Jumat, 27 Januari 2017

ZAKAT PROFESI

    BAB I
PENDAHULUAN
 A.  Latar Belakang
Zakat termasuk rukun islam yang ketiga. Hukum berzakat adalah wajib bagi setiap muslim dan muslimat yang telah mencukupi syarat-syaratnya. Selain itu, zakat mempunyai peran yang sangat penting bagi umat islam, sebab zakat dapat membersihkan dan mensucikan hati umat manusia, sehingga terhindar dari sifat tercela, seperti kikir, rakus, dan gemar menumpuk harta. Zakat adalah mengeluarkan sebagian harta benda sebagai sedekah wajib, sesuai perintah Allah SWT. Begitu pentingnya kedudukan zakat, sehingga dalam Al-Qur’an, kata zakat selalu disebut sejajar dengan kata shalat, dan itulah yang menjadi dasar kewajiban zakat.
 B. Rumusan Masalah
 Dalam makalah ini, rumusan masalah yang akan di kaji diantaranya:
A.    Apa pengertian zakat profesi?
B.     Apakah dasar hukum zakat profesi?
C.     Bagaimana nishab dan kadar zakat profesi?
D.    Bagaimana pendapat ulama tentang zakat profesi?
E.     Apa hikmah disyari’atkan zakat profesi?



BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Zakat Profesi
Kata ”zakat” secara etimologis berarti suci, berkembang, barakah[1]. Dan juga berarti tumbuh dan berkembang[2]. Sedangkan zakat secara istilah adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT mewajibkan kepada pemiliknya untuk diserahkan kepada pihak yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula[3]. Profesi sendiri dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan dan sebagainya) tertentu. Profesional bersangkutan dengan profesi dan memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya.Jadi, zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil usaha yang halal yang mendapatkan hasil (uang) yang relatif banyak dengan cara yang mudah melalui suatu keahlian tertentu[4].
 Berbeda dengan sumber pendapatan dari pertanian, peternakan dan perdagangan, sumber pendapatan dari profesi tidak banyak dikenal di masa generasi terdahulu. Oleh karena itu pembahasan mengenai tipe zakat profesi tidak dapat dijumpai dengan tingkat kedetailan yang setara dengan tipe zakat yang lain. Namun bukan berarti pendapatan dari hasil profesi terbebas dari zakat, karena zakat secara hakikatnya adalah pungutan terhadap kekayaan golongan yang memiliki kelebihan harta untuk diberikan kepada golongan yang membutuhkan.
Menurut Yusuf Qardhawi, profesi yang menghasilkan uang ada 2 macam, yaitu:
1.      Pekerjaan yang dikerjakan sendiri tanpa bergantung pada orang lain, berkat kecekatan tangan dan otak.
Contoh: Dokter, insinyur, advokat, seniman, penjahit, tukang kayu dan lain-lain.
2.      Pekerjaan yang dikerjakan untuk pihak lain baik pemerintah, pengusaha/perorangan dengan memperoleh upah yang diberikan dengan tangan, otak atau keduanya.
Contoh: pegawai negeri, dinas ketentaraan, polisi, pegawai pabrik, pegawai perusahaan, atau menjadi pekerja pada perorangan seperti TKI dan TKW[5]

B.  Dasar Hukum Zakat Profesi
Ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat umum yang mewajibkan semua jenis harta untuk dikeluarkan zakatnya seperti berikut ini:
1.    Al-Qur’an surat Al-Baqarah: 267, yaitu :
يآيهاالّذين آمنوآ انفقوامن طيّبت ..........
”Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah (zakatkanlah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik…”
2.    Al-Qur’an surat Al-Taubah : 103
خذ من اموالهم صدقة تطهّرهم وتزكّهم بها وصلّ عليهم.........
”Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdo’alah untuk mereka…….”
3.    Al-Qur’an surat Az-Zariyat : 19
وفي آاموالهم حقّ لّسّآ ئل والمحروم
”Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta-minta dan orang miskin yang tidak mendapatkan bagian”[6].
4.    Hadist riwayat Imam Bukhori Muslim
بني الاسلام على خمس شهدة ان لااله الاالله وان محمدا رسول الله واقام الصلاة وايتاء الزكاة و حج البيت وصوم رمضان (روه البخاري ومسلم)
“Rasululloh saw bersabda (agama) islam didirikan atas lima hal, bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan –Nya, mendirikan sholat , menunaikan zakat, haji ke baitulloh, dan puasa ramadlan”.(H.R Bukhari Muslim)[7]
       Ayat diatas menunjukan lafadz atau kata yang masih umum “infakkanlah” (zakatkanlah). Dan dalam ilmu qawaid al-fiqih terdapat kaidah “Al-‘ibarotu bi umumi lafdzi laa bi khususi sabab”, artinya “ibroh (pengambilan makna) itu dari keumuman katanya bukan dengan kekhususan sebab”.dan tidak ada satupun ayat atau keterangan lain yang memalingkan makna keumuman hasil usaha tadi, oleh sebab itu profesi atau penghasilan termasuk dalam kategori ayat diatas.[8]
C.  Pendapat Ulama’ Tentang Zakat Profesi
Para ulama’ salaf memberikan istilah bagi harta pendapatan rutin/gaji seseorang dengan nama “a’thoyat”, sedangkan untuk profesi adalah “al mustafad”, sebagaimana disebutkan dalam beberapa riwayat, diantaranya Ibn Mas’ud, Muawiyah dan Umar bin Abdul Aziz. Tetapi ada para ulama’ berbeda pendapat mengenai zakat profesi atau zakat penghasilan, yaitu sebagai berikut:
1.      Ibnu Hazm
Ibnu Hazm dalam kitab al-muhalla’, ia berkata bahwa Abu Hanifah berpendapat bahwa harta penghasilan itu dikeluarkan zakatnya bila mencapai setahun penuh pada pemiliknya, kecuali jika pemiliknya mempunyai harta sejenis yang harus dikeluarkan zakatnya yang untuk itu zakat harta penghasilan itu dikeluarkan pada permulaan tahun dengan syarat mencapai nisab. Dengan demikian bila ia memperoleh penghasilan sedikit ataupun banyak, meski satu jam menjelang waktu setahun dari harta yang sejenis tiba, ia wajib mengeluarkan zakat penghasilannya itu bersamaan dengan pokok harta yang sejenis tersebut meskipun berupa emas, perak, binatang piaraan, atau anak-anak binatang piaraan atau lainnya.
2.      Imam Malik
Imam Maliki berpendapat bahwa harta penghasilan tidak dikeluarkan zakatnya sampai penuh waktu setahun, baik harta tersebut sejenis dengan jenis harta pemiliknya atau tidak sejenis, kecuali binatang piaraan. Karena itu orang yang memperoleh penghasilan berupa binatang piaraan bukan anaknya, sedang ia memiliki binatang piaraan yang sejenis dengan yang diperolehnya, zakatnya dikeluarkan bersamaan pada waktu penuhnya batas satu tahun binatang piaraan miliknya itu bila sudah mencapai nisab. Kalau tidak atau belum mencapai nisab maka tidak wajib zakat. Tetapi bila binatang piaraan penghasilan itu berupa anaknya, maka anaknya itu dikeluarkan zakatnya berdasarkan masa setahun induknya baik induk tersebut mencapai nisab ataupun belum mencapai nisab.
3.      Imam Syafi'i
Imam Syafi’I mengatakan bahwa harta penghasilan itu dikeluarkan zakatnya bila mencapai waktu setahun meskipun ia memiliki harta sejenis yang sudah cukup satu nisab. Tetapi zakat anak-anak binatang piaraan dikeluarkan bersamaan dengan zakat induknya yang sudah mencapai satu nisab maka tidak wajib zakatnya[9].
D.  Nishab Dan Kadar Zakat Profesi

Ada beberapa pendapat yang muncul mengenai nisab dan kadar zakat profesi, yaitu:
1.      Menganalogikan kepada hasil pertanian, baik nisab maupun kadarnya. Dengan demikian nisab zakat profesi adalah 815,758 kg beras[10] dan kadarnya 5% atau 10% (tergantung kadar keletihan yang bersangkutan) dan dikeluarkan setiap menerima tidak perlu menunggu batas waktu setahun.
2.      Menganalogikan dengan zakat perdagangan atau emas. Nishobnya 77,85 gram, dan kadarnya 2,5% dan dikeluarkan setiap menerima, kemudian penghitungannya diakumulasikan atau dibayar diakhir tahun.
3.      Menganalogikan nisab zakat penghasilan dengan hasil pertanian. Nisabnya 815,758 kg beras, sedangkan kadarnya dianalogikan dengan emas yaitu 2,5%. Hal tersebut berdasarkan qiyas ats kemiripan (syabah) terhadap karakteristik harta zakat yang telah ada, yakni:
a.       Model memperoleh harta penghasilan (profesi) mirip dengan panen (hasil pertanian).
b.      Model bentuk harta yang diterima sebagai penghasilan berupa uang. Oleh sebab itu bentuk harta ini dapat diqiyaskan dalam zakat harta (simpanan/kekayaan) berdasarkan harta zakat yang harus dibayarkan (2,5%).
Pendapat ketiga inilah yang dinilai relevan berdasarkan pertimbangan maslahah bagi muzaki dan mustahiq. Maslahah bagi muzaki apabila dianalogikan dengan pertanian, baik nisab dan kadarnya. Namun, hal ini akan memberatkan muzaki karena tarifnya 5%. Sementara itu, jika dianalogikan dengan emas, hal ini akan memberatkan mustahiq karena tingginya nisab akan semakin mengurangi jumlah orang yang sampai nisab. Oleh sebab itu, pendapat ketiga adalah pendapat pertengahan yang memperhatikan maslahah kedua belah pihak (muzaki dan mustahiq). Dan nisab 2,5% ini pernah dipraktekan oleh Ibnu Mas’ud, kholifah Mu’awiyah, dan Umar bin Abdul Aziz[11]
Menurut Imam Madzhab mengenai nishab zakat profesi, adalah sebagai berikut :
1.      Imam Syafi’i dalam kitabnya Al-Umm mengatakan apabila seseorang menyewakan rumahnya kepada orang lain dengan harga 100 dinar selama 4 tahun dengan syarat pembayarannya sampai batas waktu tertentu, maka apabila ia telah mencapai satu tahun, ia harus mengeluarkan zakatnya untuk 25 dinarpada satu tahun pertama dan membayar zakat untuk 50 dinar untuk tahun kedua, dengan memperhitungkan zakat yang telah dikeluarkan, baik sedikit ataunbanyak.[12]
2.      Menurut Imam Malik , harta penghasilan tidak dikeluarkan zakatnya kecuali sampai penuh waktu setahun. Baik harta tersebut sejenis dengan harta yang ia miliki atau tidak, kecuali jenis inatang piaraan. Karena orang yang memperoleh penghasilan berupa binatang piaraan yang seje nis dan sudah mencapai nishab, maka ia harus mengeluarkanzakat dan keseluruhan binatang itu apabila sudah genap satu tahun.[13]
3.      Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa harta penghasilan itu dikeluarkan zakatnya bila mencapai masa satu tahun penuh pada pemiliknya kecuali jika pemiliknya memiliki harta sejenis yang harus dikeluarkan zakatnya, yang untuk itu zakat harta penghasilan. [14]
Menurut Ulama Kontemporer nishab zakat profesi adalah, sebagai berikut :
1.      Menurut Muhammad Ghazali yang dikutip Yusuf Qardawi, bahwa dasar dan ukuran zakat penghasilan tanpa melihat modalnya dapat disamakan dengan zakat pertanian yaitu 5 atau 10 persen.[15]
2.      Menurut M. Ammin Rais profesi yang mendatangkan rizki yang gampang dan hasil yang cukup melimpah, sebaiknya zakatnya ditingkatka menjadi 10 persen atau 20 persen. Bagi kalangan professional yang bekerja untuk pemerintah, misalnya badan-badan swasta yang gajinya tidak mencapai nishab pertanian, zakatnya disamakan dengan zakat emas dan perak yakni 93,6 gram , maka nilai nishab emas adalah 2,5 persen. Jika pada akhir tahun jumlah mencapai satu nishab, dikeluarkan zakatnya 2,5 persen, setelahdikeluarkan biaya pokok dari yang bersangkutan dan keluarganya.[16]
3.      Menurut Al-Qardawi nishab zakat profesi senilai 85 gram emas dan jumlah zakat yang wajib dikeluarkan adalah 2,5 persen.[17]

a.      Hikmah Zakat
Diantara hikmah disyari’atkan zakat adalah:
1.      Sebagai media penyucian hati dari sifat kikir, rakus dan tamak.
2.      Wujud kepedulian dan berbuat baik terhadap fakir miskin, serta memenuhi hajat hidup orang-orang kurang beruntung.
3.      Menegakkan kemaslahatan umum.
4.      Membatasi orang-orang kaya dari kepemilikan yang berlebihan, sehingga peredaran harta lebih merata, tidak hanya monopoli milik orang-orang berduit[18].





BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Zakat profesi dikeluarkannya zakatnya apabila mencapai batas nisab. Dan nisabnya nisab zakat penghasilan dengan zakat pertanian. Nisabnya senilai 815,758 kg beras, sedangkan kadarnya dianalogikan dengan emas yaitu 2,5%. Meskipun merupakan hasil ijtihad para ulama’ sekarang. Namun rasa keadilan, serta hikmah adanya kewajiban zakat, mengantar banyak ulama’ masa kini memasukkan profesi-profesi tersebut dalam pengertian “hasil usaha kamu yang baik-baik”. Dengan harapan zakat akan dapat membersihkan dan menyucikan harta, dan menambah rasa syukur terhadap Allah atas rizki yang telah diberikan-Nya.





 DAFTAR PUSTAKA

Ghofur, Abdul, Hukum dan Pemberdayaan Zakat. Yogyakarta: Pilar Media, 2006.
Al-Zuhayly, Wahbah, Zakat Kajian Berbagai Madzab. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008.
Mubarak, Abu Hazim, Fiqih Idola terjemahan fathul qarib. Jawa Barat: Mukjizat, 2012.
Hidayat, Arifin, Fiqih Syari’ah. Solo: Amanda, 2008.
Muhammad, Wacana Pemikiran dalam Fiqih Kontemporer. Jakarta: Salemba Diniyah, 2002.
Djazuli, Zainuddin, Fiqih Ibadah. Kediri: Lembaga Ta’lif Wannasyr, 2008.







[1] Abdul Ghofur Anshori, Hukum dan Pemberdayaan Zakat, (Yogyakarta: Pilar Media (Anggota Ikapi), 2006.), 11.
[2] Wahbah Al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Madzab, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), 82
[3] Abdul Ghofur Anshori, Hukum dan Pemberdayaan Zakat, (Yogyakarta: Pilar Media (Anggota Ikapi), 2006.), 13
[4]Muhammad, Wacana Pemikiran dalam Fiqih Kontemporer, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2002), 58.
[5] Abdul Ghofur Anshori, Hukum dan Pemberdayaan Zakat (Yogyakarta: Pilar Media (Anggota Ikapi, 2006), 86.
[6] Ibid, 87.
[7] Indrarosmana.blogspot.com/2011/10/zakat-menurut-imam-syafi’i-dan.html?m=1
[8] Arifin Hidayat, Fiqih Syari’ah(Solo:Amanda,2008),28.
[10] Abu Hazim Mubarak,Fiqih Idola terjemahan fathul qarib(Jawa Barat:mukjizat,2012)251.
[11] Arifin Hidayat, Fiqih Syari’ah(Solo:Amanda,2008)27.
[12] Mariffuadi.blogspot.com/2014/03/pendapat-ulama-tentang-zakat-profesi.html?m=1
[13] Ibid
[14] Ibid
[15] https://sadudinm.wordpress.com/resensi-resensi-film/zakat-profesi-dalam-perspektif-hukum-islam-fiqh/
[16] ibid
[17]Elzawa.uin-malang.ac.id/zakat-profesi-menurut-fatwa-ulama-kontemporer/
[18] Zainuddin Djazuli, Fiqih Ibadah, (Kediri:lembaga ta’lif wannasyr,2008)211.




HAIDH, NIFAS, ISTIHADHOH

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Risalah ini sangat penting dimengerti oleh semua wanita, pria yang sudah beristri, juga para mua’llim dan kita semua.sebab masalah ini sangat erat hubungannya dengan ibadah yang fardlu ‘ain, seperti sholat dan puasa yang semua wanita melakukannya.seharusnya semua wanita yang berumur 9 tahun sudah mengerti tentang hal ini atau suaminya. Sebab umur 9 tahun wanita mungkin sudah mengalami haidh. Dan kenyataannya anak-anak yang baru tamat MI/SD sudah banyak yang haidh, atau istihadloh. Padahal masih banyak orang yang sudah dewasa (suami istri)yang sama sekali belum mengerti masalah ini. Bahkan masih banyak yang belum mengerti cara-cara mandi yang benar, sholat dan puasa yang wajib di qodloi. Ada yang sudah belajar tapi masih banyak yang salah. Hal ini membutuhkan perhatian kita semua.
Oleh karena itu, penyusun menyajikan makalah ini untuk menggugurkan kewajiban dan untuk membantu kebutuhan muslimin muslimat yang sangat mendesak ini. Sekalipun sendiri masih kurang.
B.     Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud haidh?
2.      Apa yang dimaksud nifas?
3.      Apa yang dimaksud istihadhoh?




BAB II
PEMBAHASAN
A.    HAIDH
1.      Dasar Pembahasan Haidh
ويسئلونك عن المحيض قل هو أذى فاعتزلوا النساء فى المحيض ولا تقربوهنَّ حتى يطهرن فإذا تطهرن فأتوهن من حيث أمركم االله إن الله يحب اتوابين و يحب المتطهرين
Artinya: mereka akan bertanya kepadamu (hai Muhammad) mengenai haidh. Jawablah, “Ia adalah kotoran. Oleh sebab itu jauhilah para wanita (jangan setubuhi) selama dalam waktu haidh dan jangan kamu dekati mereka, sehingga mereka telah suci. Bila mereka telah suci, maka datangilah mereka sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah atasmu! Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang menyucikan diri. (Surat Al-Baqarah : 222)

2.      Pengertian Haidh
Haidh adalah darah yang keluar dari kemaluan seorang perempuan setelah umur 9 tahun, dengan sehat (tidak karena sakit), tetapi memang kodrat wanita, dan tidak setelah melahirkan anak.[1]
Adapun menurut para ahli fikih, ialah:
Hanafiyah
            Ulama’ hanafiyah membagi pengertian haidh menjadi 2 kaedah:
 Kaedah pertama, haidh berarti: Suatu sifat menurut syari’at yang diberikan kepada wanita yang keluar darah haidh daripadanya.
             Kaedah kedua,  haidh ialah: Darah yang keluar dari rahim wanita yang tidak hamil, tidak masih kecil atau wanita dewasa atau tidak pernah haidh (putus asa), tidak disebabkan melahirkan anak atau tidak karena sakit[2].
Syafi’iyah
            Haidh ialah darah yg keluar dari kemaluan wanita yang sehat, tidak sakit bila umurnya sudah 9 tahun atau lebih, tanpa sebab melahirkan. Wanita dapat saja berhaidh selama dia masih hidup.biasanya haidh berhenti sesudah berusia enam puluh tahun. Andaikata masih keluar juga darahnya sesudah itu maka masih dinamakan darah haidh.[3]
Hanabilah
            Haid ialah darah yang keluar dari bawah rahim wanita dalam keadaan dia sehat, dan hamil pada waktu-waktu tertentu dan bukan karena melahirkan. Umur maksimal berhentinya ialah lima puluh tahun. Bila masih ada darah keluar sesudah itu, maka itu bukan haidh, walaupun kuat keluarnya.[4]
Malikiyah
            Darah yang keluar sendirinya dari rahim wanita pada masa dia telah  mungkin hamil, walaupun hanya satu kali saja. Sebagian mereka berpendapat, bahwa darah yang berwarna kuning dan keruh tidak haidh secara mutlak. Sebagian berpendapat, bahwa darah yang berwarna kuning dan keruh masih darah haidh.
    Bila wanita yang berusia 9 tahun mengeluarkan darah, maka hendaklah dia tanyakan kepada wanita yang ahli di bidang itu atau dokter yang dapat dipercayanya. Bila dia mengatakan bahwa itu ialah darah haidh, maka itulah ia. Begitu pula anak perempuan yang berumur sepuluh sampai tiga belas tahun. Bila umurnya sudah tiga belas tahun, maka itu sudah darah haidh. Wanita dewasa yang masih mengeluarkan darah juga pada hal dia sudah berusia antara lima sampai tujuh puluh tahun , maka hendaklah dia memeriksakannya pada ahlinya. Pendapat orang itu dapat di terima. Pada dasarnya bahwa darah masih keluar dari wanita yang berumur tujuh puluh tahun ialah darah istihadhah atau darah penyakit. Wanita hamil mungkin saja berhaidh sampai melahirkan.[5]
3.      Syarat- syarat Haidh
            Haidh memiliki beberapa syarat, dimana darah yang keluar tidak bisa disebut darah haidht tanpa ada syarat-syarat berikut ini:
a. Seorang wanita telah mencapai usia 9 tahun menurut hitungan Qomariah. Maka sebelum usia ini, dianggap sebagai darah istihadhah.
b. Bukan wanita yang telah lanjut usia dan mencapai usia yang sudah tua (menapouse). Para ulama berbeda pendapat tentang batasan usia tua. Hanafiyah bependapat: bahwa usia tua yang benar adalah 55 tahun, maka jika seorang wanita yang telah mencapai usia tersebut lalu melihat darah maka itu bukanlah haidh, kecuali jika darah tersebut berwarna hitam pekat atau merah terang seperti darah segar, maka yang demikian dianggap sebagai haidh.
   Malikiyah berpendapat: usia menapouse antara lima puluh sampai tujuh puluh tahun .
               Dan Hanabilah berpendapat: bahwa usia menapouse adalah lima puluh tahun, jika pada usia tersebut  seorang wanita melihat darah maka darah tersebut bukanlah darah haidh walaupun warnanya hitam pekat.
   Selanjutnya Asy-Syafi’iyah berpendapat: tidak ada usia akhir bagi haidh, artinya selama masih hidup haidh mungkin saja terjadi. Akan tetapi mayoritas haidh terputus setelah wanita berusia 62 tahun, yaitu usia berhenti dari haidh.
c. Darah yang dikeluarkan haruslah berwarna seperti warna-warna berikut: hitam, merah, kuning, dan keruh.
d. Rahim kosong dari janin (tidak hamil). Ini menurut Hanafiyah dan Hanabilah. Adapun menurut Malikiyah dan Asy- Syafi’iyah tidak ada syarat bahwa rahim harus kosong dari janin, akan tetapi apabila wanita keluar darah walaupun hamil maka darah tersebut dianggap haidh.
e. Hendaknya darah itu diawali dengan masa suci minimum, yaitu 15 hari. Kecuali Hanabilah bependapat; waktu suci minimum adalah tiga belas hari.
f. Hendaklah darah yang keluar itu mencapai batas minimum waktu haidh, yaitu satu hari satu malam menurut Asy-Syafi’iyah dan Hanabilah, dengan syarat darah yang keluar harus terus menerus seperti biasa yang di alami oleh wanita yang haidh. Namun Hanafiyah berpendapat: batas minimal haidh adalah tiga hari tiga malam. Adapun malikiyah mereka mengatakan: tidak ada batasan haidh jika berkaitan dengan ibadah, adapun untuk keperluan istibra’ (pembebasan rahim) mereka berpendapat: paling sedikit satu hari atau setengah hari.
g. Tidak melebihi waktu maksimal haidh, yaitu lima belas hari, maka jika darah terus menerus keluar lebih dari waktu tersebut, maka darah yang keluar pada waktu selebihnya tidak dianggap sebagai darah haidh.[6]
4.  Masa Keluarnya Darah Haidh
                  Darah haidh itu paling sedikit sehari semalam, yakni 24 jam falakiyah (istiwa’) baik 24 jam it uterus menerus (ittishal mu’tad) ataupun putus-putus (‘adamul ittishal mu’tad). Jadi 24 jam itu boleh tidak keluar mulai awal sampai 24 jam. Tetapi kumpulan dari darah yang putus-putus dalam beberapa hari. Asal tidak lebih 15 hari.[7]
      Umumnya masa haidh itu 6 atau 7 hari, baik keluarnya darah secara terus-menerus ataupun terputus-putus. Paling lama masa haidh adalah 15 hari, meskipun keluarnya tidak terus-menerus.
                  Sedangkan masa haidh menurut para ahli fikih sebagai berikut:
a. Hanafiyah
  Sekurang-kurang masa haidh ialah tiga hari dan tiga malamnya. Paling lama ialah sepuluh hari dan malamnya. Bila melebihi kebiasaannya tapi masih dalam sepuluh hari, maka ia darah haidh. Bila lebih dari sepuluh hari, maka ia darah istihadhah. [8]
b. Syafi’iyah dan Hanabilah
           Sekurang kurang masa haidh ialah sehari semalam, dengan syarat bila darahnya keluar menurut yang biasa dan dalam masa haidh. Yang dimaksud dengan sehari semalam itu, ialah dua puluh empat jam falak. Yang penting jumlahnya dua puluh empat jam untuk menentukan permulaan dan penghabisannya. Adapun masa haidh yang paling lama ialah 15 hari dan malamnya. Bila seorang wanita masih mengeluarkan haidh melebihi dari hari biasanya , tapi masih dalam masa lima belas hari, maka masih bernama haidh.
c. Malikiyah
           Tidak ada batas bagi sekurang-kurang masa haidh sebagai ibadah dan tidak karena sebab lain. Tidak ada batas masanya. Bila darah keluar sekejap saja, maka itulah darah haidh dan wanita itu wanita haidh.
           Bila di ukur dari kebiasaan dan hasil penelitian, maka dapatlah dikatakan, bahwa sekurang-kurangnya satu hari atau sebagian hari. Tapi, tidak ada batas paling lamanya.[9]
5Masa Suci dari Haidh
                  Masa suci antara dua haidh itu paling sedikit 15 hari, jadi kalau tidak keluar darah sudah mencapai 15 hari, lalu keluar lagi, jelas ini merupakan darah haidh apabila memenuhi syarat-syarat haidh tersebut di atas, walaupun belum tiba tanggal kebiasaannya. Umumnya masa suci itu 24 atau 23 hari. Batas maksimal (paling lamanya) tidak terbatas.
                  Apabila masa suci belum mencapai 15 hari, tiba-tiba darah keluar lagi, jelas ini bukan darah haidh tetapi darah rusak/istihadhoh. Demikian tadi apabila keluarnya darah yang kedua itu setelah 15 hari terhitung dari hari pertama haidh yang baru saja dijalankan (baru suci). Sebab masa tersebut adalah masa tidak boleh haidh (bukan waktunya haidh).
      Jadi meskipun darah keluar tetap wajib melakukan sholat dengan cara sholatnya orang istihadhoh. Masa tidak boleh haidh adalah mulai setelah 15 hari terhitung dari awal haidh yang baru selesai sampai dengan  15 hari terhitung dari akhir haidh tersebut.[10]


4.      NIFAS
A.  Pegertian Nifas
            Nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita setelah melahirkan. Yakni setelah kosongnya rahim (kandungan) dari anak yang di kandung, meskipun masih berupa darah menggumpal (alaqoh) atau daging menggumpal (mudghoh) waktu keluarnya darah tadi sebelum 15 hari melahirkan (wiladah).[11]
            Oleh karena itu darah yang keluar antara dua anak kembar bukan darah nifas tetapi darah haidh kalau memenuhi syarat-syarat haidh (tidak kurang dari 24 jam dan tidak melebihi 15 hri dan keluarnya pada masa boleh haidh). Tetapi kalau tidak memenuhi syarat haidh, maka termasuk darah rusak (istihadloh)
            Begitu juga halnya darah yang keluar karena sakit waktu melahirkan atau menyertai keluarnya anak, semua bukan darah nifas tetapi darah haidh kalau memenuhi syarat haidh, seperti seandainya bergandengan dengan haidh sebelumnya.
            Adapun pengertian haidh menurut para ulama’, sebagai berikut:
Hanafiyah
            Nifas ialah darah yang keluar dari rahim wanita hamil ketika sebagian besar bayinya telah lahir. Ia bagaikan darah yang keluar sesudah lahir anak.
Syafi’iyah
1. Untuk meyakini bahwa yang keluar ialah darah nifas ialah keluarnya sesudah melahirkan atau sesudah anak keluar dari rahim ibunya seluruhnya. Bila baru keluar sebagian atau lebih separohnya, maka itu bukanlah darah nifas. Bila keluarnya sudah lima belas hari dan terhenti, maka yang keluar sesudah itu ialah darah haidh.
2.  Darah yang keluar bersama dengan bayi bukanlah darah nifas tetapi ia adalah darah haidh, bila pada masa haidhnya, karena orang hamil mungkin saja menurut mereka haidh. Bila memang ia bukan darah haidh, maka ia darah fasid atau penyakit.
Malikiyah
1.  Darah yang keluar bersama dengan bayi atau sesudahnya ialah darah nifas.
2.  Darah yang keluar bersama dengan anak pertama atau sesudahnya atau sebelum lahir yang kedua (bagi yang beranak kembar) ialah darah nifas.
3.  Darah yang keluar sebelum melahirkan ialah darah haidh.
     
            Adapun bayi yang lahir gugur maka bila telah di kenal sebagian anggota badannya seperti telah ada jari, kuku, rambut, atau seumpamanya, maka darah darah yang keluar bersamaannya ialah darah nifas. Mengenai hal ini Syafi’iyah berpendapat bahwa tidak disyaratkan untuk menamakan darah nifas harus terlihat sebagian tubuh bayi itu, malahan walaupun alaqah dan mudlghah maka darah yang keluar dari ibu bayi ialah darah nifas.
                 
B. Masa Nifas
 Nifas itu paling sedikit setetes darah (majjah) artinya asal ada darah yang keluar meskipun sedikit sudah dinamakan nifas. Pada umumnya lama nifas 40 hari dan paling lama 60 hari. Adapun Hanafiyah dan Hanabilah mereka berpendapat: bahwa batasan paling lama adalah 40 hari.
Oleh karena itu kalau darah nifas berlangsung melebihi 60 hari maka termasuk istihadloh didalam nifas. Yakni sebagian nifas , sebagian darah rusak (suci) dan sebagian haidh.
Namun apabila tidak melebihi 60 hari maka seluruhnya darah nifas meskipun bermacam-macam darah dan tidak sama dengan adatnya.
              

C. Perkara yang dilarang ketika Haidh dan Nifas
      a. sholat, tidak wajib qodlo’, bahkan haram
      b. sujud syukur
      c.Sujud tilawah
      d. Thowaf
      e. Puasa, tetepi wajib qodlo’ (romadlon)
      f. I’tikaf (diam dalam masjid)
      g. Masuk masjid kalau khawatir mengotori masjid
      h. Membaca Al-Qur’an
      i. Menyentuh Al-Qur’an
      j. Menulis Al-Qur’an
      k.Bersuci
      l. Mendatangi orang sakaratul maut
      m. Bersetubuh
      n. Dijatuhi Talaq
      o.Dibuat senang (istimta’) tubuhnya antara pusar dan lututnya.[12]


5.      ISTIHADHOH
A. Pngertian Istihadloh
            Istihadloh adalah darah selain haidh dan nifas yaitu darah yang tidak memenuhi syarat-syarat darh haidh dan nifas.[13]
Selain itu juga bisa dikatakan mengalirnya darah dari bawah rahim diluar waktu haidh atau nifas. Dan setiap darah yang keluar pada tambahan waktu dari batasan paling lama haidh dan nifas, atau kurang dari batasan minimum waktu yang telah di tetapkan, atau yang keluar sebelum usia haidh yaitu 9 tahun, maka semua darah disebut darah istihadloh.


B. Status Hukum Orang yang Iatihadloh
            Darah istihadlah tidak menghalangi  seseorang untuk melakukan ibadah seperti membaca Al-Qur’an, berbeda dengan haidh dan nifas.
Wanita yang istihadlah termasuk kelompok orang yang mempunyai  udzur (Ashabul A’dzar), sebagaimana orang yang sakit perut, atau mempunyai sakit ngompol, atau mudah keluar madzi, penyakit mimis (darah yang keluar dari hidunng), dan yang sejenisnya, maka mereka semua adalah Ashabul A’dzar,yang harus berwudlu setiap kali shalat.
            Ashabul A’dzar jangan berwudlu kecuali setelah waktu shalat telah tiba, dan adanya kesinambungan atau kontinyuitas antara wudlu dan shalat, dan antara amalan-amalan wudlu.
            Menurut Malikiyah: tidak membatalkan wudhu bagi orang yang memiliki udzur kecuali memang dibatalkan oleh yang lainyang bukan udzurnya(seperti buang angin).
            Seedangkan menurut Syafi’iyah: ashabul a’dzar yang shalat dengan wudlunya tidak bias shalat kecuali hanya satu kali shalat wajib, akan tetapi dengan wudlunya itu bias shalat sunnah sesuai dengan yang di kehendaki.
Bagi ashabul a’dzar hendaknya membalut kapas di tempat keluarnya najis setelah sebelumnya dibersihkan, hal ini demi mencegah keluarnya najis kembali. Ketika berwudlu hendaklah mereka berniat untuk mendapatkan kewenangan diperbolehkan sholat.





BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Haidh adalah darah yang keluar dari kemaluan seorang perempuan setelah umur 9 tahun, dengan sehat (tidak karena sakit), tetapi memang kodrat wanita, dan tidak setelah melahirkan anak.
Masa Keluarnya Darah Haidh
      Darah haidh itu paling sedikit sehari semalam, yakni 24 jam falakiyah (istiwa’) baik 24 jam it uterus menerus (ittishal mu’tad) ataupun putus-putus (‘adamul ittishal mu’tad). Jadi 24 jam itu boleh tidak keluar mulai awal sampai 24 jam. Tetapi kumpulan dari darah yang putus-putus dalam beberapa hari. Asal tidak lebih 15 hari.
      Umumnya masa haidh itu 6 atau 7 hari, baik keluarnya darah secara terus-menerus ataupun terputus-putus. Paling lama masa haidh adalah 15 hari, meskipun keluarnya tidak terus-menerus.
Nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita setelah melahirkan. Yakni setelah kosongnya rahim (kandungan) dari anak yang di kandung, meskipun masih berupa darah menggumpal (alaqoh) atau daging menggumpal (mudghoh) waktu keluarnya darah tadi sebelum 15 hari melahirkan (wiladah).
Nifas itu paling sedikit setetes darah (majjah) artinya asal ada darah yang keluar meskipun sedikit sudah dinamakan nifas. Pada umumnya lama nifas 40 hari dan paling lama 60 hari.
Perkara yang dilarang ketika Haidh dan Nifas
             a. sholat, tidak wajib qodlo’, bahkan haram
            b. sujud syukur
            c.Sujud tilawah
            d. Thowaf
            e. Puasa, tetepi wajib qodlo’ (romadlon)
            f. I’tikaf (diam dalam masjid)
            g. Masuk masjid kalau khawatir mengotori masjid
            h. Membaca Al-Qur’an
            i. Menyentuh Al-Qur’an
            j. Menulis Al-Qur’an
            k.Bersuci
            l. Mendatangi orang sakaratul maut
            m. Bersetubuh
            n. Dijatuhi Talaq
            o.Dibuat senang (istimta’) tubuhnya antara pusar dan lututnya.
            Istihadloh adalah darah selain haidh dan nifas yaitu darah yang tidak memenuhi syarat-syarat darh haidh dan nifas.Selain itu juga bisa dikatakan mengalirnya darah dari bawah rahim diluar waktu haidh atau nifas.
            Darah istihadlah tidak menghalangi  seseorang untuk melakukan ibadah seperti membaca Al-Qur’an, berbeda dengan haidh dan nifas.
Wanita yang istihadlah termasuk kelompok orang yang mempunyai  udzur (Ashabul A’dzar), sebagaimana orang yang sakit perut, atau mempunyai sakit ngompol, atau mudah keluar madzi, penyakit mimis (darah yang keluar dari hidunng), dan yang sejenisnya, maka mereka semua adalah Ashabul A’dzar,yang harus berwudlu setiap kali shalat.

DAFTAR PUSTAKA
Ardani, Muhammad.Risalah Haidl Nifas & Istihadloh.Surabaya. Al-Miftah.2011.
Masyur, Kahar.Salat Wajib Menurut Madzab yang Empat.Jakarta.Rineka Cipta.1995.
Qadir, Abdul. Panduan Lengkap Shalat Menurut Empat Madzab.Jakarta.Al-Kautsar.2007.



[1] Muhammad ardani,risalah haidh,nifas dan istihadhoh.(surabaya:al miftah),2011.11.
[2] Kahar Masyhur, salat wajib menurut mazhab yang empat,(Jakarta:Rineka Cipta), 1995.46.
[3] Kahar Masyhur, salat wajib menurut mazhab yang empat,(Jakarta:Rineka Cipta), 1995.46.
[4] Ibid
[5] Ibid, 47.
[6] Syaikh abdul qadir ar-rahbawi,Panduan Lengkap Shalat Menurut Empat Madzhab,(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar),2007.166.
[7] Muhammad ardani,risalah haidh,nifas dan istihadhoh.(surabaya:al miftah),2011.15.
[8] Kahar Masyhur, Salat Wajib Menurut Mazhab yang Empat,(Jakarta:Rineka Cipta), 1995,47.
[9]Kahar Masyhur, Salat Wajib Menurut Mazhab yang Empat,(Jakarta:Rineka Cipta), 1995,.49.
[10] Muhammad ardani,risalah haidh,nifas dan istihadhoh.(surabaya:al miftah),2011.19.
[11] ibid.84.
[12]Muhammad ardani,risalah haidh,nifas dan istihadhoh.(surabaya:al miftah),2011. .25.
[13] Ibid.38.