PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Risalah
ini sangat penting dimengerti oleh semua wanita, pria yang sudah beristri, juga
para mua’llim dan kita semua.sebab masalah ini sangat erat hubungannya dengan
ibadah yang fardlu ‘ain, seperti sholat dan puasa yang semua wanita
melakukannya.seharusnya semua wanita yang berumur 9 tahun sudah mengerti
tentang hal ini atau suaminya. Sebab umur 9 tahun wanita mungkin sudah
mengalami haidh. Dan kenyataannya anak-anak yang baru tamat MI/SD sudah banyak
yang haidh, atau istihadloh. Padahal masih banyak orang yang sudah dewasa
(suami istri)yang sama sekali belum mengerti masalah ini. Bahkan masih banyak
yang belum mengerti cara-cara mandi yang benar, sholat dan puasa yang wajib di
qodloi. Ada yang sudah belajar tapi masih banyak yang salah. Hal ini
membutuhkan perhatian kita semua.
Oleh
karena itu, penyusun menyajikan makalah ini untuk menggugurkan kewajiban dan
untuk membantu kebutuhan muslimin muslimat yang sangat mendesak ini. Sekalipun
sendiri masih kurang.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud haidh?
2. Apa yang dimaksud nifas?
3. Apa yang dimaksud istihadhoh?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
HAIDH
1.
Dasar
Pembahasan Haidh
ويسئلونك عن المحيض قل هو أذى
فاعتزلوا النساء فى المحيض ولا تقربوهنَّ حتى يطهرن فإذا تطهرن فأتوهن من حيث
أمركم االله إن الله يحب اتوابين و يحب المتطهرين
Artinya:
mereka akan bertanya kepadamu (hai Muhammad) mengenai haidh. Jawablah, “Ia
adalah kotoran. Oleh sebab itu jauhilah para wanita (jangan setubuhi) selama
dalam waktu haidh dan jangan kamu dekati mereka, sehingga mereka telah suci.
Bila mereka telah suci, maka datangilah mereka sesuai dengan apa yang
diperintahkan Allah atasmu! Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang menyucikan
diri. (Surat Al-Baqarah : 222)
2.
Pengertian Haidh
Haidh adalah darah
yang keluar dari kemaluan seorang perempuan setelah umur 9 tahun, dengan sehat
(tidak karena sakit), tetapi memang kodrat wanita, dan tidak setelah melahirkan
anak.[1]
Adapun menurut
para ahli fikih, ialah:
Hanafiyah
Ulama’ hanafiyah membagi pengertian
haidh menjadi 2 kaedah:
Kaedah pertama, haidh berarti: Suatu sifat
menurut syari’at yang diberikan kepada wanita yang keluar darah haidh
daripadanya.
Kaedah kedua, haidh ialah: Darah yang keluar dari rahim
wanita yang tidak hamil, tidak masih kecil atau wanita dewasa atau tidak pernah
haidh (putus asa), tidak disebabkan melahirkan anak atau tidak karena sakit[2].
Syafi’iyah
Haidh ialah darah yg keluar dari
kemaluan wanita yang sehat, tidak sakit bila umurnya sudah 9 tahun atau lebih,
tanpa sebab melahirkan. Wanita dapat saja berhaidh selama dia masih
hidup.biasanya haidh berhenti sesudah berusia enam puluh tahun. Andaikata masih
keluar juga darahnya sesudah itu maka masih dinamakan darah haidh.[3]
Hanabilah
Haid ialah darah yang keluar dari bawah
rahim wanita dalam keadaan dia sehat, dan hamil pada waktu-waktu tertentu dan
bukan karena melahirkan. Umur maksimal berhentinya ialah lima puluh tahun. Bila
masih ada darah keluar sesudah itu, maka itu bukan haidh, walaupun kuat
keluarnya.[4]
Malikiyah
Darah yang keluar sendirinya dari
rahim wanita pada masa dia telah mungkin
hamil, walaupun hanya satu kali saja. Sebagian mereka berpendapat, bahwa darah
yang berwarna kuning dan keruh tidak haidh secara mutlak. Sebagian berpendapat,
bahwa darah yang berwarna kuning dan keruh masih darah haidh.
Bila
wanita yang berusia 9 tahun mengeluarkan darah, maka hendaklah dia tanyakan
kepada wanita yang ahli di bidang itu atau dokter yang dapat dipercayanya. Bila
dia mengatakan bahwa itu ialah darah haidh, maka itulah ia. Begitu pula anak
perempuan yang berumur sepuluh sampai tiga belas tahun. Bila umurnya sudah tiga
belas tahun, maka itu sudah darah haidh. Wanita dewasa yang masih mengeluarkan
darah juga pada hal dia sudah berusia antara lima sampai tujuh puluh tahun ,
maka hendaklah dia memeriksakannya pada ahlinya. Pendapat orang itu dapat di
terima. Pada dasarnya bahwa darah masih keluar dari wanita yang berumur tujuh
puluh tahun ialah darah istihadhah atau darah penyakit. Wanita hamil mungkin
saja berhaidh sampai melahirkan.[5]
3.
Syarat- syarat
Haidh
Haidh memiliki beberapa syarat, dimana
darah yang keluar tidak bisa disebut darah haidht tanpa ada syarat-syarat
berikut ini:
a.
Seorang wanita telah mencapai usia 9 tahun menurut hitungan Qomariah. Maka
sebelum usia ini, dianggap sebagai darah istihadhah.
b.
Bukan wanita yang telah lanjut usia dan mencapai usia yang sudah tua
(menapouse). Para ulama berbeda pendapat tentang batasan usia tua. Hanafiyah
bependapat: bahwa usia tua yang benar adalah 55 tahun, maka jika seorang wanita
yang telah mencapai usia tersebut lalu melihat darah maka itu bukanlah haidh,
kecuali jika darah tersebut berwarna hitam pekat atau merah terang seperti
darah segar, maka yang demikian dianggap sebagai haidh.
Malikiyah berpendapat: usia menapouse antara
lima puluh sampai tujuh puluh tahun .
Dan Hanabilah berpendapat: bahwa usia
menapouse adalah lima puluh tahun, jika pada usia tersebut seorang wanita melihat darah maka darah
tersebut bukanlah darah haidh walaupun warnanya hitam pekat.
Selanjutnya Asy-Syafi’iyah berpendapat:
tidak ada usia akhir bagi haidh, artinya selama masih hidup haidh mungkin saja
terjadi. Akan tetapi mayoritas haidh terputus setelah wanita berusia 62 tahun,
yaitu usia berhenti dari haidh.
c.
Darah yang dikeluarkan haruslah berwarna seperti warna-warna berikut: hitam,
merah, kuning, dan keruh.
d.
Rahim kosong dari janin (tidak hamil). Ini menurut Hanafiyah dan Hanabilah.
Adapun menurut Malikiyah dan Asy- Syafi’iyah tidak ada syarat bahwa rahim harus
kosong dari janin, akan tetapi apabila wanita keluar darah walaupun hamil maka
darah tersebut dianggap haidh.
e.
Hendaknya darah itu diawali dengan masa suci minimum, yaitu 15 hari. Kecuali
Hanabilah bependapat; waktu suci minimum adalah tiga belas hari.
f. Hendaklah darah yang keluar itu mencapai
batas minimum waktu haidh, yaitu satu hari satu malam menurut Asy-Syafi’iyah
dan Hanabilah, dengan syarat darah yang keluar harus terus menerus seperti
biasa yang di alami oleh wanita yang haidh. Namun Hanafiyah berpendapat: batas
minimal haidh adalah tiga hari tiga malam. Adapun malikiyah mereka mengatakan:
tidak ada batasan haidh jika berkaitan dengan ibadah, adapun untuk keperluan istibra’ (pembebasan rahim) mereka
berpendapat: paling sedikit satu hari atau setengah hari.
g.
Tidak melebihi waktu maksimal haidh, yaitu lima belas hari, maka jika darah
terus menerus keluar lebih dari waktu tersebut, maka darah yang keluar pada
waktu selebihnya tidak dianggap sebagai darah haidh.[6]
4. Masa
Keluarnya Darah Haidh
Darah haidh itu paling sedikit
sehari semalam, yakni 24 jam falakiyah (istiwa’) baik 24 jam it uterus menerus
(ittishal mu’tad) ataupun putus-putus (‘adamul ittishal mu’tad). Jadi 24 jam
itu boleh tidak keluar mulai awal sampai 24 jam. Tetapi kumpulan dari darah
yang putus-putus dalam beberapa hari. Asal tidak lebih 15 hari.[7]
Umumnya masa haidh itu 6 atau 7 hari,
baik keluarnya darah secara terus-menerus ataupun terputus-putus. Paling lama
masa haidh adalah 15 hari, meskipun keluarnya tidak terus-menerus.
Sedangkan masa haidh menurut
para ahli fikih sebagai berikut:
a. Hanafiyah
Sekurang-kurang
masa haidh ialah tiga hari dan tiga malamnya. Paling lama ialah sepuluh hari
dan malamnya. Bila melebihi kebiasaannya tapi masih dalam sepuluh hari, maka ia
darah haidh. Bila lebih dari sepuluh hari, maka ia darah istihadhah. [8]
b. Syafi’iyah dan Hanabilah
Sekurang
kurang masa haidh ialah sehari semalam, dengan syarat bila darahnya keluar
menurut yang biasa dan dalam masa haidh. Yang dimaksud dengan sehari semalam
itu, ialah dua puluh empat jam falak. Yang penting jumlahnya dua puluh empat
jam untuk menentukan permulaan dan penghabisannya. Adapun masa haidh yang
paling lama ialah 15 hari dan malamnya. Bila seorang wanita masih mengeluarkan
haidh melebihi dari hari biasanya , tapi masih dalam masa lima belas hari, maka
masih bernama haidh.
c. Malikiyah
Tidak
ada batas bagi sekurang-kurang masa haidh sebagai ibadah dan tidak karena sebab
lain. Tidak ada batas masanya. Bila darah keluar sekejap saja, maka itulah
darah haidh dan wanita itu wanita haidh.
Bila
di ukur dari kebiasaan dan hasil penelitian, maka dapatlah dikatakan, bahwa
sekurang-kurangnya satu hari atau sebagian hari. Tapi, tidak ada batas paling
lamanya.[9]
5. Masa
Suci dari Haidh
Masa
suci antara dua haidh itu paling sedikit 15 hari, jadi kalau tidak keluar darah
sudah mencapai 15 hari, lalu keluar lagi, jelas ini merupakan darah haidh
apabila memenuhi syarat-syarat haidh tersebut di atas, walaupun belum tiba
tanggal kebiasaannya. Umumnya masa suci itu 24 atau 23 hari. Batas maksimal
(paling lamanya) tidak terbatas.
Apabila
masa suci belum mencapai 15 hari, tiba-tiba darah keluar lagi, jelas ini bukan
darah haidh tetapi darah rusak/istihadhoh. Demikian tadi apabila keluarnya
darah yang kedua itu setelah 15 hari terhitung dari hari pertama haidh yang
baru saja dijalankan (baru suci). Sebab masa tersebut adalah masa tidak boleh
haidh (bukan waktunya haidh).
Jadi
meskipun darah keluar tetap wajib melakukan sholat dengan cara sholatnya orang
istihadhoh. Masa tidak boleh haidh adalah mulai setelah 15 hari terhitung dari
awal haidh yang baru selesai sampai dengan
15 hari terhitung dari akhir haidh tersebut.[10]
4.
NIFAS
A. Pegertian Nifas
Nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita setelah melahirkan.
Yakni setelah kosongnya rahim (kandungan) dari anak yang di kandung, meskipun
masih berupa darah menggumpal (alaqoh) atau daging menggumpal (mudghoh) waktu
keluarnya darah tadi sebelum 15 hari melahirkan (wiladah).[11]
Oleh
karena itu darah yang keluar antara dua anak kembar bukan darah nifas tetapi
darah haidh kalau memenuhi syarat-syarat haidh (tidak kurang dari 24 jam dan
tidak melebihi 15 hri dan keluarnya pada masa boleh haidh). Tetapi kalau tidak
memenuhi syarat haidh, maka termasuk darah rusak (istihadloh)
Begitu
juga halnya darah yang keluar karena sakit waktu melahirkan atau menyertai
keluarnya anak, semua bukan darah nifas tetapi darah haidh kalau memenuhi
syarat haidh, seperti seandainya bergandengan dengan haidh sebelumnya.
Adapun
pengertian haidh menurut para ulama’, sebagai berikut:
Hanafiyah
Nifas
ialah darah yang keluar dari rahim wanita hamil ketika sebagian besar bayinya
telah lahir. Ia bagaikan darah yang keluar sesudah lahir anak.
Syafi’iyah
1. Untuk meyakini bahwa yang keluar ialah darah nifas ialah
keluarnya sesudah melahirkan atau sesudah anak keluar dari rahim ibunya
seluruhnya. Bila baru keluar sebagian atau lebih separohnya, maka itu bukanlah
darah nifas. Bila keluarnya sudah lima belas hari dan terhenti, maka yang
keluar sesudah itu ialah darah haidh.
2. Darah yang keluar bersama
dengan bayi bukanlah darah nifas tetapi ia adalah darah haidh, bila pada masa
haidhnya, karena orang hamil mungkin saja menurut mereka haidh. Bila memang ia
bukan darah haidh, maka ia darah fasid atau penyakit.
Malikiyah
1. Darah yang keluar bersama
dengan bayi atau sesudahnya ialah darah nifas.
2. Darah yang keluar bersama
dengan anak pertama atau sesudahnya atau sebelum lahir yang kedua (bagi yang
beranak kembar) ialah darah nifas.
3. Darah yang keluar sebelum
melahirkan ialah darah haidh.
Adapun bayi yang lahir gugur maka
bila telah di kenal sebagian anggota badannya seperti telah ada jari, kuku,
rambut, atau seumpamanya, maka darah darah yang keluar bersamaannya ialah darah
nifas. Mengenai hal ini Syafi’iyah berpendapat bahwa tidak disyaratkan untuk
menamakan darah nifas harus terlihat sebagian tubuh bayi itu, malahan walaupun alaqah dan mudlghah maka darah yang keluar dari ibu bayi ialah darah nifas.
B. Masa Nifas
Nifas itu paling sedikit setetes darah (majjah) artinya asal ada
darah yang keluar meskipun sedikit sudah dinamakan nifas. Pada umumnya lama
nifas 40 hari dan paling lama 60 hari. Adapun Hanafiyah dan Hanabilah mereka
berpendapat: bahwa batasan paling lama adalah 40 hari.
Oleh karena itu kalau darah nifas
berlangsung melebihi 60 hari maka termasuk istihadloh didalam nifas. Yakni
sebagian nifas , sebagian darah rusak (suci) dan sebagian haidh.
Namun apabila tidak melebihi 60 hari
maka seluruhnya darah nifas meskipun bermacam-macam darah dan tidak sama dengan
adatnya.
C. Perkara yang dilarang ketika Haidh dan Nifas
a. sholat, tidak wajib qodlo’, bahkan
haram
b. sujud syukur
c.Sujud tilawah
d. Thowaf
e. Puasa, tetepi wajib qodlo’ (romadlon)
f. I’tikaf (diam dalam masjid)
g. Masuk masjid kalau khawatir mengotori
masjid
h. Membaca Al-Qur’an
i. Menyentuh Al-Qur’an
j. Menulis Al-Qur’an
k.Bersuci
l. Mendatangi orang sakaratul maut
m. Bersetubuh
n. Dijatuhi Talaq
o.Dibuat senang (istimta’) tubuhnya antara
pusar dan lututnya.[12]
5. ISTIHADHOH
A. Pngertian Istihadloh
Istihadloh adalah darah selain haidh dan
nifas yaitu darah yang tidak memenuhi syarat-syarat darh haidh dan nifas.[13]
Selain itu
juga bisa dikatakan mengalirnya darah dari bawah rahim diluar waktu haidh atau
nifas. Dan setiap darah yang keluar pada tambahan waktu dari batasan paling
lama haidh dan nifas, atau kurang dari batasan minimum waktu yang telah di
tetapkan, atau yang keluar sebelum usia haidh yaitu 9 tahun, maka semua darah
disebut darah istihadloh.
B. Status Hukum
Orang yang Iatihadloh
Darah istihadlah tidak menghalangi seseorang untuk melakukan ibadah seperti
membaca Al-Qur’an, berbeda dengan haidh dan nifas.
Wanita
yang istihadlah termasuk kelompok orang yang mempunyai udzur (Ashabul A’dzar), sebagaimana orang
yang sakit perut, atau mempunyai sakit ngompol, atau mudah keluar madzi,
penyakit mimis (darah yang keluar dari hidunng), dan yang sejenisnya, maka
mereka semua adalah Ashabul A’dzar,yang harus berwudlu setiap kali shalat.
Ashabul A’dzar jangan berwudlu
kecuali setelah waktu shalat telah tiba, dan adanya kesinambungan atau
kontinyuitas antara wudlu dan shalat, dan antara amalan-amalan wudlu.
Menurut Malikiyah: tidak membatalkan
wudhu bagi orang yang memiliki udzur kecuali memang dibatalkan oleh yang
lainyang bukan udzurnya(seperti buang angin).
Seedangkan menurut Syafi’iyah:
ashabul a’dzar yang shalat dengan wudlunya tidak bias shalat kecuali hanya satu
kali shalat wajib, akan tetapi dengan wudlunya itu bias shalat sunnah sesuai
dengan yang di kehendaki.
Bagi
ashabul a’dzar hendaknya membalut kapas di tempat keluarnya najis setelah
sebelumnya dibersihkan, hal ini demi mencegah keluarnya najis kembali. Ketika
berwudlu hendaklah mereka berniat untuk mendapatkan kewenangan diperbolehkan
sholat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Haidh adalah
darah yang keluar dari kemaluan seorang perempuan setelah umur 9 tahun, dengan
sehat (tidak karena sakit), tetapi memang kodrat wanita, dan tidak setelah
melahirkan anak.
Masa Keluarnya
Darah Haidh
Darah haidh itu paling sedikit sehari
semalam, yakni 24 jam falakiyah (istiwa’) baik 24 jam it uterus menerus
(ittishal mu’tad) ataupun putus-putus (‘adamul ittishal mu’tad). Jadi 24 jam
itu boleh tidak keluar mulai awal sampai 24 jam. Tetapi kumpulan dari darah
yang putus-putus dalam beberapa hari. Asal tidak lebih 15 hari.
Umumnya masa haidh itu 6 atau 7 hari,
baik keluarnya darah secara terus-menerus ataupun terputus-putus. Paling lama
masa haidh adalah 15 hari, meskipun keluarnya tidak terus-menerus.
Nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita setelah
melahirkan. Yakni setelah kosongnya rahim (kandungan) dari anak yang di
kandung, meskipun masih berupa darah menggumpal (alaqoh) atau daging menggumpal
(mudghoh) waktu keluarnya darah tadi sebelum 15 hari melahirkan (wiladah).
Nifas itu paling sedikit setetes darah (majjah) artinya asal ada
darah yang keluar meskipun sedikit sudah dinamakan nifas. Pada umumnya lama
nifas 40 hari dan paling lama 60 hari.
Perkara yang dilarang ketika Haidh dan Nifas
a. sholat, tidak wajib qodlo’, bahkan haram
b.
sujud syukur
c.Sujud
tilawah
d.
Thowaf
e.
Puasa, tetepi wajib qodlo’ (romadlon)
f.
I’tikaf (diam dalam masjid)
g.
Masuk masjid kalau khawatir mengotori masjid
h.
Membaca Al-Qur’an
i.
Menyentuh Al-Qur’an
j.
Menulis Al-Qur’an
k.Bersuci
l.
Mendatangi orang sakaratul maut
m.
Bersetubuh
n.
Dijatuhi Talaq
o.Dibuat
senang (istimta’) tubuhnya antara pusar dan lututnya.
Istihadloh
adalah darah selain haidh dan nifas yaitu darah yang tidak memenuhi
syarat-syarat darh haidh dan nifas.Selain itu juga bisa dikatakan mengalirnya
darah dari bawah rahim diluar waktu haidh atau nifas.
Darah
istihadlah tidak menghalangi seseorang
untuk melakukan ibadah seperti membaca Al-Qur’an, berbeda dengan haidh dan
nifas.
Wanita yang istihadlah termasuk kelompok orang yang
mempunyai udzur (Ashabul A’dzar),
sebagaimana orang yang sakit perut, atau mempunyai sakit ngompol, atau mudah
keluar madzi, penyakit mimis (darah yang keluar dari hidunng), dan yang
sejenisnya, maka mereka semua adalah Ashabul A’dzar,yang harus berwudlu setiap
kali shalat.
DAFTAR PUSTAKA
Ardani, Muhammad.Risalah
Haidl Nifas & Istihadloh.Surabaya. Al-Miftah.2011.
Masyur, Kahar.Salat Wajib
Menurut Madzab yang Empat.Jakarta.Rineka Cipta.1995.
Qadir, Abdul. Panduan Lengkap
Shalat Menurut Empat Madzab.Jakarta.Al-Kautsar.2007.
[1]
Muhammad ardani,risalah haidh,nifas dan
istihadhoh.(surabaya:al miftah),2011.11.
[2]
Kahar Masyhur, salat wajib menurut mazhab yang empat,(Jakarta:Rineka Cipta),
1995.46.
[3]
Kahar Masyhur, salat wajib menurut mazhab yang empat,(Jakarta:Rineka Cipta),
1995.46.
[4]
Ibid
[5]
Ibid, 47.
[6]
Syaikh abdul qadir ar-rahbawi,Panduan Lengkap
Shalat Menurut Empat Madzhab,(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar),2007.166.
[7]
Muhammad ardani,risalah haidh,nifas dan
istihadhoh.(surabaya:al miftah),2011.15.
[8]
Kahar Masyhur, Salat Wajib Menurut Mazhab
yang Empat,(Jakarta:Rineka Cipta), 1995,47.
[9]Kahar
Masyhur, Salat Wajib Menurut Mazhab yang
Empat,(Jakarta:Rineka Cipta), 1995,.49.
[10]
Muhammad ardani,risalah haidh,nifas dan
istihadhoh.(surabaya:al miftah),2011.19.
[11]
ibid.84.
[12]Muhammad
ardani,risalah haidh,nifas dan istihadhoh.(surabaya:al
miftah),2011. .25.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar