Selasa, 03 Maret 2015

Taman sari (3)



CAGAR BUDAYA TAMAN SARI YOGYAKARTA
Laporan ilmiah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah:
“SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM”





Disusun oleh:
Wahyu Maruto Aji (210613166)

Dosen Pengampu :
Muhammad Widda Djuhan, S.Ag, M.SI


JURUSAN TARBIYAH
PROGAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PONOROGO
2015




PENDAHULUAN

Ada macam-macam peniggalan Sejarah yang ada di Indonesia diantara peninggalan sejarah yang cukup mendapat tempat dihati masyarakat, khususnya masyarakat Yogyakarta adalah Taman Cagar Budaya Taman Sari yang berada di Yogyakarta.
Taman Sari adalah sebuah taman yang begitu indah dan megah, yang di tengah-tengahnya terdapat sebuah kolam pemandian yang sangat luas, tempat mandinya Raja Sri Sultan, masjid dibawah tanah, istana kerajaan, dann tempat refresing kerajaan. Dan merupakan peninggalan budaya masa lampau yang sampai sekarang masih terpelihara dengan sangat baik.
Dari uraian diatas, maka penulis akan mencoba memberikan sedikit penjelasan tentang Taman Cagar Budaya Taman Sari  yang merupakan salah satu cagar budaya peninggalan budaya masa lampau di Indonesia. Penjelasan ini, penulis dapat langsung berkunjung langsung ke Cagar Budaya Taman Sari Yogyakarta.










CAGAR BUDAYA TAMAN SARI YOGYAKARTA
1.      Historis Cagar Budaya Taman Sari Yogyakarta
Pada suatu kesempatan Dosen kami yang mengampu mata pelajaran Sejarah Peradaban Islam ( SPI) Bpk. Muhammad Widda DJuhan S.Ag, M.Si ingin mengajak kami, dan teman-teman dari kelas yang lain yang beliau ampu untuk belajar out door.
Kegiatan belajar mengajar itu akan dilakukan di Yogyakarta karena di Yogyakarta merupakan salah satu tempat di Indonesia yang banyak ditemukan peninggalan-peninggalan sejarah.
Kali ini kami mengunjungi sebuah Cagar budaya yang bernama Taman Sari Yogyakarta. Cagar Budaya Taman Sari Yogyakarta yang dibangun pada pertengahan abad 18, sekitar tahun 1700 M. Kemudian hancur tak terpakai setelah pasukan Inggris menyerang ditahun 1800-an. Dan baru dibuka kembali ditahun 1970-an. Ketika memasuki taman sari sebenarnya kita melewati pintu belakang, itu karena pintu utama menuju taman sari telah tertutup oleh pemukiman penduduk.

2.      Struktur Bangunan Cagar Budaya Taman Sari Yogyakarta
Istana Air Taman Sari adalah suatu kompleks istana yang sebenarnya terdiri dari beberapa bangunan (tidak semua bangunan ini berada di dalam air) dan lokasinya masih di dalam lingkungan Keraton Ngayogyakarta karena banyak bunga yang berbau harum ditanam dilingkungan taman ini. Gerbang masuk Cagar Budaya Taman Sari disebut dengan gedong panggung.
Gedong panggung ini adalah tempat para penjaga berjaga dimana didalamnya disisi kanan dan kiri terdapat ruangan yang berfungsi untuk tempat ritual atau semedi bagi para penjaga dimasanya.
Pada saat memasuki ruangan para pengunjung harus menunduk karena pintu-pintu tersebut dibuat pendek. Adapun tujuan dan maksudnya agar kita selalu menunduk bila memasuki ruangan itu.
Artinya, menunduk adalah sebuah sifat rendah hati dan tidak merasa sombong diri. Bangunan tersebut terdiri batu bata yang tersusun sangat rapi, konon katanya perekat antara batu bata yang satu dengan yang lainnya adalah dengan menggunakan putih telur.
Namun, ada yang mengatakan  putih telur dipakai saat ritual peletakan batu pertama, tetapi oleh masyarakat dipercaya bahwa putih telurlah sebagai perekat antar batu bata dibangunan itu.
Dalam kenyataannya yang terlihat hanya batu bata, pasir, dan batu kapur. Dari semua bangunan, semua budaya sudah mencampur, yaitu budaya Hindu, budaya Budha, budaya Tiongkok, budaya Eropa.
Maka tak heran bila kita akan menemui atap bangunan yang seperti atap bangunan klenteng atau kita juga bisa menjumpai jendela  perpaduan dengan Eropa (Belanda).
 Dan ada juga lambang dipintu gerbang masuk ketempat pemandian, yang terpengaruh oleh budaya hindu, dan sebagai penolak balak. Dari pemandu jugalah kami bisa mengetahui, bahwa cat tembok yang digunakan adalah cat tembok alami. Yaitu batu bata ditumbuk, yang dicampur dengan batu kapur. Jadilah warna klasik indah dan sangat alami. Sungguh peninggalan masa lampau yang luar biasa, dan mengagumkan.
Kemudian kami masuk kedalam lagi dan disana kami melihat banyak gedung-gedung kecil yang terpisah-pisah. Itulah yang disebut dengan Gedong Sekawan. Gedong Sekawan itu sebagai tempat bermain ataupun beristirahat putri-putri raja beserta selir-selir raja secara berkelompok. Biasanya para putri raja akan melakukan aktifitasnya, seperti mengecat kuku, didalam Gedong Sekawan itu. Untuk mengecat kuku, putri-putri raja ini akan mengunakan jeruk kikit. Dimana pohon-pohon jeruk ini tumbuh disekitar Gedong Sekawan tersebut. Pohon jeruknya tumbuh pendek dengan daun kecil-kecil, mirip seperti daun pacar kayu yang digunakan untuk cat kuku. Buah jeruknya, yang dipakai untuk mengecat kuku, bentuknya bulat kecil-kecil berwarna merah bila sudah matang, dan berwarna hijau bila masih muda.
Bentuknya sangat kecil sekali. Sementara daun jeruk kikit, bisa digunakan sebagai obat batuk.  Selain ada pohon jeruk kikit yang tumbuh disekitar Gedong Sekawan, ada juga tumbuh yang namanya pohon kepel. Dimana buahnya ada dibatang-batang pohonnya, mirip seperti buah sawo, baik besarnya maupun warnanya. Berbuah hanya setahun sekali. Buah kepel ini biasanya dimakan oleh para putri-putri raja, sebagai penghilang bau badan serta memperlancar haid. Sementara wanita hamil dilarang untuk memakan buah kepel, karena bisa mengakibatkan keguguran. Sementara daun buah kepel bisa sebagai obat untuk asam urat. Demikianlah penjelasan dari pemandu kami.
Selanjutnya, kami menuju tempat pemandian, dengan menuruni tangga terlebih dahulu. Memasuki tempat pemandian ini ada tiga tempat pemandian. Yang paling utara adalah tempat pemandian para putri-putri raja, yang di sebut Umbul Muncar. Dimana terdapat ruang ganti bagi putri-putri raja. Tempat ganti ini sekilas seperti gerbang. Kemudian setelah itu adalah tempat pemandian para selir raja, yang disebut Umbul Kuras. Seperti kata pemandu kami, tadinya tempat pemandian ini tadinya untuk menguras air.
Dimana air-air akan masuk melalui kepala naga yang ada dipemandian tersebut. Namun selanjutnya kepala naga itu difungsikan untuk mengalirkan air kedalam, bukan untuk menguras air. Makanya, disebut dengan Umbul Kuras.
Dan yang terakhir adalah tempat pemandian raja. Dimana untuk memasukinya kita harus melewati gerbang yang bermenara, bertingkat dua. Menara atas ini digunakan oleh raja untuk mengintip para selirnya ketika mandi di Umbul Kuras tadi.  Sedangkan yang lantai dasar gerbang menara ini, ketika masuk, sebelah kiri kita adalah ruang ganti. Dimana didalamnya terdapat loker-loker baju, serta kaca paes. Kaca paes ini berupa seperti pot bunga yang diisi dengan air. Sebagai cermin itulah fungsinya. Karena jaman dulu belum ada cermin, maka airlah sebagai cermin. Dan disebelah kanan kita masuk ada ruang sauna, bagi raja dan selir terpilih untuk mandi bersama raja.
Ya..jaman dahulu kala telah mengenal yang namanya sauna. Bentuknya seperti tempat tidur, dengan beberapa lubang dibawah tempat tidur itu, yang berfungsi sebagai tempat pembakaran. Ketika mandipun sang raja selalu ada yang menemani, raja memilih salah satu selir diantara banyak selir yang akan menemani sang raja mandi, raja akan melempar bunga, bagi selir yang yang mendapatkan bunga tersebut, maka selir itulah yang berkesempatan dan beruntung,  menemani sang raja mandi di pemandian khusus raja, yang disebut Umbul Binangun. Disinilah tempat raja serta selir yang mendapatkan bunga akan mandi. Karena sang raja tidak mempunyai sifat pilih-pilih selir. Semua diperlakukan sama.
Maka dari itu, biar adil dalam memilih siapa selir yang berkesempatan menemani raja mandi dilakukanlah lempar bunga. Di pojok kanan kiri pemandian raja ini ada bangunan serupa kandang ayam. Fungsinya tentu bukan untuk memelihara ayam, melainkan untuk tempat pembakaran aroma terapi. Jadi sebelum sang raja memasuki Umbul Binangun, para abdi dalem telah mempersiapkan pembakaran aroma terapi tersebut. Jadi, ketika sang raja masuk kepemandian tempat itu sudah wangi semerbak aroma terapi.
Tempat pemandian ini dahulu kala dikelilingi oleh air yang merupakan danau buatan. Ketika itu raja bila akan datang ke tempat pemandian ini bisa menggunakan dua jalur, bisa jalur air menggunakan perahu dari istana, atau melalui jalur darat, dan masuk melalui pintu gerbang depan kompleks Taman Sari (yang sekarang adalah pintu belakang kompleks taman sari).
Dan saat ini danau buatan ini yang mengelilingi tempat pemandian sudah berubah menjadi rumah-rumah penduduk yang masih keturunan para abdi dalem Keraton Yogyakarta. Keberadaan danau ini diketahui dari catatan-catatan yang tersimpan di Leiden (Belanda).
Akhirnya, sampai juga kami ke masjid bundar bawah tanah. Untuk memasukinya kami harus menuruni tangga kebawah. Masuk kedalam, maka akan terlihat bundarnya masjid bawah tanah ini. Masjid ini ada dua lantai, lantai bawah untuk jama’ah perempuan, lantai atas untuk jama’ah laki-laki, dengan masing-masing satu imam. Ya…lantai bawah punya imam sendiri, lantai dua punya imam sendiri juga. Kemudian, persis ditengah-tengah masjid ini ada tangga untuk naik kelantai dua. Dan dibawah tangga itu ada sebentuk kolam berisi air untuk berwudhu diwaktu itu.
Jumlah tangganya sendiri ada lima buah, yang menandakan lima rukun Islam. Sementara anak tangganya berjumlah Sembilan buah dimasing-masing dari lima tangga itu, dimana Sembilan untuk menandakan Sembilan orang jumlah wali songo. Dari tempat wudhu ini bila kita mendongak keatas, maka diatas tidak beratap. Dan kita akan melihat jendela-jendela dilantai dua tempat jema’ah laki-laki yang berjumlah empat dan delapan. Maksudnya, empat dan delapan itu menunjukan penjuru mata angin. Selain itu, masjid ini adalah banteng pertahanan, untuk tempat bersembunyi, bilamana istana dalam keadaan bahaya.
Setelah cukup lama berkeliling, kamipun kemudian menuruni tangga untuk masuk kedalam ruang bawah tanah. Dimana ruang bawah tanah ini adalah jalan yang dilalui oleh para putri raja ketika mereka akan mandi di pemandian tadi.  Keluar dari ruang bawah tanah, kami melewati rumah-rumah penduduk, dan dari sinilah kami akan keluar dari kompleks Taman Cagar Budaya Taman Sari.






·         Penjelasan tentang Tanaman yang ada di Cagar Budaya Taman Sari Yogyakarta
Pohon Kepel

·         Pohon Kepel (Stelechocarpus burahol )
Bunganya berkelamin tunggal, mula-mula berwarna hijau kemudian berubah menjadi keputih-putihan, muncul pada tonjolan-tonjolan di batang; bunga jantannya terletak di batang sebelah atas dan di cabang-cabang yang lebih tua, berkumpul sebanyak 8-16 kuntum, diameternya mencapai 1 cm; bunga betinanya hanya berada di pangkal batang, diameternya mencapai 3 cm.      Filosofi pohon kepel di tanam di Cagar Budaya Taman Sari Yogyakarta adalah, dimana buahnya ada dibatang-batang pohonnya, mirip seperti buah sawo, baik besarnya maupun warnanya. Berbuah hanya setahun sekali. Buah kepel ini biasanya dimakan oleh para putri-putri raja, sebagai penghilang bau badan serta memperlancar haid. Sementara wanita hamil dilarang untuk memakan buah kepel, karena bisa mengakibatkan keguguran. Sementara daun buah kepel bisa sebagai obat untuk asam urat.

jrk
Jeruk Kikit
·      Jeruk Kikit
Filosofi tanaman Jeruk Kikit di tanam di Cagar Budaya Taman Sari Yogyakarta adalah, pohon jeruknya tumbuh pendek dengan daun kecil-kecil, mirip seperti daun pacar kayu yang digunakan untuk cat kuku. Buah jeruknya, yang dipakai untuk mengecat kuku, bentuknya bulat kecil-kecil berwarna merah bila sudah matang, dan berwarna hijau bila masih muda. Bentuknya sangat kecil sekali. Sementara daun jeruk kikit, bisa digunakan sebagai obat batu.
Bunga Kantil
·         Bunga Kantil (Michelia alba)
Tanaman kantil telah lama dikenal di Indonesia khususnya Jawa Tengah. Hasil pokok tanaman ini adalah bunganya yang harum. Terdiri dari dua jenis: kantil putih dan kuning, tanaman ini tumbuh baik pada tanah-tanah kering baik itu di dataran rendah maupun tinggi. 
 Filosofi Bunga Kantil di tanam di Cagar Budaya Taman Sari Yogyakarta adalah, karena tanaman ini banyak digunakan dalam acara-acara sakral kerajaan.

Pohon Sawo
·         Pohon Sawo
Filosofi Pohon Sawo di tanam di Cagar Budaya Taman Sari Yogyakarta adalah agar ketika manusia akan sholat berjamaah di masjid bawah tanah yang tepatnya berada di dalam komplek Cagar Budaya Taman Sari untuk meluruskan Shaf  (barisan)nya seperti perintah nabi “shafwu shufufakum…” Karena orang zaman dahulu tidak bisa mengucapkan Shafwu akhirnya menjadi Sawo. Dan di tanamlah pohon sawo sebagai pengingat agar mau meluruskan shaf sholatnya.
 

Tidak ada komentar: