bermusuhan. Apabila perkara telah selesai, dendam kesumat terus membara
dalam dada mereka.
6. Hasil yang dicapai WIN-WIN.
Oleh karena penyelesaian yang diwujudkan berupa kompromi yang disepakati para
pihak, kedua belah pihak sama-sama menang. Tidak ada yang kalah (lose) tidak
ada yang menang (win), tetapi win-win for the beneficial of all. Lain halnya
penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Pasti ada yang kalah dan menang. Yang
menang merasa berada di atas angin, dan yang kalah merasa terbenam
diinjak-injak pengadilan dan pihak yang menang.
7. Tidak Emosional. Oleh karena
cara pendekatan penyelesaian diarahkan pada kerjasama untuk mencapai kompromi,
masing-masing pihak tidak perlu saling ngotot mempertahankan fakta dan bukti
yang mereka miliki. Tidak saling membela dan mempertahankan kebenaran
masing-masing. Dengan demikian proses penyelesaian tidak ditunggangi emosi.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pengertian sengketa bisnis
menurut dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sengketa adalah pertentangan atau
konflik. Konflik berarti adanya oposisi, atau pertentangan antara kelompok atau
organisasi terhadap satu objek permasalahan. Cara penyelesaian sengketa dibagi
menjadi 2 yaitu: litigasi dan non litigasi.
Sengketa yang terjadi dan
diperiksa melalui jalur litigasi akan diperiksa dan diputus oleh hakim.
Penyelesaian sengketa melalui litigasi diatur dalam Undang-Undang
No 48 Tahun2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman, mengatur penyelesaian melalui peradilan umum dan peradilan
khusus.
Sengketa yang dapat diselesaikan melalui
arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan yang menurut hukum dan
peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Adapun
sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah yang menurut
peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian.
mediasi merupakan salah satu
alternatif penyelesaian sengketa sebagai terobosan atas cara-cara penyelesaian
tradisional melalui litigation (berperkara di pengadilan). Penyelesaian yang hendak diwujudkan dalam
mediasi adalah compromise atau kompromi di antara para pihak.
DAFTAR PUSTAKA
Harahap, M. Yahya. 1997. Beberapa Tinjauan
Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa. Jakarta: Sinar
Grafika.
Lubis, Suhrawardi K. 2000. Hukum Ekonomi
Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
Usman, Rahmadi. 2003. Pilihan Penyelesaian
Sengketa di Luar Pengadilan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Widjaya, Gunawan. 2002. Alternatif
Penyelesaian Sengketa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar