Jumat, 27 Januari 2017

PENEGAKAN HUKUM

BAB I
PENDAHULUAN


1.  LATAR BELAKANG
Hukum diciptakan untuk dilaksanakan. Hukum tidak bisa lagi disebut sebagai hukum, apabila tidak pernah dilaksanakan. Pelaksanaan hukum selalu melibatkan manusia dan tingkah lakunya. Lembaga kepolisian diberi tugas untuk menangani pelanggaran hukum, kejaksaan disusun dengan tujuan untuk mempersiapkan pemeriksaan perkara di depan sidang pengadilan.
Hukum mempunyai fungsi untuk memberikan perlindungan terhadap kepentingan manusia (seluruh manusia tanpa terkecuali). Oleh karena itu maka hukum harus dilaksanakan agar kepentingan manusia tersebut dapat terlindungi. Dalam pelaksanaannya, hukum dapat berlangsung secara normal dan damai, akan tetapi dapat juga terjadi pelanggaran-pelanggaran hukum dalam prakteknya. Dalam hal ini hukum yang telah dilanggar itu harus ditegakkan.

2 RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dengan penegakan hukum?
2.      Bagaimana asas-asas peraturan perundangan?

3.      Apa faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum?
BAB II
PEMBAHASAN

  1. Pengertian Penegakan Hukum

Penegakan Hukum. Dalam bahasa Indonesia dikenal beberapa istilah di luar penegakan hukum tersebut, seperti “penerapan hukum”. Tetapi tampaknya istilah penegakan hukum adalah yang paling sering digunakan dan dengan demikian pada waktu mendatang istilah tersebut akan semakin mapan atau merupakan istilah yang dijadikan.[1]
Hukum berfungsi sesuai perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia terlindungi hukum harus dilaksanakan. Pelaksanakan hukum dapat berlangsung secara normal, damai, tetapi dapat terjadi juga karena pelanggaran hukum. Dalam hal ini hukum yang telah dilanggar itu harus ditegakkan. Melalui penegakan hukum inilah hukum itu menjadi kenyataan. Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang selalu harus diperhatikan, yaitu: kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan.
Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa yang kongkrit. Bagaimana hukumnya itulah yang harus berlaku; pada dasarnya tidak boleh menyimpang: (meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan). Itulah yang diinginkan oleh kepastian hukum. Kepastian hukum merupakan perlindungan terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang, diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum karena dengan adanya kepastian hukum, masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan untuk ketertiban masyarakat.
Sebaliknya, masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan dan penegakan hukum. Hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. Jangan sampai justru karena hukumnya dilaksanakann atau ditegakkan timbul keresahan di dalam masyarakat.
Unsur yang ketiga adalah keadilan. Masyarakat sangat berkepentingan bahwa dalam pelaksanaan atau penegakan hukum keadilan diperhatikan. Dalam [2]pelaksanaan atau penegakan harus adil. Hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum itu bersifat umum, mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan. Barang siapa mencuri harus dihukum: setiap orang yang mencuri harus dihukum, tanpa membeda-bedakan siapa yang mencuri. Sebaliknya keadilan bersifat subjektif, individualistis dan tidak menyamaratakan: adil bagi si A belum tentu dirasakan adil bagi si B.[3]
Kalau dalam menegakkan hukum hanya diperhatikan kepastian hukum saja, maka unsur-unsur lainnya dikorbankan. Demikian pula kalau yang diperhatikan hanyalah kemanfaatan, maka kepastian hukum dan keadilan dikorbankan dan begitu selanjutnya.
Dalam menegakkan hukum harus ada kompromi antara ketiga unsur tersebut. Ketiga unsur itu harus mendapat perhatian secara proporsional seimbang. Tetapi dalam praktik tidak selalu mudah mengusahakan kompromi secara proporsional seimbang antara ketiga unsur tersebut.

B. Asas-asas Peraturan Perundangan

Asas – Asas Peraturan Perundang
Macam-macam Asas Peraturan Perundangan
Tentang berlakunya suatu Undang-undang dalam arti materiil, dikenal beberapa asas, antara lain :
Asas 1 : Undang-undang rtidak berlaku surut. Asas ini dapat dibaca dalam:
1)   Pasal 3 Algemene Bepalingan van Wetgeving (disingkat AB) yang berbunyi sebagai berikut;“De Wet verbindt alleen voor het toekomende en heft geenteruwerkendekrancht.”
(Terjemahannya: “Undang-undang hanya mengikat untuk masa mendatang dan   tidak mempunya kekuatan yang berlaku surut.”).
1)       Pasal 1 Ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yang berbunyi sebagai berikut:
 “Geen feit is strafbaar dan uit kracht van eene daaraan voorafgegane wettelijke straf-bepaling.”
(terjemahan: “ Tiada peristiwa yang dapat dipidana, kecuali atas dasar kekuatan suatu aturan perundang-undangan pidana yang mendahulukan.”)
Arti dari asas ini ialah, bahwa undang-undang hanya boleh dipergunakan terhadap peristiwa yang disebut dalam undang-undang tersebut, dan terjadi setelah  undang–undang itu dinyatakan berlaku.
Asas 2  : Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi, mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula. Mengenai asas ini tidak akan dibahas di dsini karena akan diuraikan secara panjang lebar dalam bab tentang Sejarah Perundang-Undangan – Masa RR. PEngecualian unik terhadap asas ini, akabn diuraikan dalam asas lima dibawah, yang menjelaskan hubungan antara Undang-Undang Dasar dan Undang-undang.
Asas 3  : Undang-undang yang bersifat khususmenyampingkan undang-undang yang bersifat umum, jika perbuatannya sama (Lex Specialis derogate lex generalis). Maksid dari asas ini ialah bahwa terhadap peristiwa khusus wajib diperlakukan undang-undang yang menyebut peristiwa itu,walaupun intik peristiwa khusus tersebut dapat pula diperlakukan undang-undang yang menyebut peristiwa yang lebih luas atau lebih umum yang dapat juga mencakup peristiwa khusus tersebut.
Asas 4 : Undang – undang yang berlaku belakangan membatalkan undang-undang  yang berlaku terdahulu telah (lexposteriore derogate lex priori). Yang dimaksud dengan asas ini ialah, bahwa undang-undang lain (yang lebih dulu berlaku) yang mengatru suatu hal tertentu, tidak berlaku lagi jika ada undang-undang yang baru (yang berlaku belakangan) yang mengatur pula hal tertentu tersebut, akan tetapi makna atau tujuannya berlainan atau berlawanan dengan undang-undang yang lama tersebut (=pencabutan undang-undang secara diam-diam)
Asas 5  : Undang-undang tidak dapat di ganggu gugat. Asas ini dinyatakan dengan tegas dalam Undang-undang Dasar Sementara Pasal 95 Ayat 2. DAlam Undang-undang Dasar 1945 tidak ada 1 pasal pun yang memuat asas ini.
                        makna dari asas ini, ialah :
1)      Adanya kemungkinan bahwa isi undang-undang menyimpang dari Undang-undang Dasar.
2)      Hakim atau siapaun juga tidak mempunya hak uji materiil terhadap Undang-undang tersebut. Artinya, isi undang-undang tersebut tidak boleh di uji apakah bertentangan dengan undang-undang DAsar atau/dan keadilan apa tidak; hak tersebut hanya dimiliki oleh pembuat Undang-undang tersebut.Hak Uji formil, yaitu hak untuk meneliti apakah Undang-undang tersebut pada saat dibentuknya ialah dengan cara yag sah, tetap dimiliki oleh hakim.
Asas 6  : Undang-undang sebagai sarana untuk semaksimal mungkin dapat mencapai kesejahteraan spiritual dan material bagi masyarakat maupun individu, melalui pembaruan atau pelestarian (asas Welvaartstaat).[4]

C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penengakan Hukum

 Dalam proses penegakan hukum, ada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor tersebut cukupmempunyai arti sehingga dampak positif dan negatifnya terletak pada isi faktor tersebut. Menurut Soerjono Soekanto bahwa faktor-faktor tersebut ada lima, yaitu:
1.      Hukumnya sendiri, yang di dalam tulisan ini akan dibatasi pada undang-undang saja;
2.      Penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum;
3.      Sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;
4.      Masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan;
5.      Kebudayaan, yakni hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.[5]
Jika kelima faktor tersebut dijadikan barometer di dalam penegakan hukum oleh polisi untuk melihat faktor penghambatdan pendororng di dalam pelaksanaan tugasnya, maka dijabarkan sebagai berikut.
1.      Faktor Hukum
Dalam praktik penyelenggaraan penegakan hukum di lapangan ada kalanya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini disebabkan oleh konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak, sedangkan kepastian hukum merupakan suatu prosedur yang telah ditentukan secara normatif.
Justru itu, suatu kebijakan atau tindakan yang tidak sepenuhnya berdasar hukum merupakan sesuatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan dengan hukum. Tidak berarti setiap permasalahan sosial hanya dapat  diselesaikan oleh hukum yang tertulis, karena tidak mungkin ada peraturan perundang-undangan yang dapat mengatur seluruh tingkah laku manusia, yang isinya jelas bagi setiap warga masyarakat yang diaturnya dan serasi antara kebutuhan untuk menerapkan peraturan dengan fasilitas yang mendukungnya.

2. Faktor Penegakan Hukum
Dalam berfungsinya hukum, mentalitas atau kepribadian petugas penegak hukum memainkan peranan penting. Kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas petugas kurang baik, ada masalah. Oleh karena itu, salah satu kunci keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian penegak hukum,.
Di dalam konteks di atas yang menyangkut kepribadian dan mentalitas penegak hukum, bahwa selama ini ada kecenderungan yang kuat di kalangan masyarakat untuk mengartikan hukum sebagai petugas atau penegak hukum, artinya hukum diidentikkan dengan tingkah laku nyata petugas atau penegak hukum. Sayangnya dalam melaksanakan wewenangnya sering kali timbul persoalan karena sikap dan perlakuan yang dipandang melampaui wewenang atau perbuatan lainnya yang dianggap melunturkan citra dan wibawa penegak hukum, hal ini disebabkan oleh kualitas yang rendah dari aparat penegak hukum tersebut.

3. Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung
Faktor sarana dan fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak dan perangkat keras, salah satu contoh perangkat lunak adalah pendidikan Pendidikan yang diterima oleh polisi dewasa ini cenderung pada hal-hal yang praktis konvensional, sehingga dalam banyak hal polisi mengalami hambatan di dalam tugasnya, diantaranya adalah pengetahuan tentang kejahatan komputer, dalam tindak pidana khusus yang selama ini masih de=iberikan wewenang kepada jaksa, hal tersebut karena secara teknis yuridis polisi dianggap belum mampu dan belum siap. Walaupun disadari pula bahwa tugas yang haruus diemban oleh polisi begitu luas dan banyak.
Oleh karena itu, sarana dan fassilitas mempunyai peranan yang sangat penting di dalam penegakan hukum. Tanpa adanya sarana dan fasilitas tersebut, tidak akan mungkin penegak hukum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan yang aktual.

4. Faktor Masyarakat
Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai  kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau kelompok sedikitnya banyaknya mempunyai kesadaran hukum, persoalan yang timbul adalah taraf kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau kurang. Adanya derajat kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukumm, merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan.
Sikap masyarakat yang kurang menyadari tugas polisi, tidak mendukung, dan malahan kebanyakan bersikap apatis serta menganggap tugas penegakan hukum semata-mata urusan polisi, serta kengganan terlibat sebagai saksi dan sebagainya. Hal ini menjadi salah satu faktor penghambat dalam penegakan hukum.

5.  Faktor Kebudayaan
Dalam kehidupan sehari-hari, orang begitu sering membicarakan soal kebudayaan. Dengan demikian, kebudayaan adalah suatu garis pokok tentang perikelakuan yang menetapkan peraturan mengenai apa yang harus dilakukan, dan apa yang dilarang.
Kelima faktor di atas saling berkaitan dengan eratnya, karena menjadi hal pokok dalam penegakan hukum.. Dari lima faktor penegakan hukum tersebut faktor penegakan hukumnya sendiri meruakan titik sentralnya. Hal ini disebabkan oleh baik undang-undangnya disusun oleh penegak hukum, penerapannya pun dilaksanakan oleh penegak hukum dan penegakan hukumnya sendiri juga merupakan panutan oleh masyarakat luas.
BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Penegakan hukum, kesadaran hukum, dan pelaksanaan hukum merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Para penegak hukum harus sadar hukum dan melaksanakan hukum dengan baik. Faktor penegakan hukumnya sendiri merupakan titik sentralnya. Hal ini di sebabkan oleh baik undang-undangnya disusun oleh penegak hukum, penerapannya pun dilaksanakan oleh penegak hukum dan penegak hukumnya sendiri juga merupakan panutan oleh masyarakat luas.
Dalam proses penegakan hukum, ada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor tersebut cukupmempunyai arti sehingga dampak positif dan negatifnya terletak pada isi faktor tersebut. Menurut Soerjono Soekanto bahwa faktor-faktor tersebut ada lima, yaitu:
1.      Hukumnya sendiri, yang di dalam tulisan ini akan dibatasi pada undang-undang saja;
2.      Penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum;
3.      Sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;
4.      Masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan;
5.      Kebudayaan, yakni hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Jika kelima faktor tersebut dijadikan barometer di dalam penegakan hukum oleh polisi untuk melihat faktor penghambatdan pendororng di dalam pelaksanaan tugasnya



DAFTAR PUSTAKA
Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Jakarta:  Sinar Grafika, 2012.

Kansil, Latihan Ujian Pengantar Ilmu Hukum Untuk Perguruan Tinggi,Jakarta: Sinar Grafika, 2001.

Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2011.

Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum, Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2010.


[1] Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996). Hal. 181
2 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2010. Hal. 207-208.

3 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum. 208


[4] Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012). Hal. 249








Tidak ada komentar: