Jumat, 27 Januari 2017

HAIDH, NIFAS, ISTIHADHOH

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Risalah ini sangat penting dimengerti oleh semua wanita, pria yang sudah beristri, juga para mua’llim dan kita semua.sebab masalah ini sangat erat hubungannya dengan ibadah yang fardlu ‘ain, seperti sholat dan puasa yang semua wanita melakukannya.seharusnya semua wanita yang berumur 9 tahun sudah mengerti tentang hal ini atau suaminya. Sebab umur 9 tahun wanita mungkin sudah mengalami haidh. Dan kenyataannya anak-anak yang baru tamat MI/SD sudah banyak yang haidh, atau istihadloh. Padahal masih banyak orang yang sudah dewasa (suami istri)yang sama sekali belum mengerti masalah ini. Bahkan masih banyak yang belum mengerti cara-cara mandi yang benar, sholat dan puasa yang wajib di qodloi. Ada yang sudah belajar tapi masih banyak yang salah. Hal ini membutuhkan perhatian kita semua.
Oleh karena itu, penyusun menyajikan makalah ini untuk menggugurkan kewajiban dan untuk membantu kebutuhan muslimin muslimat yang sangat mendesak ini. Sekalipun sendiri masih kurang.
B.     Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud haidh?
2.      Apa yang dimaksud nifas?
3.      Apa yang dimaksud istihadhoh?




BAB II
PEMBAHASAN
A.    HAIDH
1.      Dasar Pembahasan Haidh
ويسئلونك عن المحيض قل هو أذى فاعتزلوا النساء فى المحيض ولا تقربوهنَّ حتى يطهرن فإذا تطهرن فأتوهن من حيث أمركم االله إن الله يحب اتوابين و يحب المتطهرين
Artinya: mereka akan bertanya kepadamu (hai Muhammad) mengenai haidh. Jawablah, “Ia adalah kotoran. Oleh sebab itu jauhilah para wanita (jangan setubuhi) selama dalam waktu haidh dan jangan kamu dekati mereka, sehingga mereka telah suci. Bila mereka telah suci, maka datangilah mereka sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah atasmu! Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang menyucikan diri. (Surat Al-Baqarah : 222)

2.      Pengertian Haidh
Haidh adalah darah yang keluar dari kemaluan seorang perempuan setelah umur 9 tahun, dengan sehat (tidak karena sakit), tetapi memang kodrat wanita, dan tidak setelah melahirkan anak.[1]
Adapun menurut para ahli fikih, ialah:
Hanafiyah
            Ulama’ hanafiyah membagi pengertian haidh menjadi 2 kaedah:
 Kaedah pertama, haidh berarti: Suatu sifat menurut syari’at yang diberikan kepada wanita yang keluar darah haidh daripadanya.
             Kaedah kedua,  haidh ialah: Darah yang keluar dari rahim wanita yang tidak hamil, tidak masih kecil atau wanita dewasa atau tidak pernah haidh (putus asa), tidak disebabkan melahirkan anak atau tidak karena sakit[2].
Syafi’iyah
            Haidh ialah darah yg keluar dari kemaluan wanita yang sehat, tidak sakit bila umurnya sudah 9 tahun atau lebih, tanpa sebab melahirkan. Wanita dapat saja berhaidh selama dia masih hidup.biasanya haidh berhenti sesudah berusia enam puluh tahun. Andaikata masih keluar juga darahnya sesudah itu maka masih dinamakan darah haidh.[3]
Hanabilah
            Haid ialah darah yang keluar dari bawah rahim wanita dalam keadaan dia sehat, dan hamil pada waktu-waktu tertentu dan bukan karena melahirkan. Umur maksimal berhentinya ialah lima puluh tahun. Bila masih ada darah keluar sesudah itu, maka itu bukan haidh, walaupun kuat keluarnya.[4]
Malikiyah
            Darah yang keluar sendirinya dari rahim wanita pada masa dia telah  mungkin hamil, walaupun hanya satu kali saja. Sebagian mereka berpendapat, bahwa darah yang berwarna kuning dan keruh tidak haidh secara mutlak. Sebagian berpendapat, bahwa darah yang berwarna kuning dan keruh masih darah haidh.
    Bila wanita yang berusia 9 tahun mengeluarkan darah, maka hendaklah dia tanyakan kepada wanita yang ahli di bidang itu atau dokter yang dapat dipercayanya. Bila dia mengatakan bahwa itu ialah darah haidh, maka itulah ia. Begitu pula anak perempuan yang berumur sepuluh sampai tiga belas tahun. Bila umurnya sudah tiga belas tahun, maka itu sudah darah haidh. Wanita dewasa yang masih mengeluarkan darah juga pada hal dia sudah berusia antara lima sampai tujuh puluh tahun , maka hendaklah dia memeriksakannya pada ahlinya. Pendapat orang itu dapat di terima. Pada dasarnya bahwa darah masih keluar dari wanita yang berumur tujuh puluh tahun ialah darah istihadhah atau darah penyakit. Wanita hamil mungkin saja berhaidh sampai melahirkan.[5]
3.      Syarat- syarat Haidh
            Haidh memiliki beberapa syarat, dimana darah yang keluar tidak bisa disebut darah haidht tanpa ada syarat-syarat berikut ini:
a. Seorang wanita telah mencapai usia 9 tahun menurut hitungan Qomariah. Maka sebelum usia ini, dianggap sebagai darah istihadhah.
b. Bukan wanita yang telah lanjut usia dan mencapai usia yang sudah tua (menapouse). Para ulama berbeda pendapat tentang batasan usia tua. Hanafiyah bependapat: bahwa usia tua yang benar adalah 55 tahun, maka jika seorang wanita yang telah mencapai usia tersebut lalu melihat darah maka itu bukanlah haidh, kecuali jika darah tersebut berwarna hitam pekat atau merah terang seperti darah segar, maka yang demikian dianggap sebagai haidh.
   Malikiyah berpendapat: usia menapouse antara lima puluh sampai tujuh puluh tahun .
               Dan Hanabilah berpendapat: bahwa usia menapouse adalah lima puluh tahun, jika pada usia tersebut  seorang wanita melihat darah maka darah tersebut bukanlah darah haidh walaupun warnanya hitam pekat.
   Selanjutnya Asy-Syafi’iyah berpendapat: tidak ada usia akhir bagi haidh, artinya selama masih hidup haidh mungkin saja terjadi. Akan tetapi mayoritas haidh terputus setelah wanita berusia 62 tahun, yaitu usia berhenti dari haidh.
c. Darah yang dikeluarkan haruslah berwarna seperti warna-warna berikut: hitam, merah, kuning, dan keruh.
d. Rahim kosong dari janin (tidak hamil). Ini menurut Hanafiyah dan Hanabilah. Adapun menurut Malikiyah dan Asy- Syafi’iyah tidak ada syarat bahwa rahim harus kosong dari janin, akan tetapi apabila wanita keluar darah walaupun hamil maka darah tersebut dianggap haidh.
e. Hendaknya darah itu diawali dengan masa suci minimum, yaitu 15 hari. Kecuali Hanabilah bependapat; waktu suci minimum adalah tiga belas hari.
f. Hendaklah darah yang keluar itu mencapai batas minimum waktu haidh, yaitu satu hari satu malam menurut Asy-Syafi’iyah dan Hanabilah, dengan syarat darah yang keluar harus terus menerus seperti biasa yang di alami oleh wanita yang haidh. Namun Hanafiyah berpendapat: batas minimal haidh adalah tiga hari tiga malam. Adapun malikiyah mereka mengatakan: tidak ada batasan haidh jika berkaitan dengan ibadah, adapun untuk keperluan istibra’ (pembebasan rahim) mereka berpendapat: paling sedikit satu hari atau setengah hari.
g. Tidak melebihi waktu maksimal haidh, yaitu lima belas hari, maka jika darah terus menerus keluar lebih dari waktu tersebut, maka darah yang keluar pada waktu selebihnya tidak dianggap sebagai darah haidh.[6]
4.  Masa Keluarnya Darah Haidh
                  Darah haidh itu paling sedikit sehari semalam, yakni 24 jam falakiyah (istiwa’) baik 24 jam it uterus menerus (ittishal mu’tad) ataupun putus-putus (‘adamul ittishal mu’tad). Jadi 24 jam itu boleh tidak keluar mulai awal sampai 24 jam. Tetapi kumpulan dari darah yang putus-putus dalam beberapa hari. Asal tidak lebih 15 hari.[7]
      Umumnya masa haidh itu 6 atau 7 hari, baik keluarnya darah secara terus-menerus ataupun terputus-putus. Paling lama masa haidh adalah 15 hari, meskipun keluarnya tidak terus-menerus.
                  Sedangkan masa haidh menurut para ahli fikih sebagai berikut:
a. Hanafiyah
  Sekurang-kurang masa haidh ialah tiga hari dan tiga malamnya. Paling lama ialah sepuluh hari dan malamnya. Bila melebihi kebiasaannya tapi masih dalam sepuluh hari, maka ia darah haidh. Bila lebih dari sepuluh hari, maka ia darah istihadhah. [8]
b. Syafi’iyah dan Hanabilah
           Sekurang kurang masa haidh ialah sehari semalam, dengan syarat bila darahnya keluar menurut yang biasa dan dalam masa haidh. Yang dimaksud dengan sehari semalam itu, ialah dua puluh empat jam falak. Yang penting jumlahnya dua puluh empat jam untuk menentukan permulaan dan penghabisannya. Adapun masa haidh yang paling lama ialah 15 hari dan malamnya. Bila seorang wanita masih mengeluarkan haidh melebihi dari hari biasanya , tapi masih dalam masa lima belas hari, maka masih bernama haidh.
c. Malikiyah
           Tidak ada batas bagi sekurang-kurang masa haidh sebagai ibadah dan tidak karena sebab lain. Tidak ada batas masanya. Bila darah keluar sekejap saja, maka itulah darah haidh dan wanita itu wanita haidh.
           Bila di ukur dari kebiasaan dan hasil penelitian, maka dapatlah dikatakan, bahwa sekurang-kurangnya satu hari atau sebagian hari. Tapi, tidak ada batas paling lamanya.[9]
5Masa Suci dari Haidh
                  Masa suci antara dua haidh itu paling sedikit 15 hari, jadi kalau tidak keluar darah sudah mencapai 15 hari, lalu keluar lagi, jelas ini merupakan darah haidh apabila memenuhi syarat-syarat haidh tersebut di atas, walaupun belum tiba tanggal kebiasaannya. Umumnya masa suci itu 24 atau 23 hari. Batas maksimal (paling lamanya) tidak terbatas.
                  Apabila masa suci belum mencapai 15 hari, tiba-tiba darah keluar lagi, jelas ini bukan darah haidh tetapi darah rusak/istihadhoh. Demikian tadi apabila keluarnya darah yang kedua itu setelah 15 hari terhitung dari hari pertama haidh yang baru saja dijalankan (baru suci). Sebab masa tersebut adalah masa tidak boleh haidh (bukan waktunya haidh).
      Jadi meskipun darah keluar tetap wajib melakukan sholat dengan cara sholatnya orang istihadhoh. Masa tidak boleh haidh adalah mulai setelah 15 hari terhitung dari awal haidh yang baru selesai sampai dengan  15 hari terhitung dari akhir haidh tersebut.[10]


4.      NIFAS
A.  Pegertian Nifas
            Nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita setelah melahirkan. Yakni setelah kosongnya rahim (kandungan) dari anak yang di kandung, meskipun masih berupa darah menggumpal (alaqoh) atau daging menggumpal (mudghoh) waktu keluarnya darah tadi sebelum 15 hari melahirkan (wiladah).[11]
            Oleh karena itu darah yang keluar antara dua anak kembar bukan darah nifas tetapi darah haidh kalau memenuhi syarat-syarat haidh (tidak kurang dari 24 jam dan tidak melebihi 15 hri dan keluarnya pada masa boleh haidh). Tetapi kalau tidak memenuhi syarat haidh, maka termasuk darah rusak (istihadloh)
            Begitu juga halnya darah yang keluar karena sakit waktu melahirkan atau menyertai keluarnya anak, semua bukan darah nifas tetapi darah haidh kalau memenuhi syarat haidh, seperti seandainya bergandengan dengan haidh sebelumnya.
            Adapun pengertian haidh menurut para ulama’, sebagai berikut:
Hanafiyah
            Nifas ialah darah yang keluar dari rahim wanita hamil ketika sebagian besar bayinya telah lahir. Ia bagaikan darah yang keluar sesudah lahir anak.
Syafi’iyah
1. Untuk meyakini bahwa yang keluar ialah darah nifas ialah keluarnya sesudah melahirkan atau sesudah anak keluar dari rahim ibunya seluruhnya. Bila baru keluar sebagian atau lebih separohnya, maka itu bukanlah darah nifas. Bila keluarnya sudah lima belas hari dan terhenti, maka yang keluar sesudah itu ialah darah haidh.
2.  Darah yang keluar bersama dengan bayi bukanlah darah nifas tetapi ia adalah darah haidh, bila pada masa haidhnya, karena orang hamil mungkin saja menurut mereka haidh. Bila memang ia bukan darah haidh, maka ia darah fasid atau penyakit.
Malikiyah
1.  Darah yang keluar bersama dengan bayi atau sesudahnya ialah darah nifas.
2.  Darah yang keluar bersama dengan anak pertama atau sesudahnya atau sebelum lahir yang kedua (bagi yang beranak kembar) ialah darah nifas.
3.  Darah yang keluar sebelum melahirkan ialah darah haidh.
     
            Adapun bayi yang lahir gugur maka bila telah di kenal sebagian anggota badannya seperti telah ada jari, kuku, rambut, atau seumpamanya, maka darah darah yang keluar bersamaannya ialah darah nifas. Mengenai hal ini Syafi’iyah berpendapat bahwa tidak disyaratkan untuk menamakan darah nifas harus terlihat sebagian tubuh bayi itu, malahan walaupun alaqah dan mudlghah maka darah yang keluar dari ibu bayi ialah darah nifas.
                 
B. Masa Nifas
 Nifas itu paling sedikit setetes darah (majjah) artinya asal ada darah yang keluar meskipun sedikit sudah dinamakan nifas. Pada umumnya lama nifas 40 hari dan paling lama 60 hari. Adapun Hanafiyah dan Hanabilah mereka berpendapat: bahwa batasan paling lama adalah 40 hari.
Oleh karena itu kalau darah nifas berlangsung melebihi 60 hari maka termasuk istihadloh didalam nifas. Yakni sebagian nifas , sebagian darah rusak (suci) dan sebagian haidh.
Namun apabila tidak melebihi 60 hari maka seluruhnya darah nifas meskipun bermacam-macam darah dan tidak sama dengan adatnya.
              

C. Perkara yang dilarang ketika Haidh dan Nifas
      a. sholat, tidak wajib qodlo’, bahkan haram
      b. sujud syukur
      c.Sujud tilawah
      d. Thowaf
      e. Puasa, tetepi wajib qodlo’ (romadlon)
      f. I’tikaf (diam dalam masjid)
      g. Masuk masjid kalau khawatir mengotori masjid
      h. Membaca Al-Qur’an
      i. Menyentuh Al-Qur’an
      j. Menulis Al-Qur’an
      k.Bersuci
      l. Mendatangi orang sakaratul maut
      m. Bersetubuh
      n. Dijatuhi Talaq
      o.Dibuat senang (istimta’) tubuhnya antara pusar dan lututnya.[12]


5.      ISTIHADHOH
A. Pngertian Istihadloh
            Istihadloh adalah darah selain haidh dan nifas yaitu darah yang tidak memenuhi syarat-syarat darh haidh dan nifas.[13]
Selain itu juga bisa dikatakan mengalirnya darah dari bawah rahim diluar waktu haidh atau nifas. Dan setiap darah yang keluar pada tambahan waktu dari batasan paling lama haidh dan nifas, atau kurang dari batasan minimum waktu yang telah di tetapkan, atau yang keluar sebelum usia haidh yaitu 9 tahun, maka semua darah disebut darah istihadloh.


B. Status Hukum Orang yang Iatihadloh
            Darah istihadlah tidak menghalangi  seseorang untuk melakukan ibadah seperti membaca Al-Qur’an, berbeda dengan haidh dan nifas.
Wanita yang istihadlah termasuk kelompok orang yang mempunyai  udzur (Ashabul A’dzar), sebagaimana orang yang sakit perut, atau mempunyai sakit ngompol, atau mudah keluar madzi, penyakit mimis (darah yang keluar dari hidunng), dan yang sejenisnya, maka mereka semua adalah Ashabul A’dzar,yang harus berwudlu setiap kali shalat.
            Ashabul A’dzar jangan berwudlu kecuali setelah waktu shalat telah tiba, dan adanya kesinambungan atau kontinyuitas antara wudlu dan shalat, dan antara amalan-amalan wudlu.
            Menurut Malikiyah: tidak membatalkan wudhu bagi orang yang memiliki udzur kecuali memang dibatalkan oleh yang lainyang bukan udzurnya(seperti buang angin).
            Seedangkan menurut Syafi’iyah: ashabul a’dzar yang shalat dengan wudlunya tidak bias shalat kecuali hanya satu kali shalat wajib, akan tetapi dengan wudlunya itu bias shalat sunnah sesuai dengan yang di kehendaki.
Bagi ashabul a’dzar hendaknya membalut kapas di tempat keluarnya najis setelah sebelumnya dibersihkan, hal ini demi mencegah keluarnya najis kembali. Ketika berwudlu hendaklah mereka berniat untuk mendapatkan kewenangan diperbolehkan sholat.





BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Haidh adalah darah yang keluar dari kemaluan seorang perempuan setelah umur 9 tahun, dengan sehat (tidak karena sakit), tetapi memang kodrat wanita, dan tidak setelah melahirkan anak.
Masa Keluarnya Darah Haidh
      Darah haidh itu paling sedikit sehari semalam, yakni 24 jam falakiyah (istiwa’) baik 24 jam it uterus menerus (ittishal mu’tad) ataupun putus-putus (‘adamul ittishal mu’tad). Jadi 24 jam itu boleh tidak keluar mulai awal sampai 24 jam. Tetapi kumpulan dari darah yang putus-putus dalam beberapa hari. Asal tidak lebih 15 hari.
      Umumnya masa haidh itu 6 atau 7 hari, baik keluarnya darah secara terus-menerus ataupun terputus-putus. Paling lama masa haidh adalah 15 hari, meskipun keluarnya tidak terus-menerus.
Nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita setelah melahirkan. Yakni setelah kosongnya rahim (kandungan) dari anak yang di kandung, meskipun masih berupa darah menggumpal (alaqoh) atau daging menggumpal (mudghoh) waktu keluarnya darah tadi sebelum 15 hari melahirkan (wiladah).
Nifas itu paling sedikit setetes darah (majjah) artinya asal ada darah yang keluar meskipun sedikit sudah dinamakan nifas. Pada umumnya lama nifas 40 hari dan paling lama 60 hari.
Perkara yang dilarang ketika Haidh dan Nifas
             a. sholat, tidak wajib qodlo’, bahkan haram
            b. sujud syukur
            c.Sujud tilawah
            d. Thowaf
            e. Puasa, tetepi wajib qodlo’ (romadlon)
            f. I’tikaf (diam dalam masjid)
            g. Masuk masjid kalau khawatir mengotori masjid
            h. Membaca Al-Qur’an
            i. Menyentuh Al-Qur’an
            j. Menulis Al-Qur’an
            k.Bersuci
            l. Mendatangi orang sakaratul maut
            m. Bersetubuh
            n. Dijatuhi Talaq
            o.Dibuat senang (istimta’) tubuhnya antara pusar dan lututnya.
            Istihadloh adalah darah selain haidh dan nifas yaitu darah yang tidak memenuhi syarat-syarat darh haidh dan nifas.Selain itu juga bisa dikatakan mengalirnya darah dari bawah rahim diluar waktu haidh atau nifas.
            Darah istihadlah tidak menghalangi  seseorang untuk melakukan ibadah seperti membaca Al-Qur’an, berbeda dengan haidh dan nifas.
Wanita yang istihadlah termasuk kelompok orang yang mempunyai  udzur (Ashabul A’dzar), sebagaimana orang yang sakit perut, atau mempunyai sakit ngompol, atau mudah keluar madzi, penyakit mimis (darah yang keluar dari hidunng), dan yang sejenisnya, maka mereka semua adalah Ashabul A’dzar,yang harus berwudlu setiap kali shalat.

DAFTAR PUSTAKA
Ardani, Muhammad.Risalah Haidl Nifas & Istihadloh.Surabaya. Al-Miftah.2011.
Masyur, Kahar.Salat Wajib Menurut Madzab yang Empat.Jakarta.Rineka Cipta.1995.
Qadir, Abdul. Panduan Lengkap Shalat Menurut Empat Madzab.Jakarta.Al-Kautsar.2007.



[1] Muhammad ardani,risalah haidh,nifas dan istihadhoh.(surabaya:al miftah),2011.11.
[2] Kahar Masyhur, salat wajib menurut mazhab yang empat,(Jakarta:Rineka Cipta), 1995.46.
[3] Kahar Masyhur, salat wajib menurut mazhab yang empat,(Jakarta:Rineka Cipta), 1995.46.
[4] Ibid
[5] Ibid, 47.
[6] Syaikh abdul qadir ar-rahbawi,Panduan Lengkap Shalat Menurut Empat Madzhab,(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar),2007.166.
[7] Muhammad ardani,risalah haidh,nifas dan istihadhoh.(surabaya:al miftah),2011.15.
[8] Kahar Masyhur, Salat Wajib Menurut Mazhab yang Empat,(Jakarta:Rineka Cipta), 1995,47.
[9]Kahar Masyhur, Salat Wajib Menurut Mazhab yang Empat,(Jakarta:Rineka Cipta), 1995,.49.
[10] Muhammad ardani,risalah haidh,nifas dan istihadhoh.(surabaya:al miftah),2011.19.
[11] ibid.84.
[12]Muhammad ardani,risalah haidh,nifas dan istihadhoh.(surabaya:al miftah),2011. .25.
[13] Ibid.38.





Tidak ada komentar: