CAGAR BUDAYA TAMAN SARI YOGYAKARTA
Laporan ilmiah ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah:
“SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM”
Disusun oleh:
Wahyu
Maruto Aji (210613166)
Dosen Pengampu
:
Muhammad Widda Djuhan, S.Ag, M.SI
JURUSAN
TARBIYAH
PROGAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
PONOROGO
2015
PENDAHULUAN
Ada macam-macam peniggalan Sejarah yang ada di Indonesia diantara peninggalan sejarah yang cukup mendapat
tempat dihati masyarakat, khususnya masyarakat Yogyakarta adalah Taman Cagar
Budaya Taman Sari yang berada di Yogyakarta.
Taman Sari adalah sebuah taman yang begitu
indah dan megah, yang di tengah-tengahnya terdapat sebuah kolam pemandian yang
sangat luas, tempat mandinya Raja Sri Sultan, masjid dibawah tanah, istana
kerajaan, dann tempat refresing kerajaan. Dan merupakan peninggalan budaya masa
lampau yang sampai sekarang masih terpelihara dengan sangat baik.
Dari uraian diatas, maka penulis akan mencoba
memberikan sedikit penjelasan tentang Taman Cagar Budaya Taman Sari yang merupakan salah satu cagar budaya
peninggalan budaya masa lampau di Indonesia. Penjelasan ini, penulis dapat langsung berkunjung langsung ke Cagar Budaya Taman Sari
Yogyakarta.
CAGAR
BUDAYA TAMAN SARI YOGYAKARTA
1.
Historis
Cagar Budaya Taman Sari Yogyakarta
Pada suatu kesempatan Dosen kami
yang mengampu mata pelajaran Sejarah Peradaban Islam ( SPI) Bpk. Muhammad Widda
DJuhan S.Ag, M.Si ingin mengajak kami, dan teman-teman dari kelas yang lain
yang beliau ampu untuk belajar out door.
Kegiatan belajar mengajar itu akan
dilakukan di Yogyakarta karena di Yogyakarta merupakan salah satu tempat di
Indonesia yang banyak ditemukan peninggalan-peninggalan sejarah.
Kali ini kami mengunjungi sebuah
Cagar budaya yang bernama Taman Sari Yogyakarta. Cagar Budaya Taman Sari
Yogyakarta yang dibangun pada pertengahan abad 18, sekitar tahun 1700 M.
Kemudian hancur tak terpakai setelah pasukan Inggris menyerang ditahun 1800-an.
Dan baru dibuka kembali ditahun 1970-an. Ketika memasuki taman sari sebenarnya
kita melewati pintu belakang, itu karena pintu utama menuju taman sari telah
tertutup oleh pemukiman penduduk.
2.
Struktur
Bangunan Cagar Budaya Taman Sari Yogyakarta
Istana Air Taman Sari adalah suatu kompleks istana yang
sebenarnya terdiri dari beberapa bangunan (tidak semua bangunan ini berada di
dalam air) dan lokasinya masih di dalam lingkungan Keraton Ngayogyakarta karena banyak bunga yang berbau harum ditanam
dilingkungan taman ini. Gerbang masuk Cagar Budaya Taman Sari disebut dengan gedong
panggung.
Gedong
panggung ini adalah tempat para penjaga berjaga dimana didalamnya disisi kanan
dan kiri terdapat ruangan yang berfungsi untuk tempat ritual atau semedi bagi
para penjaga dimasanya.
Pada
saat memasuki ruangan para pengunjung harus menunduk karena pintu-pintu
tersebut dibuat pendek. Adapun tujuan dan maksudnya agar kita selalu menunduk
bila memasuki ruangan itu.
Artinya,
menunduk adalah sebuah sifat rendah hati dan tidak merasa sombong diri.
Bangunan tersebut terdiri batu bata yang tersusun sangat rapi, konon katanya
perekat antara batu bata yang satu dengan yang lainnya adalah dengan
menggunakan putih telur.
Namun,
ada yang mengatakan putih telur dipakai
saat ritual peletakan batu pertama, tetapi oleh masyarakat dipercaya bahwa
putih telurlah sebagai perekat antar batu bata dibangunan itu.
Dalam
kenyataannya yang terlihat hanya batu bata, pasir, dan batu kapur. Dari semua
bangunan, semua budaya sudah mencampur, yaitu budaya Hindu, budaya Budha,
budaya Tiongkok, budaya Eropa.
Maka
tak heran bila kita akan menemui atap bangunan yang seperti atap bangunan
klenteng atau kita juga bisa menjumpai jendela perpaduan dengan Eropa
(Belanda).
Dan ada juga lambang dipintu gerbang masuk
ketempat pemandian, yang terpengaruh oleh budaya hindu, dan sebagai penolak
balak. Dari pemandu jugalah kami bisa mengetahui, bahwa cat tembok yang
digunakan adalah cat tembok alami. Yaitu batu bata ditumbuk, yang dicampur
dengan batu kapur. Jadilah warna klasik indah dan sangat alami. Sungguh
peninggalan masa lampau yang luar biasa, dan mengagumkan.
Kemudian
kami masuk kedalam lagi dan disana kami melihat banyak gedung-gedung kecil yang
terpisah-pisah. Itulah yang disebut dengan Gedong Sekawan. Gedong Sekawan itu
sebagai tempat bermain ataupun beristirahat putri-putri raja beserta
selir-selir raja secara berkelompok. Biasanya para putri raja akan melakukan
aktifitasnya, seperti mengecat kuku, didalam Gedong Sekawan itu. Untuk mengecat
kuku, putri-putri raja ini akan mengunakan jeruk kikit. Dimana pohon-pohon
jeruk ini tumbuh disekitar Gedong Sekawan tersebut. Pohon jeruknya tumbuh
pendek dengan daun kecil-kecil, mirip seperti daun pacar kayu yang digunakan
untuk cat kuku. Buah jeruknya, yang dipakai untuk mengecat kuku, bentuknya
bulat kecil-kecil berwarna merah bila sudah matang, dan berwarna hijau bila
masih muda.
Bentuknya
sangat kecil sekali. Sementara daun jeruk kikit, bisa digunakan sebagai obat
batuk. Selain ada pohon jeruk kikit yang tumbuh disekitar Gedong Sekawan,
ada juga tumbuh yang namanya pohon kepel. Dimana buahnya ada dibatang-batang
pohonnya, mirip seperti buah sawo, baik besarnya maupun warnanya. Berbuah hanya
setahun sekali. Buah kepel ini biasanya dimakan oleh para putri-putri raja,
sebagai penghilang bau badan serta memperlancar haid. Sementara wanita hamil
dilarang untuk memakan buah kepel, karena bisa mengakibatkan keguguran.
Sementara daun buah kepel bisa sebagai obat untuk asam urat. Demikianlah penjelasan
dari pemandu kami.
Selanjutnya,
kami menuju tempat pemandian, dengan menuruni tangga terlebih dahulu. Memasuki
tempat pemandian ini ada tiga tempat pemandian. Yang paling utara adalah tempat
pemandian para putri-putri raja, yang di sebut Umbul Muncar. Dimana terdapat
ruang ganti bagi putri-putri raja. Tempat ganti ini sekilas seperti gerbang.
Kemudian setelah itu adalah tempat pemandian para selir raja, yang disebut
Umbul Kuras. Seperti kata pemandu kami, tadinya tempat pemandian ini tadinya
untuk menguras air.
Dimana
air-air akan masuk melalui kepala naga yang ada dipemandian tersebut. Namun
selanjutnya kepala naga itu difungsikan untuk mengalirkan air kedalam, bukan
untuk menguras air. Makanya, disebut dengan Umbul Kuras.
Dan
yang terakhir adalah tempat pemandian raja. Dimana untuk memasukinya kita harus
melewati gerbang yang bermenara, bertingkat dua. Menara atas ini digunakan oleh
raja untuk mengintip para selirnya ketika mandi di Umbul Kuras tadi.
Sedangkan yang lantai dasar gerbang menara ini, ketika masuk, sebelah
kiri kita adalah ruang ganti. Dimana didalamnya terdapat loker-loker baju,
serta kaca paes. Kaca paes ini berupa seperti pot bunga yang diisi dengan air.
Sebagai cermin itulah fungsinya. Karena jaman dulu belum ada cermin, maka airlah
sebagai cermin. Dan disebelah kanan kita masuk ada ruang sauna, bagi raja dan
selir terpilih untuk mandi bersama raja.
Ya..jaman
dahulu kala telah mengenal yang namanya sauna. Bentuknya seperti tempat tidur,
dengan beberapa lubang dibawah tempat tidur itu, yang berfungsi sebagai tempat
pembakaran. Ketika mandipun sang raja selalu ada yang menemani, raja memilih
salah satu selir diantara banyak selir yang akan menemani sang raja mandi, raja
akan melempar bunga, bagi selir yang yang mendapatkan bunga tersebut, maka
selir itulah yang berkesempatan dan beruntung, menemani sang raja mandi
di pemandian khusus raja, yang disebut Umbul Binangun. Disinilah tempat raja
serta selir yang mendapatkan bunga akan mandi. Karena sang raja tidak mempunyai
sifat pilih-pilih selir. Semua diperlakukan sama.
Maka
dari itu, biar adil dalam memilih siapa selir yang berkesempatan menemani raja
mandi dilakukanlah lempar bunga. Di pojok kanan kiri pemandian raja ini ada
bangunan serupa kandang ayam. Fungsinya tentu bukan untuk memelihara ayam,
melainkan untuk tempat pembakaran aroma terapi. Jadi sebelum sang raja memasuki
Umbul Binangun, para abdi dalem telah mempersiapkan pembakaran aroma terapi
tersebut. Jadi, ketika sang raja masuk kepemandian tempat itu sudah wangi
semerbak aroma terapi.
Tempat
pemandian ini dahulu kala dikelilingi oleh air yang merupakan danau buatan.
Ketika itu raja bila akan datang ke tempat pemandian ini bisa menggunakan dua
jalur, bisa jalur air menggunakan perahu dari istana, atau melalui jalur darat,
dan masuk melalui pintu gerbang depan kompleks Taman Sari (yang sekarang adalah
pintu belakang kompleks taman sari).
Dan
saat ini danau buatan ini yang mengelilingi tempat pemandian sudah berubah
menjadi rumah-rumah penduduk yang masih keturunan para abdi dalem Keraton
Yogyakarta. Keberadaan danau ini diketahui dari catatan-catatan yang tersimpan
di Leiden (Belanda).
Akhirnya,
sampai juga kami ke masjid bundar bawah tanah. Untuk memasukinya kami harus
menuruni tangga kebawah. Masuk kedalam, maka akan terlihat bundarnya masjid
bawah tanah ini. Masjid ini ada dua lantai, lantai bawah untuk jama’ah
perempuan, lantai atas untuk jama’ah laki-laki, dengan masing-masing satu imam.
Ya…lantai bawah punya imam sendiri, lantai dua punya imam sendiri juga.
Kemudian, persis ditengah-tengah masjid ini ada tangga untuk naik kelantai dua.
Dan dibawah tangga itu ada sebentuk kolam berisi air untuk berwudhu diwaktu
itu.
Jumlah
tangganya sendiri ada lima buah, yang menandakan lima rukun Islam. Sementara
anak tangganya berjumlah Sembilan buah dimasing-masing dari lima tangga itu,
dimana Sembilan untuk menandakan Sembilan orang jumlah wali songo. Dari tempat
wudhu ini bila kita mendongak keatas, maka diatas tidak beratap. Dan kita akan
melihat jendela-jendela dilantai dua tempat jema’ah laki-laki yang berjumlah
empat dan delapan. Maksudnya, empat dan delapan itu menunjukan penjuru mata
angin. Selain itu, masjid ini adalah banteng pertahanan, untuk tempat
bersembunyi, bilamana istana dalam keadaan bahaya.
Setelah
cukup lama berkeliling, kamipun kemudian menuruni tangga untuk masuk kedalam
ruang bawah tanah. Dimana ruang bawah tanah ini adalah jalan yang dilalui oleh
para putri raja ketika mereka akan mandi di pemandian tadi. Keluar dari
ruang bawah tanah, kami melewati rumah-rumah penduduk, dan dari sinilah kami
akan keluar dari kompleks Taman Cagar Budaya Taman Sari.
·
Penjelasan tentang Tanaman yang ada di Cagar Budaya Taman
Sari Yogyakarta
Pohon Kepel
·
Pohon Kepel (Stelechocarpus burahol )
Bunganya berkelamin tunggal, mula-mula berwarna hijau kemudian
berubah menjadi keputih-putihan, muncul pada tonjolan-tonjolan di batang; bunga
jantannya terletak di batang sebelah atas dan di cabang-cabang yang lebih tua,
berkumpul sebanyak 8-16 kuntum, diameternya mencapai 1 cm; bunga betinanya
hanya berada di pangkal batang, diameternya mencapai 3 cm. Filosofi pohon kepel di tanam di Cagar
Budaya Taman Sari Yogyakarta adalah, dimana buahnya ada dibatang-batang
pohonnya, mirip seperti buah sawo, baik besarnya maupun warnanya. Berbuah hanya
setahun sekali. Buah kepel ini biasanya dimakan oleh para putri-putri raja,
sebagai penghilang bau badan serta memperlancar haid. Sementara wanita hamil
dilarang untuk memakan buah kepel, karena bisa mengakibatkan keguguran.
Sementara daun buah kepel bisa sebagai obat untuk asam urat.
Jeruk Kikit
·
Jeruk Kikit
Filosofi
tanaman Jeruk Kikit di tanam di Cagar Budaya Taman Sari Yogyakarta adalah,
pohon jeruknya tumbuh pendek dengan daun kecil-kecil, mirip seperti daun pacar
kayu yang digunakan untuk cat kuku. Buah jeruknya, yang dipakai untuk mengecat
kuku, bentuknya bulat kecil-kecil berwarna merah bila sudah matang, dan
berwarna hijau bila masih muda. Bentuknya sangat kecil sekali. Sementara daun
jeruk kikit, bisa digunakan sebagai obat batu.
Bunga Kantil
·
Bunga Kantil (Michelia alba)
Tanaman kantil telah lama dikenal di
Indonesia khususnya Jawa Tengah. Hasil pokok tanaman ini adalah bunganya yang
harum. Terdiri dari dua jenis: kantil putih dan kuning, tanaman ini tumbuh baik
pada tanah-tanah kering baik itu di dataran rendah maupun tinggi.
Filosofi Bunga Kantil di tanam di Cagar Budaya Taman Sari
Yogyakarta adalah, karena tanaman ini banyak digunakan dalam acara-acara sakral
kerajaan.
Pohon Sawo
·
Pohon
Sawo
Filosofi Pohon Sawo di tanam di Cagar Budaya Taman Sari Yogyakarta
adalah agar ketika manusia akan sholat berjamaah di masjid bawah tanah yang
tepatnya berada di dalam komplek Cagar Budaya Taman Sari untuk meluruskan Shaf (barisan)nya
seperti perintah nabi “shafwu shufufakum…”
Karena orang zaman dahulu tidak bisa mengucapkan Shafwu akhirnya menjadi Sawo.
Dan di tanamlah pohon sawo sebagai pengingat agar mau meluruskan shaf sholatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar