PERKEMBANGAN
PESERTA DIDIK
tugas
mata kuliah:
“TEKNOLOGI
PENDIDIKAN”
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu unsur penting dalam proses pembelajaran
adalah peserta didik,oleh karena itu tugas seorang guru sebagai pengelola
proses belajar mengajar tidaklah cukup ditunjang oleh penguasaan materi saja.
Guru harus mengamati peserta didik guna menghantarkan peserta didik kearah
tujuan atau cita-cita yang di harapkannya .Mengelola proses belajar mengajar
merupakan proses yang kompleks yang melibatkan berbagai factor baik intern
maupun ekstern yang semuanya saling mempengaruhi dan saling berinteraksi.Salah
satu hal yang harus di perhatikan seorang pendidik adalah tentang perkembangan peserta
didik ,dengan mempelajari dan mengamati perkembangan peserta didik , guru di
harapkan dapat memahami pertumbuhan peserta didiknya baik laki-laki ataupun
perempuan di tingkat MI/SD . Dan untuk menjadi pendidik yang baik atau dapat
berpengaruh terhadap perkembangan peserta didik hendaknya kita mempelajari
materi tentang tahap-tahap perkembangan peserta didik yang akan kita bahas pada
makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah tahap-tahap perkembangan peserta
didik menurut jean piaget dan Lawrance Kohlberg ?
2. Bagaimana realisasinya perkembangan peserta
didik?
PEMBAHASAN
Piaget
bukanlah seorang pendidik dan tidak pernah berpura pura menjadi pendidik .
Tetapi ia member suatu kerangka konseptual yang bagus untuk memandang masalah masalah
pendidik. Menurut piaget ,pikiran anak bukanlah suatu kotak yang kosong
,sebaliknya anak memiliki suatu gagasan tentang dunia fisika dan alamiah yang
berbeda dengan orang dewasa. Sebagai orang tua atau pendidik harus bisa
memahami apa yang di katakana oleh anak atau peserta didik dan menanggapi
dengan cara bicara yang sama dengan yang di gunakan oleh anak-anak .Anak atau
peserta didik pada dasarnya adalah suatu makhluk yang berpengetahuan , yang
selalu termotivasi untuk memperoleh pengetahuan atau dengan kata lain untuk
memperoleh keaktifan belajar.
Piaget telah terkenal
dengan teorinya mengenai tahapan dalam perkembangan kognisi. Implikasi teori
perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran PGMI antara lain; tekanan pada keaktifan
peserta didik, melibatkan partisipasi peserta didik, belajar aktif, dan guru
berperan sebagai fasilitator pengetahuan, mampu memberikan semangat belajar,
membina dan mengarahkan peserta didik. Guru harus mampu menghadirkan materi
pelajaran PGMI yang membawa peserta didik kepada suatu kesadaran untuk mencari
pengetahuan baru.
Oleh karena itu tulisan
ini memaparkan tentang tahap-tahap dan
realisasi perkembangan kognitif menurut
Jean Piaget ,perkembangan moral dan tahap-tahapnya menurut Kohlberg.
A.
Perkembangan peserta didik menurut jean piaget
Jean piaget
lahir di Neuchatel, Swiss pada
tanggal 9 Agustus 1896 dan meninggal di
Geneva, 16 September 1980. Pada awalnya dia mendalami matakologi (ilmu yang mempelajari bekicot) . Kemudian ia
belajar dan meneliti perkembangan ketiga anak nya Jacqueline, Lucienne, dan
Laurent. Penelitian itu membuat ia sangat terkenal. Ia menggunakan dua metode
penelitian yaitu observasi natural dan observasi klinis. Observasi natural dilakukan dengan mengamati anak
secara apa adanya, pengamat tidak melakukan intervensi atau memberi perlakuan
kepada anak. Metode observasi klinis dilakukan dengan cara membberi persoalan
atau pernyataan kepada anak dan anak meresponnya secara verbal . Kemudian
Piaget menganalisis respon anak .
Menurut Piaget (1964) perubahan perilaku akibat
belajar merupakan hasil dari perkembangan kognitif anak yaitu kemampuan anak
untuk berfikir tentang lingkungan sekitarnya. Anak secara aktif memahami
pengetahuan dengan cara berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Berdasarkan
hasil interaksi nya anak mengembangkan scheme(skema).
Skema merupakan memori atau gambaran anak tentang sesuatu. Ada dua tipe skema
yaitu figurative dan operatif . Skema
figurative ialah skema tentang ciri benda , seperti bentuk , warna , dan
tekstur.
Skema
operatif adalah skema tentang hal-hal yang tidak dapat dilihat langsung dari
bendanya, tetapi harus melalui proses berfikir. Misalnya , pengertian nama,
jumlah benda dan volume benda, besar dan kecil.
Selain
skema, piaget juga menunjukkan pentingnya adaptasi dalaam belajar. Adaptasi merupakan proses anak-anak
menyesuaikan skema yang dimilikinya dengan situasi baru dili ngkungannya.
Adaptasi dilakukan melalui dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses menggabungkan
informasi baru dengan skema yang dimilik. Adapun akomodasi merupakan proses
perubahan skema,baik secara temporer maupaun permanen agar sesuai dengan fakta
dilingkungannya.[1]
Menurut Piaget, seorang anak mempunyai cara berfikir
dan pendekatan yang berbeda dengan orang dewasa dalam melihat dan mempelajari
realitas. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran, penekanan harus pada
pemikiran peserta didik, bukan pada pemikiran pendidik. Dalam hal yang
demikian, pendidik harus memahami cara berfikir peserta didik, pengalaman peserta
didik, dan bagaimana peserta didik mendekati suatu persoalan.[2]
Piaget mengakui bahwa perkembangan ialah suatu yang
kontinyu. Namun ia berpendapat bahwa perkembangan yang kontinyu tersebut
terjadi secara sekuensial. Satu bagian di kembangkan diatas bagian yang lain
yang telah ada dalam kurun waktu sebelumnya. Dengan demikian kematangan
intelektual terjadi melakui tahap-tahap yang berbeda dan berurutan. Diungkapkan
oleh piaget adanya 4 tahapan perkembangan yaitu tahap sensori motorik (0-2
tahun) ,tahap pra operasional (2-7 tahun), tahap operasional konkret(7-11
tahun),tahap operasional formal(11 ke atas).
B.Tahap
Perkembangan Kognitif Menurut Piaget
:
Ø Tahap
sensori motor pada umur 0-2 tahun
Bayi
lahir dengan refleks bawaan,
dimodifikasi dan digabungkan untuk membentuk tingkah laku yang telah kompleks. Pada masa ini, anak belum mempunyai
konsepsi tentang objek yang tetap. Ia hanya dapat mengetahui hal-hal yang di
tangkap dengan indranya.Perilaku kognitif tampak antara lain :
1. Menyadari
dirinya berbeda dengan benda-benda lain di sekitarnya .
2. Sensitif
terhadap rangsangan cahaya dan suara .
3. Mencoba
bertahan pada pengalaman-pengalaman yang menarik .
4. Mengidentifikasikan
objek /benda dengan manipulasinya .
5. Mulai
memahami ketetapan makna suatu objek meskipun lokasi dan posisinya berubah.
Ø Tahap
pra operasional pada umur 2-7 tahun
Anak
mulai timbul pertumbuhan kognitifnya, tetapi masih terbatas pada hal-hal yang
dapat di jumpai (dilihat) di dalam lingkungannya saja. Baru pada menjelang
akhir tahun ke-2 anak telah mengenal symbol/nama:
1.
Anak dapat mengaitkan pengalaman yang ada dilingkungan bermainnya dengan
pegalaman pribadinya, dan karenanya ia menjadi egois.
2.
Anak belum memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah yang membutuhkan
berfikir “yang dapat dibalik” (reversible). Pikiran mereka bersifat
irreversible.
3. Anak belum mampu melihat 2 aspek dari satu
obyek atau situasi sekaligus dan belum mampu bernalar (reasoning) secara
induktif dan deduktif.
4.
Anak bernalar secara tranduktif (dari kusus ke khusus), juga belum mampu
membedakan antara fakta dan fantasi.
5. Anak belum memiliki konsep kekekalan
(kuantitas, materi, luas, berat dan isi).
6. Menjelang akhir
tahap ini, anak mampu memberi alasan mengenai apa yang mereka percayai.[3]
Ø Tahap
operasional konkrit pada umur 7-11 tahun
Anak
telah dapat mengetahui symbol-simbol matematis, tetapi belum dapat menghadapi
hal-hal yang abstrak. Pada masa ini anak juga sudah bisa melakukan berbagai
macam tugas mengkonservasi angka melalui tiga macam proses operasi, yaitu
negasi(kemampuan anak dalam memahami proses yang terjadi di antara kegiatan dan
memahami hubungan antara ke duanya), resiprokasi (kemampuan melihat hubungan
timbale balik ), identitas(kemampuan mengenali benda benda yang ada). Dengan
demikian pada tahap ini anak sudah mampu berfikir konkret dalam memahami
sesuatu sebagaimana kenyataannya, mampu mengkonservasi angka, serta memahami
konsep melalui pengalaman sendiri dan lebih objektif.[4]
Tingkatan
Operasi konkret (7-11 tahun) ditandai dengan penggunaan aturan logis yang
jelas. Tahap Operasi Formal dicirikan dengan pemikiran abstrak, hipotesis,
deduktif, serta induktif. Secara skematis, keempat tinkatan itu dapat
digambarkan dalam tabel berikut.
Tabel
1. Skema Empat Tingkatan Perkembangan Kognitif Piaget.[5]
Tahap
|
Umur
|
Ciri
pokok perkembangan
|
Sensorimotor
|
0-2
tahun
|
Ø Berdasarkan
tindakan
Ø Langkah
demi langkah
|
Pra
Operasional
|
2-7
tahun
|
Ø Penggunaan
simbol/bahasa tanda
Ø Konsep
intuitis
|
Operasional
konkret
|
8-11
tahun
|
Ø Pakai
aturan jelas/logis
Ø Reversibel
dan kekelan
|
Operasional
formal
|
11
tahun ke atas
|
Ø Hipotesis
Ø Abstrak
Ø Deduktif
dan induktif
Ø Logis
dan probabilitas
|
Ø Tahap
operasional formal pada umur 11 tahun ke atas
Tahap
ini juga di sebut sebagai tahap operasi hipotetik-deduktif yang merupakan tahap
tertinggi dari perkembangan intelektual.Pada periode ini juga di tandai dengan
kemampuan untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal yang tidak lagi
rerikat oleh objek-objek yang konkret .Perilaku kognitif yang tampak pada kita
antara lain:
1. Kemampuan
mengembangkan suatu kemungkinan berdasarkan dua atau lebih kemungkinan yang ada
.
2. Kemampuan
mengembangkan suatu proporsi atau dasar proporsi-proporsi yang di ketahui.
3. Kemampuan
menarik generalisasi dan inferensasi dari berbagai kategori objek yang beragam.
[6]
Menurut
Piaget (1972) tahap ini dicapai anak usia 11-15 tahun. Pikiran anak lagi tidk
terbatas pada benda-benda dan kejadian yang terjadi di depan matanya. Dengan
mengetahui tahap perkembangan kognitif anak , diharapkan orang tua atau
pendidik dapat mengembangkan kemampuan kognitif dan intelektual anak dengan
tepat sesuai dengan usia perkembangan kognitifnya. Peserta didik usia SD/MI
misalnya berada pada tahap konkret operasional . Untuk mengembangan kemampuan
kognitifnya, terutama pembentukan pengertian konsep, dilakukan dengan
menggunakan benda-benda konkret atau menggunakan alat peraga dalam
pembelajaran.
Mereka
memecahkan permasalahan yang dihadapi dengan reasoning dan logika. Ada pembebasan
pemikiran dari pengalaman langung menuju kepemikiran yang berdasarkan proposisi
dan hipotesis. Asimilasi dan akomodasi terus berperan dalam mmbentuk skema yang
lebih menyeluruh pada pemikiran remaja. Pada saat ini, pemikiran remaja dengan
pemikran orang dewasa sama secara kualitas, namun bereda secara kuantitas.[7]
C.
Perkembangan Peserta Didik menurut Lawrence Kohlberg
Dalam kajian
teoritis Kohlberg dalam penelitian panjangnya menyimpulkan bahwa perkembangan
moral anak akan sejalan dengan perkembangan penalaran sehingga Kohlberg
memperkenalkan istilah penalaran moral yang terdiri dari moral reasoning, moral
thingking, dan moral judgement.
Menurut Kohlberg selama tahun tahun
pertama perkembangan anak belum terdapat kehidupan moral dalam arti yang
sebenarnya karena anak belum bisa membedakan baik buruk denga pertimbangan
penalarannya, perilaku marol sebenarnya dilakukan hanya berdasar pembiasaan
norma atau kewibawaan moral, penilain moral pad anak-anak belum memiliki
struktur yang jelas.
Penalaran moral
tidak terkait dengan pertaanyaan baik buruk, tetapi terkait dngan jawabann atas
pertanyaan mengapa sesuatu diaanggap baik buruk. Moralitas dipandang suatu
konflik antara kepenntingan diri dan lingkungan yaitu antara hak dan kewajiban
yang harus diselesaikan, sehingga penalaran moral di identikkan dengan
penyelesaian konflik antara kepentingan
diri dan lingkungan.
Dengan cara ini
Kohlberg membagi tahap perkembmbangan moral yang sifatnya universal, terdapat
enam tahap dalam perkembangan moral yang terkait satu dengan yang lainnya dalam
tiga tingkatan. Keterkaitan terjamin sedemikian rupa sehingga setiap tingkatan
meliputi dua tahap. Sesuai dengan perkembangan penalaran moral tersebut di
dahului dengan tahapan : Pra-Moral Yaitu
perkembangan moral pada belita. Yang berisi orientasi hukuman dan kepatuhan:
anak mendasarkan perbuatannya atas otoritas konkrit dari orng dewasa, serta
orientasi
relativis instrumental: tahap ini perbuatan bisa dianggap baik jika
dapat di ibaratkan seprti alat yang dapat memenuhi kebutuhannya sendiri dan
kadang kadng kebutuhan orang lain.
Ketergantungan emosional dan rasa takut yang
dialami anak untuk mendapat akibat dari perilaku yang tidak sesuai dengan
otoritas dapat sebagai alat pembentukan perilaku dengan penanaman desiplin.Sehubungan
dengan perkembangan moral anak pada masa ini penelitian Kohlberg juga menemukan
bahwa anak mulai beralih ke tingkat konvensional antara usia 10-13 tahun ,
dimana perbuatan mulai di nilai atas dasar norma umum dan kewajiban dan
otoritas pribadi.
Pada masa ini
anak mulaianak mulai menyasuaikan penilaian dan perilakunya dengan harapan
orang orang disekitarnya ataupun norma yang berlaku dalam kelompok social , sehingga
memenuhi harapan keluarga atau kelompok sosialnya merupakan suatu yang berharga
bagi anak. Anak mulai lepas dari konsekwensi atau akibat dari perbuatan
tersebut . pada tahapan ini anak tidak sekedar menyesuaikan pada harapan orang
tertentu tetapi mulai ada loyalitas aktif, yang menunjang serta membenarkan
norma yang berlaku.[8]
D.
Tahap Perkembangan Moral menurut Lawrance Kohlberg
Lawrance
Kohlberg berdasarkan hasil studinya menyatakan bahwa
perkembangan moralitas pada anak-anak itu pada dasarnya dapat dilukiskan tahapan
dan ciri-cirinya sebagai berikut:
Ø The
punishment obedience orientation
Anak
berusaha menghindari hukuman , menaruh respect karena melihat aturan yang
bersangkutan .
Ø The
interpersonal concordance orientation
Suatu
perilaku di pandang baik jika menyenangkan , dan membantu orang lain, kau akan
di setujui / di terima kalau berbuat baik .
Ø The
instrumental relativist orientation
Sesuatu
itu di pandang benar kalau dapat memuaskan dirinya , juga orang lain. Pragmatig
morality . Hubungan insane seperti jual-beli, kau cubit aku, kucubit kau.
Ø Authority
and social order maintaining orientation
Perilaku
yang benar adalah menunaikan tugas kewajiban , menghargai kewibawaan , dan
mempertahankan peraturan yang berlaku.
Ø The
social contract legalistic orientation
Pelaksanaan
undang-undang dan hak-hak individu diuji secara kritis .Aturan yang diterima
masyarakat penting .prosedur penyusunan aturan di tekankan :rasional.
Ø The
universal ethical principle orientation
Kebenaran
di definisikan atas kesesuaian dengan kata hati, prinsip-prinsip etika yang
logis dan komprehensif . pengakuan atas hak dan nilai asasi manusia dan
individu .[9]
Berdasarkan
penelitiannya selama kurang lebih lima tahun ,Lawrence Kohlberg menyimpulkan
ada tiga tingkatan perkembangan moral . Masing-masing tingkatan terbagi lagi
atas dua tahap sehingga keseluruhannya ada enam tahap . Tingkatan perkembangan
moral tersebut dapat di lihat sebagai berikut:
·
Pra konvensi (4-10 thun) : anak belum
menganggap moral sebagai kesepakatan tradisi social . pada perkembangan moral
di tingkat 1 tredapat 2 tahap yaitu:
1. Menghindari
hukum dan mendapat ganjaran
2. Sebagai
alat untuk mencapai tujuan pribadi
·
Konvensi (10-13 tahun) : anak sudah
mengangap moral sebagai kesepakatan tradisi social. Pada perkembangan moral di
tingkat 2 terdapat 2 tahap yaitu:
1. Agar
di nilai baik atau mendapat pujian
2. Kepatuhan
atas peraturan hokum
·
Pasca konvensi (13 tahun ke atas ) :
anak memandang moral lebih dari sekedar kesepakatan tradisi social . pada
perkembangan moral di tingkat 3 terdapat
tahap yaitu:
1. Memperhatikan
hak perseorangan
2. Memperhatikan
prisip-prinsip etika
Menurut Kohlberg
sendiri , terdapat kemungkinan perkembangan moral seseoranng hanya sampai tahap
lima atau empat atau lebih rendah meskipun ia telah dewasa . Pada setiap
tahapan perkembangan, dalam kehidupan manusia senantiasa berlangsung seiring
dengan kegiatan belajar .
Seperti dalam proses perkembangan yang lannya, proses perkembangan sosial dan
moral selalu berkaitan dengan proses belajar. Konsekuensinya, kualitas hasil
perkembangan sosial sangat bergantung pada kualitas proses belajar (khususnya
belajar sosial), baik dilingkungan sekolah, keluarga, maupun di lingkungan
masyarakat. Hal ini bermakna bahwa proses belajar sangat menentukan kemampuan
siswa dalam bersikap dan berperilaku sosial yang selaras dengan norma moral,
agama, moral tradisi, moral hukum, dan norma moral yang berlaku dalam
masyarakat.
Dalam dunia psikologi belajar terdapat aneka ragam mazhab
(aliran pemikiran) yang berhubungan dengan perkembangan moral. Diantara
ragam mazhab perkembangan sosial ini paling menonjol dan layak dijadikan
rujukan adalah:
1.
1Aliran
teori cognitive Psychology dengan tokoh utama Jean Piaget dan Lawrence Kohlberg.
2.
Aliran
teori Social Learning dengan tokoh utama Albert. Bandura dan R.H Walters.
Pada tokoh-tokoh psikologi tersebut telah banyak melakukan
penelitia yang mana pada penelitiannya setiap tahapan perkembangan sosial anak
selalu dihubungkan dengan perkembangan perilaku moral yaitu perilaku baik dan
buruk menurut norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Menurut teori Kohlberg telah
menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama pada penalaran moral
dan berkembang secara bertahap. Dalam Teori Kohlberg mendasarkan teori
perkembangan moral pada prinsip-prinsip dasar hasil temuan Piaget. Menurut
Kohlberg sampai pada pandangannya setelah 20 tahun melakukan wawancara yang
unik dengan anak-anak. Dalam wawancara, anak-anak diberi serangkaian cerita
dimana tokoh-tokohnya menghadapi dilema-dilema moral.
Berikut ini ialah dilema Kohlberg yang paling populer: Di
Eropa seorang perempuan hampir meninggal akibat sejenis kanker khusus. Ada satu
obat yang menurut dokter dapat menyelamatkannya. Obat tersebut adalah sejenis
radium yang baru-baru ini ditemukan oleh seorang apoteker di kota yang sama. Biaya
membuat obat ini sangat mahal, tetapi sang apoteker menetapkan harganya 10X
lebih mahal dari biaya pembuatan obat tersebut.
PENUTUP
Kesimpulan
Piaget memang tidak banyak menulis tentang
pendidikan, tetapi dia memberikan
rekomendasi tentang masalah ini. Bagi Piaget, belajar adalah keaktifan peserta
didik, sesuai dengan tahap perkembangan kognisinya. Pendidikan Islam adalah
momot nilai, yang terinternalisasi dalam diri peserta didik melalui belajar
dalam proses pembelajaran. Sehingga tampilan peserta didik mencerminkan
kepribadianyang memiliki kesalehan individual dan sosial. Dalam mewujudkan
kepribadian tersebut,pembelajaran agama seyogyanya dapat mempertimbangkan teori
perkembangan kognisi Piaget. Sehingga pemilihan materi, kegiatan belajar
peserta didik, serta peran guru agama dapat mendorong dan menciptakan peserta
didik aktif dalam belajar sehingga peserta bergairah dan meyenangkan dalam
belajar agama, karena kontektual dan berguna bagi peserta didik.
DAFTAR
PUSTAKA
Suyanto Slamet, 2005, Dasar-Dasar
Pendidikan Anak Usia Dini,Penerbit Hikayat
publishing, Yogyakarta.
Riyanto Yatim, 2012, Paradigma
Baru Pembelajarn Sebagai Referensi Bagi Guru Atau Pendidik Dalam Implementasi Pembelajaran Yang Efektif
Dan Berkualitas, Penerbit kencana
prenada media group, Jakarta.
Hartinah Siti, 2008, Perkembangan Peserta Didik, Penerbit PT Refika Aditama , Bandung .
Endang Poerwanti,Widodo Nur , 2002, Perkembangan Peserta Didik , Penerbit Universitas
Muhammadiyah Malang , Malang.
Paul Suparno, 2001, Teori perkembangan kognitif Jean Piaget, Yoyakarta: Kanisius
[1] Drs. Slamet Suyanto,
M.Ed. Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia
Dini, Hikayat publishing, Yogyakarta, 2005, 94.
[2] Ibid, hal.
142.
[3] Prof. Dr. H.
Yatim Riyanto, M.Pd. Paradigma Baru
Pembelajarn Sebagai Referensi Bagi Guru Atau Pendidik Dalam Implementasi Pembelajaran Yang Efektif
Dan Berkualitas, kencana prenada
media group, Jakarta, 2012,123.
[4] Tanpa nama Konsep Dasar Perkembangan Peserta Didik,
Tanpa Penerbit , Tanpa kota penerbit , Tanpa Tanggal terbit , 102
[5] Paul Suparno,Teori perkembangan kognitif Jean Piaget,
Yoyakarta: Kanisius, 2001 , 25.
[6] Dra . Hj. Siti
Hartinah D.S. M.M. Perkembangan Peserta
Didik, PT Refika Aditama , Bandung , 2008, 114
[7] Paul Suparno, Teori perkembangan kognitif Jean Piaget,
Yoyakarta: Kanisius,2001, 100
[8] Hj.Endang
Poerwanti Dra,M.Pd. dan Nur Widodo , Drs,M.Kes Perkembangan Peserta Didik , Universitas Muhammadiyah Malang ,
Malang, 2002, 92-101
[9] Ibid,117
Tidak ada komentar:
Posting Komentar