Jumat, 27 Januari 2017

BIOGRAFI K.H ACHMAD SIDDIQ

A.    BIOGRAFI K.H ACHMAD SIDDIQ
KH. Achmad Shiddiq yang nama kecilnya Achmad Muhammad Hasan, lahir di Jember pada hari Ahad Legi 10 Rajab 1344 (tanggal 24 Januari 1926). Ia adalah putra bungsu Kyai Shiddiq dari lbu Nyai H. Zaqiah (Nyai Maryam) binti KH. Yusuf.
Achmad ditinggal abahnya dalam usia 8 tahun. Dan sebelumnya pada usia 4 tahun, Achmad sudah ditinggal ibu kandungnya yang wafat ditengah perjalanan di laut, ketika pulang dari menunaikan ibadah haji. Jadi, sejak usia anak-anak, Kyai Achmad sudah yatim piatu. Karena itu, Kyai Mahfudz Shiddiq kebagian tugas mengasuh Achmad, sedangkan Kyai Halim Shiddiq mengasuh Abdullah yang masih berumur 10 tahun. Ada yang menduga, bahwa bila Achmad terkesan banyak mewarisi sifat dan gaya berfikir kakaknya (Kyai Mahfudz Shiddiq). Kyai Achmad memiliki watak sabar, tenang dan sangat cerdas. Wawasan berfilkirmya amat luas baik dalam ilmu agama maupun pengetahuan umum. Kyai Achmad belajar mengajinya mula-mula kepada Abahnya sendiri, Kyai Shiddiq. Kyai Shiddiq sebagaimana uraian-uraian sebelumnya, dalam mendidik terkenal sangat ketat (strength) terutama dalam hal sholat. Ia wajibkan semua putra-putranya sholat berjama’ah 5 waktu. Selain mengaji pada abahnya, Kyai Achmad juga banyak menimba ilmu dari Kyai Machfudz, banyak kitab kuning yang diajarkan oleh kakaknya,
Sebagaimana lazimnya putra kyai, lebih suka bila anaknya dikirim untuk ngaji pada kyai-kyai lain yang masyhur kemampuannya. Kyai Mahfudz pun mengirim Kyai Achmad menimba ilmu di Tebuireng. Semasa di Tebuireng, Kyai Hasyim melihat potensi kecerdasan pada Achmad, sehingga, kamarnya pun dikhususkan oleh Kyai Hasyim. Achmad dan beberapa putra-putra kyai dikumpulkan dalam satu. kamar. Pertimbangan tersebut bisa dimaklumi, karena para putra kyai (dipanggil Gus atau lora atau Non) adalah putra mahkota yang akan meneruskan pengabdian ayahnya di pesantren, sehingga pengawasan, pengajaran dan pembinaannyapun cenderung dilakukan secara, khusus/lain dari santri urnumnya.
Pribadinya yang tenang itu. menjadikan Kyai Achmad disegani oleh teman-temannya. Gaya bicaranya yang khas dan memikat sehingga dalam setiap khitobah, banyak santri yang mengaguminya. Selain itu, Kyai Achmad juga seorang kutu buku/ kutu kitab (senang baca). Di pondok Tebuireng itu pula, Kyai Achmad berkawan dengan Kyai Muchith Muzadi. Yang kemudian hari menjadi mitra diskusinva dalam merumuskan konsep-konsep strategis, khususnya menyangkut ke-NU-an, seperti buku Khittah Nandliyah, Fikroh Nandliyah, dan sebagainya.
Kecerdasan dan kepiawaiannya berpidato, menjadikan Kyai Achmad sangat dekat hubungannya dengan Kyai Wahid Hasyim.
Kyai Wahid telah membinbing Kyai Achmad dalam Madrasah Nidzomiyah. Perhatian Gus Wahid pada. Achmad sangat besar. Gus Wahid juga mengajar ketrampilan mengetik dan membimbing pembuatan konsep-konsep.
Bahkan ketika Kyai Wahid Hasyim memegang jabatan ketua. MIAI, ketua NU dan Menteri Agama, Kyai Achmad juga yang dipercaya sebagai sekretaris pribadinya. Bagi Kyai Achmad Shiddiq, tidak hanya ilmu KH. Hasyim Asy’ari yang diterima, tetapi juga ilmu dan bimbingan Kyai Wachid Hasyim direnungkannya secara mendalam. Suatu pengalaman yang sangat langka, bagi seorang santri.
B.     PEMIKIRAN K.H ACHMAD SIDDIQ

Penelitian ini membahas pemikiran kebangsaan KH. Achmad Siddiq, salah atu tokoh besar di lingkungan Nadlatul Ulama (NU) yang pernah menjabat sebagai Rais Aam PBNU periode 1984-1989. Jika ditelusuri lebih dalam, pemikiran-pemikiran KH. Achmad Siddiq meliputi dua cabang pemikiran, yakni pemikiran mengenai masalah kebangsaan dan pemikiran keagamaan. Namun yang menjadi masterpeace pemikirannya adalah masalah kebangsaan yang dengan pemikirnanya ini KH. Achmad Siddiq dipercaya untuk memimpin NU periode 1984-1989. Berdasarkan pengamatan penulis, pemikiran-pemikiran KH. Achmad Siddiq tentang kebangsaan ini masih belum banyak diangkat dalam skripsi maupun dalam penulisan buku, sehingga menarik bagi penulis untuk mengangkat pemikirannya dalam penelitian ini. Penelitian ini merupakan penelitian sejarah yang nantinya mampu menghasilkan pengkisahan sejarah secara kronologis. Adapun metode penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dengan mengumpulkan dan menganalisis data primer maupun data sekunder yang ditulis atau nukilan dari pendapat KH. Achmad Siddiq serta data lain yang berhubungan dengan pembahasan penelitian. Mengacu pada tema penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan politik yang mengacu pada kaidah-kaidah fiqhiyyah. Adapun analisis yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah analisis sejarah yang menganalisis perkembangan pemikiran KH. Achmad Siddiq ditinjau dari aspek perkembangan sejarah umat Islam waktu itu. Sementara itu, temuan-temuan yang penulis dapatkan selama penelitian tentang pemikiran KH. Achmad Siddiq adalah: pertama, KH. Achmad Siddiq mampu merumuskan secara jelas hubungan antara Islam dan Pancasila yang saat itu menjadi isu kontroversial dan hampir semua kalangan di negeri ini menolaknya kecuali beberapa tokoh yang salah satu di antaranya adalah KH. Achmad Siddiq. Dalam masalah ini, KH. Achmad Siddiq menjelaskan secara jernih bahwa Islam adalah agama dan Pancasila hanyalah sebuah ideologi. Agama dan Pancasila tidak boleh dicampuradukkan, agama berasal dari wahyu sementara ideologi merupakan hasil pemikiran manusia, dan bagaimanapun juga sebuah ideologi tidak akan pernah mencapai derajat ke tingkat agama. Umat Islam boleh berideologi apa saja asalkan ideologinya itu tidak bertentangan dengan ajaran agamanya. Agama bisa dimasukkan dalam AD/ART pasal aqidah, sementara Pancasila diletakkan pada pasal asas, dan sangat jelas bahwa aqidah mempunyai posisi yang lebih tinggi daripada asas. Kedua, sebagai komitmen kebangsaannya, KH. Achmad Siddiq mampu membawa NU keluar dari politik praktis (khittah 1926). Pernyataannya yang paling jelas adalah NU tidak ke mana-mana, tetapi ada di mana-mana , artinya NU kembali sebagai organisasi keagamaan (jam'iyyah diniyyah) dan semua warga NU tidak harus menunjukkan aspirasi politiknya pada satu partai, tetapi bebas menentukan pilihan politiknya sesuai dengan hati nuraninya dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

Tidak ada komentar: